Selasa, 30 November 2010

Pembocor Dokumen Rahasia AS Bakal Jadi Pelarian? Ekuador Siap Tampung

Selasa, 30 November 2010, 15:00 WIB


 AP
 Julian Assange


REPUBLIKA.CO.ID, QUITO--Jika pendiri WikiLeaks, Julian Assange, yang kini jadi "musuh" baru Amerika Serikat terusir dari negaranya,  Ekuador siap memberi rumah baginya. Wakil Menteri Luar Negeri Ekuador,  Kintto Lucas, mengatakan bangsanya dengan senang hati untuk menyediakannya.

Pria kelahiran Australia 39 tahun lalu ini telah membuat marah dan malu Washington dengan rilis ratusan ribu file diplomatik yang sensitif. Selama ini ia tinggal di Swedia dengan visa kerja.

Tapi setelah rilis oleh WikiLeaks yang dimulai pada akhir Juli tentang dokumen sensitif dari perang Irak dan Afghanistan, rekayasa hukum dilakukan atasnya. Misalnya, peengadilan Swedia memerintahkan dia ditahan untuk diperiksa dengan tuduhan kekerasan seksual, hal yang dibantahnya.

Assange, yang menjaga rahasia keberadaannya dengan selalu berpindah-pindah ini, juga bisa menghadapi komplikasi hukum di negara asalnya. Jaksa Agung Australia mengatakan pada hari Senin bahwa ia sedang mempelajari pelanggaran hukum yang dilakukannya di luar negeri.

Kintto Lucas mengatakan ia memuji orang-orang seperti  Assange yang selalu menyelidiki dan memberi penerangan "di sudut-sudut gelap informasi".  Lucas mengatakan pemerintah Ekuador  sangat prihatin  dengan apa yang dialaminya.
Red: Siwi Tri Puji B
Sumber: AP

Alat Tsunami Dikembalikan


ANGGOTA Balawista Pangandaran menunjukkan salah satu perlengkapan alat deteksi dini ("early warning system") tsunami berupa pelantang suara yang dipasang di bagian atap Sekretariat Balawista, Pangandaran, beberapa waktu lalu.* NURHANDOKO WIYOSO/"PR"


CIAMIS, (PR).-
Merasa tidak diperhatikan, Bala Penyelamat Wisata Tirta (Balawista) Pangandaran Kabupaten Ciamis berniat mengembalikan alat deteksi dini (early warning system/EWS) tsunami kepada Dewan Pertimbangan Presiden. 

Keterangan yang dikumpulkan "PR", Senin (29/11), menyebutkan, tindakan tersebut disebabkan selain terbentur tidak adanya anggaran pemeliharaan, juga karena tidak ada kejelasan kepemilikannya.

Terlebih, alat yang sangat penting untuk mendeteksi dini gelombang tsunami, sudah beberapa tahun dibiarkan rusak. Peralatan yang rusak, bukan hanya yang dipasang di kawasan cagar alam Pangandaran, melainkan juga yang ada di Sekretariat Balawista. 

"Terus terang, pada saat pemasangan, kami hanya ketempatan alat. Soal anggaran pemeliharaan tidak tersedia. Padahal, agar optimal, harus dijaga 24 jam," tutur Ketua Balawista Pangandaran Dodo Taryana.

Mereka juga mengaku, pemasangan alat tersebut menjadi beban bagi Balawista karena tidak adanya dukungan anggaran operasional pengoperasian alat yang dipasang pascatsunami 2006.

Didampingi anggota, Herry Haerudin, serta sejumlah anggota bala penjaga pantai Pangandaran, Dodo menambahkan, sejak EWS dipasang, tidak disertai dengan penyerahan mandat. Selain itu, juga tidak mendapat pelatihan pengoperasian ataupun perbaikan apabila terjadi kerusakan.

"Tanpa dibekali dengan pelatihan, kami sangat kesulitan. Kami juga tidak bisa berbuat apa-apa saat alat rusak," katanya.

Dia mengungkapkan, pada saat awal pemasangan, alat tersebut dijaga sehari penuh. Akan tetapi, karena tidak ada biaya operasional, akhirnya jika malam, ditinggal atau tidak ditunggu. (A-101)***

Begini Cara Sel Kanker "Gerogoti" Tubuh

 
 
Shutterstock
Ilustrasi sel kanker



PENNSYLVANIA, KOMPAS.com - Para Ilmuwan di Amerika Serikat menyusun sebuah teori baru mengenai bagaimana sel kanker dapat berkembang biak dan bertahan dalam jaringan tubuh.

Temuan ini dapat membantu para ahli kanker di dunia dalam menyusun diagnosa serta terapi baru untuk menyasar pasien-pasien berisiko tinggi.

Adalah tim peneliti dari Kimmel Cancer Center di  Universitas Thomas Jefferson Pennsylvania, yang berjasa membuat teori baru ini didasarkan pada hasil empat penelitian.

Teori ini juga dapat menjelaskan mengapa begitu banyak pasien kanker merasa tubuh mereka seperti  'digerogoti' secara perlahan. Padahal. ini sebelumnya tidak pernah dapat dimengerti oleh para ahli.

Empat teori baru ini menyodorkan bukti bahwa pertumbuhan sel tumor dan proses metastasis sebenarnya "dipicu" secara langsung atau didukung oleh sel-sel normal. Sel-sel normal dinamakan fibroblasts yang membuat sel kanker bertahan, dan mereka menghasilkan  stroma (jaringan penghubung) yang membungkus sel tumor.

Ketika sel kanker berkembang, jumlah sel stromal ini meningkat dan mereka seperti menggerogoti dirinya untuk menyediakan nutrien daur ulang kepada sel-sel tumor. Inilah yang mengakibatkan pasien kanker kerap kehilangan bobotnya secara signifikan.

Para ahli juga juga menemukan, tanpa nutrien daur-ulang yang disediakan oleh fibroblasts, sel-sel tumor menjadi lebih rapuh dan mudah mati.

Berdasarkan temuan penting ini, para ahli menilai obat-obat kanker yang sifatnya mengganggu hubungan parasit antara sel tumor dan fibroblasts, mungkin efektif dalam terapi.

"Kami kira rahasia bagaimana cara sel kanker berkembang telah terungkap. Ini  membalikkan 85 tahun dogma melampaui riset dan terapi kanker saat ini,"  ungkap Michael P. Lisanti, M.D., Ph.D., peneliti senior dan direktur Jefferson's Department of Stem Cell Biology & Regenerative Medicine.

Mereka menyebut penemuan ini sebagai  The Reverse Warburg Effect.  Penelitian ini juga dipublikasikan dalam journal Cell Cycle edisi September.

"Ini sungguh hebat. Banyak hal yang kita tahu soal kanker berlawanan sebab studi tentang kanker kebanyakan menggunakan sel tumor yang diisolasi. Sekarang kami menempatkan sel-sel kanker kembali dalam lingkungan stromal  Kami melihat bagaimana sel kanker secara kritis tergantung pada fibroblasts demi kelangsungan hidup mereka," ungkap Dr. Lisanti.

Penulis: AC   |   Editor: Asep Candra   |   Sumber : Times of India

Satelit Dunia Islam Segera Menjadi Kenyataan

Selasa, 30 November 2010, 03:09 WIB


blogspot
Satelit



REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN--Menteri Telekomunikasi Iran Reza Taqipour mengatakan Turki, Pakistan dan sejumlah negara Arab menyatakan kesiapannya berkolaborasi dengan Iran dalam desain dan peluncuran satelit dunia Islam. Teheran pertama kali mengumumkan rencana peluncuran satelit bersama OKI dengan nama "Besharat" ke ruang angkasa dengan partisipasi negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada Februari 2009.

"Selain Iran, sejumlah negara Arab, Turki, Pakistan dan Malaysia akan berpartisipasi dalam pembangunan dan peluncuran satelit Besharat," kata Taqipour kepada kantor berita Mehr kemarin. Teheran mengatakan negara-negara Islam bisa menggunakan satelit ini untuk melakukan pemetaan secara akurat, sekaligus mengatasi bahaya dan penanggulangan bencana alam.

Pada bulan Oktober, Parlemen Iran meratifikasi undang-undang yang memungkinkan pemerintah meningkatkan upaya untuk merancang dan meluncurkan satelit dan operator satelit. Pada Senin lalu, anggota parlemen Iran memberikan suara yang mendukung RUU Pasal 49 mengenai Rencana pembangunan Iran tahun 2011-2015, yang akan mengizinkan pemerintah mengatur infrastruktur yang dibutuhkan untuk proyek-proyek satelit.

Iran telah bergabung dengan negara-negara yang memiliki keahlian meluncurkan satelit pada tahun 2009 lalu. Hal itu ditandai dengan peluncuran satelit buatan anak negeri, Setelit Omid yang diangkut ke ruang angkasa menggunakan roket Safir. Teheran juga berencana mengirim misi ruang angkasa berawak pertamanya ke luar angkasa pada 2019.

Red: irf
Sumber: Irib

Eniya, Penerima Habibie Award Termuda

Profil Ilmuwan
Selasa, 30 November 2010 | 07:39 WIB



KOMPAS/NAWA TUNGGAL
Dr Eng. Eniya Listiani Dewi, B. Eng, M. Eng



KOMPAS.com - Di antara 4 orang penerima Habibie Award 2010, salah satunya adalah Dr-Eng Eniya Listiani Dewi, peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Ia merupakan penerima Habibie Award termuda.

Karya perempuan kelahiran 14 Juni 1974 tersebut berkisar pada lingkup elektrokimia, suatu cabang ilmu kimia yang berkaitan dengan potensi listrik dan energi. Penelitiannya adalah tentang sel bahan bakar berbasis hidrogen yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi baru yang ramah lingkungan.

Salah satu karya yang mengawali kiprahnya di bidang sel bahan bakar adalah penemuan katalis baru untuk sel bahan bakar. Penemuan tersebut menurutnya adalah sebuah inovasi yang ditemukan secara kebetulan.

"Saya kan kalau sedang eksperimen suka saya tinggal waktu makan siang. Saya pikir kan tidak masalah. Nah, waktu itu ketika saya melihat hasil eksperimen setelah saya tinggal, kok jadinya berbeda, ternyata perbedaan malah jadi inovasi," terang Eniya. Polimer yang terbentuk menjadi terdiri dari 10 penyusun, padahal harusnya ada 2 penyusun.

Dari hasil karya yang kebetulan tersebut, perempuan yang menyelesaikan gelar doktor dari Fakultas Aplikasi Kimiawi, Polimer, Katalis dan Sel Bahan Bakar Waseda University ini meraih beragam penghargaan, termasuk Mizuno Awards dan Koukenkai Awards dari Waseda University dan Polymer Society Japan pada tahun 2003.

Karya terbarunya adalah ThamriON, sebuah membran sel bahan bakar temuannya yang baru saja mendapatkan penghargaan Inovasi Paten dari Ditjen HKI 2010. "Prinsipnya, ThamriON tersebut adalah membran sel bahan bakar yang terbuat dari plastik yang direaksikan dengan asam sulfat. Karena telah direaksikan, maka plastik bisa menghantarkan listrik," ungkapnya.

Nama ThamriON sendiri punya sejarah tersendiri. "Saya kan bekerja di Jalan MH Thamrin Jakarta jadi nama itu saya ambil untuk nama karya saya. Kalau ON sendiri berasal dari kata ion, karena plastiknya bisa jadi menghasilkan ion," terangnya sambil tertawa mengenang penamaan hasil karyanya.

Teknologi sel bahan bakar dan bahan pendukung lain hasil risetnya di kembangkan 80 persen dari material lokal, sehingga biayanya lebih murah. Dengan proses manufaktur secara mandiri, sel bahan bakar yang tersebut telah diterapkan untuk menyalakan perangkat elektronik dan sepeda motor dengan kapasitas 500 Watt.
Untuk mengembangkan proses produksi dan penyimpanan bahan bakar, Eniya bekerja sama dengan berbagai pihak. "Ada Teknik Kimia UGM, Pusat Teknologi Bioindustri, industri polimer dan baterai," ungkap perempuan yang kini menjadi Kepala Perekayasaan Sel Bahan Bakar di BPPT.

Eniya adalah putri pertama dari pasangan Hariyono (alm) dan Sri Ningsih, berasal dari kota Magelang, Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia teknologi dan lingkungan sudah ada sejak ia masih duduk di bangku SMA Negeri 1 Magelang.

"Sejak saya SMA, saya sudah tertarik pada hal-hal yang berbau sains dan ramah lingkungan. Waktu itu, kalau mengarang, saya selalu menulis tema-tema teknologi dan isu ramah lingkungan," ujarnya yang sebenarnya lebih menyukai ilmu fisika daripada kimia.

Setelah lulus SMA, ia beruntung dapat memperoleh beasiswa lewat program Science and Technology Advance Industrial Development (STAID) Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Ia kemudian melanjutkan pendidikan S-1 ke Waseda University.

Pendidikan strata dua dan tiga ia lanjutkan dengan beasiswa dari lembaga lain. Total masa pendidikan yang ia butuhkan untuk mencapai gelar doktor adalah 10 tahun, berawal dari tahun 1993 hingga tahun 2003.

Salah satu ambisi terbesarnya adalah mewujudkan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan dari bahan hidrogen. "Bahan hidrogen ini sangat berpotensi, bisa diproduksi dari berbagai macam sumber, termasuk biomassa," terangnya. Ambisi tersebut diperoleh setelah melihat pengembangan kota Fukuoka, Jepang yang mengaplikasikan hidrogen sebagai sumber energi.

Hidrogen bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan listrik, bahan bakar kendaraan dan lainnya. "Dengan bahan bakar hidrogen, motor tidak mengeluarkan asap, tapi air murni," jelas Eniya.

Ide Eniya dalam pemakaian hidrogen sebagai sumber bahan bakar juga dipresentasikan dalam 7th Biomass Asia Workshop yang berlangsung di gedung BPPT, Senin (29/11/2010).

Penulis: Yunanto Wiji Utomo   |   Editor: A. Wisnubrata

Senin, 29 November 2010

Awas Antibiotika dalam Daging Ternak!

Senin, 29 November 2010 | 10:55 WIB
 
 Kompas/Lucky Pransiska
Peternakan ayam
 
 
 
BEIJING, KOMPAS.com - Masuknya residu antiobiotika ke dalam tubuh lewat konsumsi daging ternak harus diwaspadai karena dapat meningkatkan kemungkinan berkembangnya bakteri yang resisten terhadap obat-obatan.

Peringatan tersebut diungkapkan beberapa pakar di China menyusul tren penggunaan antiobiotika pada hewan ternak yang makin meningkat.  Laporan menyebutkan, hampir setengah dari antibiotika yang diproduksi di Negeri Tirai Bambu itu diberikan kepada ternak daripada digunakan untuk mengendalikan penyakit pada manusia.

Sekitar  210.000 ton antibiotika yang diproduksi di China setiap tahun, sekitar 97.000 ton di antaranya berakhir dalam tubuh hewan, ungkap Xiao Yonghong, profesor dari  Institute of Clinical Pharmacology of Peking University, seperti dilansir koran People's Daily.

Riset yang digagas Chinese Academy of Social Sciences menemukan, lebih dari  50 persen peternakan di Provinsi Shandong dan Liaoning selalu menambahkan antibiotika pada pakan hewan yang diternakkan.

"Penggunaan antibiotika sudah menjadi lumrah sekarang, yang berujung pada meningkatnya tingkat kematian hewan karena tingkat kekebalan mereka menjadi tertekan. Selain itu, antibiotika kerap merugikan kesehatan seseorang setelah diminum," ujar Qi Guanghai, kepala riset di Akademi Ilmu Agrikultur China.

"Perhatian harus diberikan pada masalah asupan antibiotika melalui konsumsi makanan sehari-hari, karena hal itu dapat meningkatkan kemungkinan bakteri kebal yang berkembang dalam tubuh manusia," ujar Huang Liuyu, direktur  Institute for Disease Prevention and Control of the People's Liberation Army.

Salah satu contohnya adalah bayi seberat 650-gram yang lahir prematur di Guangzhou.  Seperti dilaporkan surat kabar People's Daily, bayi ini mengidap resistensi terhadap tujuh jenis antibiotika, yang diduga kuat akibat dari kebiasaan ibunya setiap hari mengonsumsi daging dan telur yang mengandung residu atau ampas dari antibiotika.

Bulan lalu, di dataran China juga dilaporkan kasus pertama bakteri NDM-1, yang resisten pada hampir semua jenis antibiotika.

Dengan adanya fakta meningkatnya kasus resistensi obat yang terdeteksi di China dan belahan bumi lainnya, Huang mendesak pihak yang berwenang seharusnya memberi perhatian lebih pada masalah ini, dan melakukan regulasi dengan baik pada sektor ini.

"Di Eropa, antibiotika dilarang untuk ditambahkan pada makanan ternah sejak bertahun-tahun dan pelarangan yang sama  akan diimplementasikan di Korea Selatan," ujar  Tu Yan, periset dari Akademi Ilmu Agrikultur China.

China memperkenalkan antibiotika ke dalam industri peternakan dalam upaya pencegahan penyakit pada era 1990-an.  Regulasi tentang tambahan obat-obatan diterbitkan oleh China pada 2002, dan lebih banyak fokus pada penggunaan dosis yang tepat dari jenis antibiotika berbeda pada pakan ternak. Namun regulasi tersebut  tak mengatur tentang supervisi penjualan dan penggunaan antibiotika yang berlebihan.
Penulis: AC   |   Editor: Asep Candra   |   Sumber :asiaone.com

Ratusan Muris SD Budiwangi Belajar Digubuk




CECEP SA/"PRLM"
RATUSAN murid SD Budiwangi Desa Cisempur Kec. Cibinong Kab. Tasikmalaya terpaksa belajar digubuk.*
 
 
TASIKMALAYA, (PRLM),- Ratusan murid SD Budiwangi Desa Cisempur Kec. Cibalong Kab. Tasikmalaya bertahan belajar digubuk sejak 14 bulan lalu, karena sekolah mereka porak poranda akibat gempa 7,3 SR 2 September 2009.

Menurut para guru, mereka sudah tidak nyaman di sana, karena suasananya gerah dan panas, bahkan apabila turun hujan, kegiatan belajar mengajar terpaksa dibubarkan.

Wakil Kepala SD Budiwangi, Ucu Yoyo Mumahamad Zaely, Senin (29/11) mengatakan, kondisi memprihatinkan yang menimpa ratusan siswa SD Negeri Budiwangi itu sudah hampir 14 bulan, dan mereka terpaksa belajar di gubuk darurat, yang dibangun di halaman lapangan sekolah. Mereka kehilangan ruang kelas belajarnya setelah roboh porak poranda akibat gempa tahun lalu yang hingga saat ini masih dibiarkan dan tinggal puing-puingnya saja.

Kondisi seperti itu memaksa sebanyak 185 siswa dari kelas 1 sampai kelas 6 harus tetap bersabar dan menjalani rutinitas belajar dengan kondisi bangunan sekolah alakadarnya. Gubuk untuk belajar itu tanpa dinding, yang dibangun atas inisiatif orang tua siswa dan pihak sekolah setempat.

Sedangkan ratusan siswa masih tetap bertahan bersekolah dan belajar setiap hari, meski dirasakan belajar di tempat tersebut sangat jauh dari sempurna, karena dalam menyerap pelajaran tidak maksimal seperti yang diharapkan para siswa dan pengajar. (A-14/A-120)***

Kualitas Guru tidak Hanya Terkait Program Sertifikasi


SEJUMLAH guru melihat puisi karya siswa SMP se-Kecamatan Kadungora di pelataran SMPN 1 Kadungora, Jln. Raya Mandalagiri, Kec. Kadungora, Kab. Garut, Kamis (25/11). Sebanyak 3.663 puisi karya para siswa dipersembahkan kepada para guru dalam rangka memperingari Hari Guru.* RIRIN N.F./"PR"


BANDUNG, (PR).-
Program sertifikasi mestinya dipandang hanya sebagai salah satu upaya memetakan kualifikasi pendidik dalam bentuk portofolio. Dengan demikian, upaya meningkatkan kualitas tenaga pendidik harus dilakukan dengan menciptakan suasana sekolah dengan guru di dalamnya, betul-betul sebagai sebuah masyarakat pendidik (community of educators). 

"Pemerintah harus sadar bahwa munculnya sebuah kebijakan harus dilihat dalam kerangka luas dan memperhatikan beragam faktor, tidak hanya asal. Kita jangan berpikir dangkal dengan mempersepsi bahwa dengan meningkatkan tunjangan, maka otomatis akan tercipta peningkatan kualitas. Portofolio bukan alat ukur peningkatan kualitas, sebab hanya merupakan gambaran kompetensi yang dimiliki seorang guru pada saat sekarang," ujar pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof. Dr. Said Hamid Hasan, Minggu (28/11). 

Ia dimintai pendapat tentang refleksi peringatan Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November lalu. Salah satu wacana yang mencuat dalam peringatan Hari Guru adalah indikasi penurunan kinerja guru, justru setelah yang bersangkutan telah disertifikasi. Hal ini kian menambah rumit problematika pendidikan di Indonesia.

Sekretaris Sertifikasi Rayon X Jawa Barat, Prof. Uman Suherman, mengakui bahwa dari hasil evaluasi terhadap sertifikasi guru, ada kecenderungan penurunan kinerja pada 10 persen guru yang telah bersertifikat.

Namun, Uman tidak serta merta menyatakan sertifikasi bagi guru gagal atau tidak berdampak. "Uji kompetensi yang dilakukan setiap lima tahun sekali merupakan salah satu upaya untuk mengevaluasi kinerja para guru ini," katanya.

Menurut Said, secara teoretis, memang ada kaitan injeksi dari sisi kesejahteraan akan berdampak pada peningkatkan kualitas. "Namun, itu bukan satu-satunya faktor dan juga bukan yang paling menentukan. Yang terpenting adalah tercipta suasana dan iklim bahwa sekolah benar-benar menjadi pusat transfer pengetahuan dan pendidikan. Di sini harus ada sinergi antarguru, suasana kerja yang mendorong guru selalu termotivasi, termasuk infrastruktur pendidikan yang memadai," katanya.

Masih jauh
Ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman menguraikan, jika berbicara mengenai kualifikasi guru di Indonesia, apa yang diharapkan pemerintah masih jauh dari kenyataannya. Saat ini, pemerintah mensyaratkan kualifikasi guru harus S-1. Sementara dari 2,7 juta guru di mana 1,5 juta guru adalah guru SD, baru 10 persen berkualifikasi S-1.

"Meski dalam perkembangannya, guru S-1 kini mencapai 50 persen. Ini yang sering kali disampaikan oleh akademisi mengenai kualifikasi guru yang harus S-1, pada akhirnya menyingkirkan guru-guru yang tidak berkualifikasi S1," tuturnya.

Oleh karena itu, pendidikan bermutu di Indonesia masih menjadi perdebatan. Dalam undang-undang, guru disyaratkan harus mampu memberikan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan syarat ideal lainnya. "Apakah guru kita sudah mampu? Ini masih menjadi problem besar." (A-64/A-157)***

2030, Indonesia Diprediksi Bakal Salip Ekonomi Jepang

Senin, 29 November 2010, 16:48 WIB


tempointeraktif.com
Chairul Tanjung, Presiden Komisaris PT Carrefour Indonesia



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengusaha kakap Indonesia, Chairul Tanjung memprediksi pada 2030 mendatang, Indonesia bisa menyalip perekonomian Jepang. Hal ini lantaran penduduk Indonesia di 2030 lebih produktif menggerakkan roda perekonomian ketimbang penduduk Negeri Sakura tersebut.

"Struktur demografi kita lebih baik dibandingkan Jepang. Kalau Jepang sudah tua penduduknya. Orang tua makin lama makin tua. Dimana dana yang dimiliki itu untuk membiayai orang-orang tua, seperti membayar pensiunan dan masalah kesehatan," kata CT, sapaan akrab Chairul Tanjung kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/11).

Sebaliknya, ujar CT, Indonesia justru akan lebih produktif dibandingkan Jepang. Pasalnya, Indonesia nantinya didominasi oleh penduduk usia produktif. Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bergerak lebih besar ketimbang pertumbuhan ekonomi Jepang di 2030.

Selain memprediksi perbandingan pertumbuhan ekonomi Jepang dengan Indonesia di 2030, Bos Paragroup ini juga melihat akan ada lima sektor bisnis dalam negeri yang akan maju di masa mendatang. CT menyebutkan kelima sektor bisnis tersebut adalah bisnis media, otomotif, ritel, jasa keuangan dan kesehatan.

"Pertumbuhan yang kuat akan terjadi pada semua sektor tersebut. Bisnis yang berbasis consumer, seperti media, ritel, financial services," kata CT.

Dia menyontohkan, bisnis otomotif, belakangan ini terlihat adanya pertumbuhan yang cukup signifikan di dalam negeri. CT mengungkapkan pada tahun ini saja penjualan kendaraan roda empat diprediksi bisa mencapai 700 ribu unit. Sedangkan untuk kendaraan roda dua, CT memprediksi angka penjualannya mencapai delapan juta unit di tahun depan.

Sementara itu, untuk bisnis media, ia menguraikan seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka peta persaingan bisnis media akan semakin mengetat di masa mendatang. Termasuk juga, imbuh CT, bisnis jasa keuangan atau finansial services.
"Bisnis jasa keuangan akan tumbuh besar karena porsi deposito terhadap PDB (produk domestik bruto) Indonesia sampai saat ini masih relatif kecil. Padahal potensi bisnis ini cukup besar," ujar CT.

Untuk bisnis ritel, ia mengutarakan, ini juga akan menjadi salah satu pendorong perekonomian Indonesia di masa mendatang. CT memprediksi persaingan bisnis ritel dalam negeri akan sangat signifikan ke depannya. Tidak ketinggalan, ia juga memprediksi bisnis kesehatan akan ikut tumbuh signifikan di masa mendatang. Hal ini didorong dengan semakin besarnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan kesehatan mereka.

Namun, CT menegaskan Indonesia tetap harus menyelaraskan pertumbukan makro dan mikro ekonominya ke depan. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi bisa maju di masa mendatang. "Prinsipnya pertumbuhan makro dan mikro (ekonomi) harus inline (sejalan)," pungkas CT.

Red: Djibril Muhammad
Rep: Citra Listya Rini

WikiLeaks: Saudi Minta AS Serang Iran

Dokumen Rahasia
Senin, 29 November 2010 | 13:40 WIB

 AP
Raja Abdullah dari Arab Saudi, Menlu AS Hillary Clinton dan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad


KOMPAS.com — Situs web online peniup peluit (whistle-blower) WikiLeaks mulai menerbitkan lebih dari 250.000 dokumen diplomatik dari kedutaan-kedutaan besar AS di seluruh dunia, Minggu (28/11/2010), yang mengundang kecaman tajam Gedung Putih dan para pemimpin Kongres AS. Dari ribuan dokumen yang dibocorkan, antara lain, tentang raja Arab Saudi yang secara pribadi mendesak Amerika Serikat untuk menyerang Iran demi menghancurkan program senjata nuklir negera republik Islam itu.

WikiLeaks, yang mengatakan server-nya mengalami serangan elektronik pada Minggu sore, mengatakan, dokumen-dokumen tersebut merupakan pengungkapan terbesar yang pernah ada tentang informasi rahasia dan memberikan kepada dunia wawasan yang belum pernah punya preseden tentang kegiatan luar negeri Pemerintah Amerika Serikat. "Dokumen-dokumen itu menunjukkan, AS memata-matai sekutu-sekutunya dan PBB; menutup mata terhadap korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia di 'negara-negara yang menjadi klien'; mengadakan perjanjian rahasia dengan negara-negara yang seharusnya menjadi negara netral; dan melobi untuk kegiatan perusahaan-perusahaan AS," kata pemimpin redaksi dan juru bicara WikiLeaks, Julian Assange, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Minggu malam, sebagaimana dikutip CNN.

"Pembeberan dokumen ini mengungkapkan kontradiksi antara persona publik AS dan apa yang dikatakannya di balik pintu tertutup, dan menunjukkan bahwa warga suatu negara demokrasi ingin pemerintah mereka bisa mencerminkan keinginan mereka, mereka meminta untuk melihat apa yang terjadi di balik layar."

Namun, Juru Bicara Gedung Putih Robert Gibbs mengecam pembeberan dokumen itu. "Penerbitan dokumen-dokumen tersebut akan membahayakan para diplomat kami, para intelijen profesional dan orang-orang dari seluruh dunia yang datang ke Amerika Serikat untuk upaya mempromosikan demokrasi dan pemerintahan yang terbuka. Dengan membeberkan dokumen-dokumen yang dicuri dan dirahasiakan, WikiLeaks telah menempatkan dalam bahaya tidak hanya hak asasi manusia, tetapi juga kehidupan dan pekerjaan orang-orang ini," kata Gibbs. "Kami mengutuk keras pengungkapan yang tidak sah dari dokumen-dokumen rahasia dan informasi keamanan nasional yang sensitif."

Bocoran dari WikiLeaks menyebutkan, pemimpin Arab Saudi sering mendesak AS untuk menyerang Iran demi mengakhiri program senjata nuklir Iran. Bocoran itu mengungkapkan, Raja Arab Saudi, Abdullah, meminta kepada Amerika untuk "memotong kepala ular itu (Iran)" pada sebuah pertemuan tahun 2008. Bocoran itu juga mengungkapkan bagaimana para pemimpin di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir menyebut Iran "jahat" dan sebuah kekuasaan yang "akan membawa kami ke dalam perang".

Bocoran itu, sebagaimana dilansir Telegraph.co.uk, juga mengungkap tindakan para pejabat Amerika yang memata-matai kepemimpinan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon. Dalam dokumen-dokumen itu, diplomat Amerika juga membandingkan Presiden Iran Ahmadinejad dengan Adolf Hitler dan melabel Presiden Perancis Nicolas Sarkozy sebagai "kaisar tanpa busana". Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin disebut sebagai seekor "anjing alpha". Presiden Afganistan Hamid Karzai sebagai orang "yang didorong oleh paranoia".

Penulis: Egidius Patnistik   |   Editor: Egidius Patnistik

Sabtu, 27 November 2010

Peluang Belajar ke Jepang Terbuka



 DUA orang yang mengenakan kimono memberi penjelasan tentang sekolah di Jepang pada pameran "Japan Education Fair 2010" di SMKN 3 Jln. Solontongan Bandung, Jumat (26/11). Pameran yang memperkenalkan sejumlah sekolah di beberapa kota di Jepang ini berlangsung selama dua hari.* ANDRI GURNITA/"PR"



BANDUNG, (PR).-
Dari sekitar 30.000 kesempatan dari pemerintah Jepang untuk pelajar Indonesia menuntut ilmu di sana setiap tahun, baru sebanyak 13.000 yang dimanfaatkan. Sementara pelajar Indonesia yang sudah berada di Jepang ada sekitar 2.000 orang. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pelajar negara di kawasan Asean lain yang menuntut ilmu di Jepang.

Sekretaris Bidang Pendidikan Kedutaan Besar Jepang, Motomura Hiroaki mengungkapkan, sejak 2008, Kedutaan Besar Jepang di Indonesia menyelenggarakan program khusus agar pelajar Indonesia bisa semakin banyak yang bersekolah di sana. 

"Kami telah bekerja sama dengan semua universitas dan sekolah di Jepang agar menerima pelajar asal Indonesia. Namun, jumlahnya ternyata belum banyak. Padahal, kami sangat ingin agar pelajar Indonesia bisa bersekolah di Jepang," tutur Hiroaki pada pembukaan "Japan Education Fair 2010" di Aula SMKN 3 Bandung, Jumat (26/11).

Hiroaki menuturkan, pameran pendidikan Jepang selama dua hari yang terselenggara di SMKN 3 Bandung ini dapat dimanfaatkan seluruh siswa SMA dan SMK untuk mencari informasi tentang sekolah di sana. Menurut dia, pada pameran ini disediakan berbagai informasi yang diperlukan, termasuk sekolah bahasa.

Sekolah bahasa menjadi penting karena selama ini salah satu kendala masih minimnya jumlah pelajar atau mahasiswa yang belajar ke Jepang adalah karena faktor bahasa. 

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bandung Dadang Iradi mengungkapkan, masih sedikitnya jumlah pelajar Indonesia yang bersekolah di sana kemungkinan besar karena minimnya informasi terkait dengan program beasiswa. 

Menurut Dadang, biasanya program beasiswa terselenggara di pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional, sedangkan daerah masih sangat jarang. "Padahal, daerah juga sangat perlu mendapatkan porsi lebih luas untuk mendapatkan kesempatan."

Sebelum Jepang, Disdik Kota Bandung sudah menjalin kerja sama dengan Cina, Texas (Amerika Serikat), dan Turki. Dadang mengatakan, pada dasarnya, Jepang sangat terbuka untuk menerima pelajar dari Indonesia umumnya, dan Bandung khususnya. Namun, ada dua syarat mendasar yang harus dipenuhi, yaitu prestasi baik di sekolah dan ada ketertarikan untuk mempelajari budaya Jepang. (A-187)*** 

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=165653

Naskah Laskar Pelangi Dibeli Penerbit AS

Sastra

Sabtu, 27 November 2010 | 11:39 WIB



TRIBUNNEWS.COM/Istimewa
Andrea Hirata


BELITUNG, KOMPAS.com — Sukses novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata tak habis-habisnya. The Rainbow Troop yang telah diangkat dalam layar lebar dan mendapat penghargaan itu kini dibeli penerbit Catlyn Anderson Literary Management, sebuah penerbit di Amerika Serikat.

Laskar Pelangi yang mengisahkan semangat anak-anak kampung Gantung, Kabupaten Belitung Timur, yang tak mengenal menyerah itu makin mendunia.

"Jadi siap-siap saja, novel ini akan mendunia. Bagaimana kesiapan kita di Belitung memanfaatkan momentum ini," kata Andrea Hirta saat ditemui Grup Bangka Pos di sela-sela latihan tari pendulang timah di kawasan Pasar Rakyat Laskar Pelangi, Desa Lenggang, Kecamatan Gantung, Jumat (26/11/2010) petang.

Andrea memanfaatkan liburan kuliahnya ke kampung halaman. Bersama dengan beberapa rekan seniman dan musisi, dia menggarap acara kirab budaya Festival Laskar Pelangi.

Sabtu (27/11/2010) ini Andrea menghadiri peresmian sekolah Laskar Pelangi dan rumah puisi di Desa Lenggang. Rangkaian kegiatan ini merupakan bagian dari upaya Andrea memotivasi warga kampungya yang menginginkan Lenggang sebagai desa budaya di Belitung. Festival Laskar Pelangi berlangsung sejak 1 November dan akan berakhir Selasa (30/11/2010).

Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata telah mengangkat Bangka Belitung di pentas nasional.

"'Ketika Laskar Pelangi sudah mendunia, kita menariknya kembali ke desa, sebagai sumber pemberi inspirasi. Inilah keindahan metamorfosis warga Lenggang, dari inspirasi dan mimpi sebagai refleksi menuju fraksis pencitraan yang paling monumental. Inilah keagungan kultural itu," kata Agus Ismunarno, Pemimpin Redaksi Bangka Pos Groups pada saat membawa orasi budaya di areal Festival Laskar Pelangi, Jumaat (27/11/2010) malam. (Bangkapos/Wahyu K/Rusmiadi)
tribunnews.com
Sumber :
Editor: Marcus Suprihadi

Bahasa Pengantar di Lembaga Pendidikan

STILISTIKA

 

Oleh Ajip Rosidi


Pada 1951, UNESCO menganjurkan agar bahasa pengantar yang digunakan di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah sebaiknya bahasa ibu anak-anak didik karena bahasa ibu lebih mesra dan lebih dikuasai oleh anak didik. Akan tetapi, pemerintah Republik Indonesia pada 1953 melalui Undang-Undang Pendidikan menetapkan bahwa di sekolah rakyat 6 tahun, yang sebelumnya menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar untuk semua mata pelajaran, hanya boleh digunakan sebagai bahasa pengantar di kelas I-III. Di kelas IV dan selanjutnya sampai sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, bahasa pengantar yang digunakan harus bahasa nasional, bahasa Indonesia. Pada waktu itu memang ada anggapan bahwa segala sesuatu yang berbau daerah (bahasa ibu disebut juga bahasa daerah), membahayakan kenasionalan Indonesia, seakan-akan bahasa ibu atau bahasa daerah itu merupakan lawan dari bahasa nasional, bahasa Indonesia.

Untuk menanamkan rasa kebangsaan dalam diri anak didik diusahakan agar anak didik sejauh mungkin disingkirkan dari segala sesuatu yang berbau daerah. Mungkin karena masih ada ketakutan bahwa kesatuan Indonesia akan terpecah-belah menjadi negara-negara bagian seperti yang diinginkan oleh van Mook sehingga dalam KMB yang disepakati adalah negara RIS (Republik Indonesia Serikat) meskipun umurnya hanya beberapa bulan karena rakyat Indonesia menginginkan negara kesatuan. 

Pada 1975, pemerintah Orde Baru menetapkan bahwa bahasa pengantar di semua jenjang sekolah, dari taman kanak-kanak sampai sekolah lanjutan atas (SLA) dan perguruan tinggi hanya boleh bahasa nasional. Bahasa ibu hanya boleh dijadikan mata pelajaran. Kemudian terjadilah keajaiban yang tak dapat dimengerti oleh akal yang sehat, anak-anak yang baru mengenal bahasa ibunya harus mempelajari bahasa ibunya itu dengan pengantar bahasa nasional yang belum dikuasainya. Yang lebih ajaib ialah tak ada anggota DPR atau ahli pendidikan yang mempersoalkan hal itu. Mungkin mereka tak mengerti akan masalahnya atau tidak tahu akan adanya anjuran UNESCO agar menggunakan bahasa ibu sebagai pengantar. 

Pada masa setelah reformasi, lembaga pendidikan yang berupa sekolah menjadi lahan bisnis yang marak. Maklumlah, para pebisnis berpendapat bahwa di Indonesia hanya ada tiga ladang bisnis yang menjanjikan keuntungan cepat dan besar, yaitu bisnis makanan, bisnis kesehatan, dan bisnis pendidikan. Mereka berlomba-lomba mendirikan sekolah dari TK sampai universitas. Supaya menarik calon langganan, yaitu para orang tua murid, disebutlah bahwa sekolahnya "bertaraf internasional" yang antara lain menggaji guru dari luar negeri dan menjadikan bahasa Inggris (bahasa internasional) sebagai bahasa pengantar. Dr. Daoed Joesoef, yang pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pernah bercerita bahwa beliau merasa kaget sekali ketika berkunjung ke salah satu sekolah internasional di Jakarta, ternyata murid-muridnya sama sekali tidak mengerti bahasa Indonesia. 

Memang sejak awal kalau kita perhatikan, para ahli pendidikan dan para birokrat pengambil keputusan dalam bidang pendidikan pemerintah Republik Indonesia dalam menyusun kebijakan pendidikan yang diberlakukan di lembaga-lembaga pendidikan kita tidak pernah mementingkan anak didik. Barangkali tidak pernah kepentingan anak didik masuk ke dalam kepalanya ketika merencanakan kebijakan pendidikan. Yang selalu didahulukan ialah kepentingan nasional - entah apa pun artinya. Kemudian kehendak agar anak didik menjadi pancasilais, pernah agar menjadi manipolis sejati, pernah agar menjadi sosialis religius, dan entah apa lagi. Akan tetapi, tak pernah ada kehendak untuk membuat anak didik menjadi dirinya sendiri sesuai dengan kodrat dan bakat yang dipunyainya. 

Yang menyedihkan ialah karena ternyata anak-anak lulusan lembaga pendidikan selama ini tidak mencapai tujuan seperti yang dikehendaki para pengambil kebijakan pendidikan itu. Sudah sejak lama ada keluhan bahwa anak-anak kita lulusan sekolah-sekolah itu luntur rasa nasionalismenya, rendah kemampuan berbahasanya, baik bahasa nasional maupun bahasa Inggris. Jangan disebut kemampuannya berbahasa ibu. Belum lagi kemampuannya dalam bidang-bidang ilmu yang diajarkan.

Sudah beberapa tahun timbul wacana tentang kegagalan pendidikan kita. Berbagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan kita tidak juga ada hasilnya. Entah sudah berapa kali dibentuk komisi pendidikan yang anggota-anggotanya terdiri atas para ahli pendidikan, dan entah sudah berapa tebal saran-saran yang dihasilkannya, tetapi keadaan pendidikan kita tetap menyedihkan. Bahkan kian lama bukannya kian membaik, malah kian melorot. 

Sangatlah menarik berita yang berjudul "Bahasa Asing Jangan Jadi Bahasa Pengantar" dengan judul tambahan "Bahasa Ibu Tentukan Keberhasilan MDG’s" (Kompas, 11 November 2010, hlm. 12). Di situ diberitakan bahwa dalam konferensi internasional MDG’s (Language, Education, and the Millenium Development Goals) yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand, para pesertanya mengkhawatirkan pemakaian bahasa Inggris (asing) sebagai bahasa pengantar pendidikan malah bisa menyebabkan para siswa kebingungan dan tidak mengerti persoalan dan menimbulkan salah pengertian. 

Para ahli peserta konferensi yang mempunyai pengalaman yang luas itu menyatakan bahwa penggunaan bahasa asing yang terlalu dini di taman bermain atau di taman kanak-kanak akan mengacaukan kemampuan berbahasa anak. Suzanne Romaine, ahli bahasa Inggris dari University of Oxford, Inggris, menyatakan, "Ajarkan bahasa ibu dahulu. Baru seiring dengan itu, sedikit demi sedikit, ajarkan bahasa lain." 

Pernyataan itu barangkali dapat menyadarkan para ahli pendidikan kita, paling tidak merangsang pertanyaan dalam nuraninya, apakah kegagalan pendidikan yang kita alami sekarang ini bukan akibat dari kita tidak mempergunakan bahasa ibu di sekolah-sekolah kita? Bahasa Indonesia bagi anak-anak kita, terutama yang tinggal jauh di daerah, adalah bahasa baru.***

Penulis, budayawan.

 
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=165596

Mempertanyakan "Petatah-petitih Cerbon"


LAWANG kejaksan di lingkungan Keraton Kanoman Kota Cirebon. Bagian-bagian bangunan keraton, persenjataan, dan simbol-simbol lainnya yang merupakan simbol-simbol bangunan kuno (artefak) kadang dilengkapi juga dengan "petatah-petitih" yang biasa diucapkan kalangan tua.* NURDIN M. NOER


Sun titip tajug lan fakir miskin.

HAMPIR semua wong Cerbon meyakini jika petitih di atas merupakan ucapan dan pesan Sunan Gunung Jati. Apalagi, kalimat itu sering kali dikutip kalangan Raja Cirebon, para kiai, guru, birokrat, bahkan kalangan agamawan non-Islam, termasuk di dalamnya kalangan Tionghoa. Namun, apakah benar petitih itu di-ucapkan oleh Sunan Gunung Jati?

Kalimat seorang sunan merupakan sesuatu yang harus dilakoni para kawula dan rakyatnya. Ia merupakan sabdoning pandito ratu (sabda raja yang harus dipatuhi) sekaligus khalifatullah filardli (wakil Allah di muka bumi). Oleh karena itu, apa pun yang telah diucapkan seorang raja, pantang dijilat kembali dan harus dilakukan oleh rakyat dan kawulanya secara mutlak.

Sejarawan Universitas Pa-djadjaran Ahmad Mansur Suryanegara pun seakan meyakini bahwa kalimat itu berasal dari Sunan Gunung Jati. Hal itu diungkapkannya dalam seminar sejarah di Cirebon, akhir Oktober lalu. "Banyak naskah peninggalan para wali dituliskan dengan bahasa tersirat dan simbolistik," katanya. "Tentu tidak bisa diinterpretasikan sesederhana bahasa tersuratnya. Harus dengan pemahaman yang bertolak dari pesan tersiratnya bila ingin diterapkan untuk menjawab problema pemba-ngunan masa kini."

Budayawan Keraton Kacirebonan drh. R. Bambang Iriyanto pun tampaknya me-ngalami kesulitan dalam mencari sumber petitih itu. Bersama penulis dan beberapa peneliti dari Bagian Penelitian dan Pengembangan Departemen (sekarang Kementerian-pen.) Agama, Bambang pernah menelusuri artefak dan manuskrip peninggalan keraton masa lalu. Namun, sumber petitih itu tak jua ditemukan. "Padahal, hampir semua artefak dan manuskrip kami udal-udal," katanya.

Ragu-ragu
Penata lakon sandiwara rakyat Cirebon, H. Sulama --yang biasa membolak-balik manuskrip untuk kepentingan gelar lakonnya-- pun merasa ragu-ragu akan asal-usul petitih itu. Bahkan, ia dengan berani menyatakan bahwa kalimat semacam itu diduga dimunculkan setelah masa kemerdekaan. Ia beralasan, pesan-pesan yang diumumkan pada abad ke-14, lazimnya, berbahasa Sansekerta. "Coba periksa bahasanya, seperti bahasa masyarakat sekarang," katanya. 

Pendapat serupa dinyatakan Kartani, budayawan yang dikenal sebagai pendokumentasi manuskrip dari daun lontar. Ia menyatakan, tak ditemui petitih semacam itu di daun lontar. "Terutama kalimat sun titip tajug lan fakir miskin," ungkapnya. Kendati demikian, ia mengakui bahwa petitih itu memiliki nilai berharga untuk pendidikan. 

Sangat sulit memang untuk mencari asal-usul petitih itu. Hal itu karena tak adanya catatan yang dilakukan oleh orang yang se zaman dan sulitnya mendapatkan refe-rensi yang berkaitan dengan hal itu. Selama ini, referensi yang dianggap paling tua di-tulis pada tahun 1689 oleh Pangeran Wangsakerta meski banyak sejarawan yang me-ragukan tentang manuskrip tersebut.

Hasan Effendi dalam Petatah-Petitih Sunan Gunung Jati (1994) memberikan gambaran bahwa petatah-petitih itu secara historis diciptakan Sunan Gunung Jati (sebagai seorang ayah) bagi anaknya dan sebagai pucuk leluhur bagi trah atau keturunan keraton Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan maupun Keprabonan. Sebagai seorang ayah, ia berharap agar anak dan keturunanannya kelak menjadi manusia yang mampu menjunjung tinggi hukum-hukum Allah. Selain itu, ia berharap agar mereka dapat melanjutkan perjuangan menauhidkan atau menyiarkan ajaran agama Islam.

Menurut Hasan, ada lima macam petatah-petitih yang mengandung nilai kesopanan, baik secara tersurat maupun tersirat. Petitih itu adalah den hormat ing wong tuwa (harus hormat kepada kedua orang tua), den hormat ing leluhur (menghormati leluhur), hormaten, emanen, mulyaken ing pusaka (hormati, sayangi, dan muliakan warisan leluhur), den welas asih ing sepapada (berbelas kasih terhadap sesama), danmulyaaken ing tetamu (memuliakan tamu).

Ada ucapan yang selalu dihadirkan pada saat pelal mulud oleh Sultan Sepuh Maulana Pakuningrat (almarhum) tentang "jimat". Simbol "jimat" di sini dimaknai sebagai siji kang dirawat, yakni dua kalimat syahadat. Demikian pula simbol-simbol yang ada di lingkungan Keraton Cirebon, seperti Panca Niti, bermakna lima titian, yang tak lain adalah Rukun Islam yang lima. 

Selain itu, masyarakat Cirebon juga memiliki petitih, seperti yen sembahyang kungsi pucuke panah (jika salat harus khusyuk), yen puasa den kungsi totaling gundewa (jika puasa harus mampu menahan segala kesabaran), ibadah kang tetep (kuat dalam beribadah), lurus den syukur ing Allah (pasrah dan selalu bersyukur kepada Allah), aja nyindra janji (ja-ngan cidera janji), pemboraban kang ora patut anulungi (yang salah tak perlu ditolong), dan aja ngaji kejayaan ala rautah (jangan belajar untuk kepentingan yang tidak benar).

Di samping secara lisan di-ucapkan kalangan tetua, petitih juga dibangun pada simbol-simbol bangunan kuno (artefak), seperti bagian-bagian bangunan keraton, persenjataan, dan simbol-simbol lain. Kini, muncul pula petitih dalam masyarakat yang juga sering diucapkan, yakni yen pareng kudu kiyeng, yen bodoh kudu weruh lan yen pinter aja keblinger. 

Simbol-simbol semacam itu hingga kini masih ada dan melekat sebagai filosofi masyarakat Cirebon. Namun, Hasan Efendi sendiri justru tidak memberikan jawaban secara pasti atas pertanyaan kapan petitih itu diucapkan? Siapa yang mengucapkan ? Dan sampai kapan ungkapan-ungkapan itu berlaku? "Semua itu belum terjawab," katanya. "Namun, keberadaannya akan terus menggema, sepanjang masyarakat masih mengindahkan nilai budaya warisan leluhurnya." (Nurdin M. Noer)***

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=165602

Tak Perlu "Mouse", Cukup Lambaian Tangan

Vaio Y Series
 Sabtu, 27 November 2010 | 10:08 WIB

  SONY
Sony Vaio Y 
 
 
JAKARTA, KOMPAS.com — Melihat ratusan foto yang tersimpan di laptop, pekerjaan yang kelihatan menyenangkan tetapi sebenarnya cukup melelahkan. Bagaimana tidak, tangan harus berpegal-pegal ria mengklik berkali-kali atau menempel di laptop.

Kini, Sony menawarkan solusinya. Sony meluncurkan produk terbarunya, Vaio Y Series, komputer jinjing yang menawarkan tampilan luar yang menarik sekaligus performa yang baik. Peluncuran dilakukan di Atrium Mal Kelapa Gading 3, Jumat (26/11/2010). Dengan komputer ini, melihat ratusan gambar menjadi lebih mudah.

"Kami cukup lambaikan tangan saja untuk melihat gambar berikutnya atau sebelumnya," kata Wilsam Tanto, VAIO Evangelist Product Marketing Department.

Jadi, dengan komputer jinjing ini, untuk melihat gambar Anda cukup membuka media gallery yang sejak dahulu menjadi fitur VAIO. Setelah membuka gambar pertama, untuk melihat gambar selanjutnya Anda cukup melambaikan tangan ke kanan, sementara untuk melihat gambar sebelumnya cukup melambaikan tangan ke arah sebaliknya.

"Itu mampu dilakukan sebab VAIO Y Series memiliki teknologi yang disebut Casual Gesture Control," kata Wilsam.

Teknologi tersebut mampu mendeteksi perintah berupa bahasa tubuh pengguna lewat webcam yang terintegrasi dengan komputer jinjing ini.

Dikatakan Wilsam, teknologi tersebut juga bisa digunakan untuk membuka data musik dan video. Untuk membuka data musik, misalnya, lambaian tangan ke kanan dan ke kiri bisa digunakan untuk membuka data selanjutnya dan sebelumnya.

Untuk perintah pause tinggal menampakkan tangan ke webcam, persis seperti ketika mengucapkan selamat tinggal pada seseorang. Untuk perintah play cukup ulang bahasa tubuh yang digunakan untuk pause.

VAIO Y Series memiliki ukuran layar lebar 11,6 inci dengan resolusi 1366 x 768. CPU yang digunakan adalah Intel Core i3-380UM prosesor 1,33 GHz. Komputer jinjing ini memiliki berat 1,46 kilogram. Untuk mendukung kebutuhan gaya, komputer ini tersedia dalam dua warna yang elegan, yakni hitam dan merah marun.
 

WWF Jelajahi Karst Citatah dan Sungai Citarum




ILHAM PRATAMA/"PRLM"
SEBANYAK 35 anggota Supporter World Wildlife Fund (WWF) Gathering Indonesia yang ada di Bandung, menggelar kegiatan di Karst Citatah, Sabtu (27/11).*
 
 
NGAMPRAH, (PRLM).-Sebanyak 35 anggota Supporter World Wildlife Fund (WWF) Gathering Indonesia yang ada di Bandung, melakukan kegiatan penelusuran Karst Citatah dan Sungai Citarum, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (27/11). Menurut mereka, kegiatan tersebut merupakan bentuk apresiasi terhadap alam sebelum melangkah untuk melestarikan alam itu sendiri.

"Kita hidup di alam, sudah sepatutnya mengenal dan melestarikannya," kata Maitra Widiantini, Senior Fundraising Manager WWF.

Dalam kegiatan bertajuk Ngariung di Alam Bandung, mereka menjelajahi stone garden, dan Gua Pawon. Juga penjelajahan Sungai Citarum ke Gua Sangyang Poek. (A-195/kur)***

Ini Lho Cara Menghindari Obat Palsu

Rabu, 24 November 2010, 03:58 WIB


Amin Madani/Republika
Obat-obatan, ilustrasi


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mengamati pemberitaan tentang obat tak ada habisnya. Walau selalu ada obat baru ditemukan, ada saja kasus-kasus obat palsu yang muncul. Itu yang mengemuka. Berapa banyak kasus yang tak muncul karena tak terendus oleh media bisa jadi tak terbilang jumlahnya.

“Obat palsu ada di mana-mana,” tandas konsultan dan pemerhati penegakan hukum di bidang obat dan makanan, Weddy Mallyan, pada Sanofi-Aventis Media Forum, di Jakarta beberapa waktu lalu. Sementara obat-obat ilegal dengan mudah ditemukan di pojok-pojok jalan atau kawasan. Biasanya, lanjut Kepala Seksi Pengawasan Pelayanan Obat, Ditjen POM Depkes Rim pada 1988-1997 itu, yang menjual adalah orang yang mempunyai kuasa di sekitar kawasan itu.

Disebut obat palsu karena ada obat aslinya. Sementara obat disebut ilegal karena tak memenuhi persyaratan dan tak terdaftar. Menurut Weddy, obat palsu termasuk obat ilegal. Sebenarnya, lanjut mantan PNS Badan POM RI ini, obat yang diedarkan di Indonesia haruslah memenuhi unsur aman, berkhasiat, dan bermutu. Dari ketiga unsur itu, yang paling utama adalah aman.

“Meskipun berkhasiat dan dibuat dengan bermutu, kalau tidak aman ya tidak ada gunanya,” tutur Weddy. Disebut aman karena risikonya lebih kecil dari manfaat yang dihasilkan. Atau, dengan kata lain, manfaatnya lebih besar dari risiko yang mungkin ada.

Kenyataan di pasaran, obat-obat palsu masih tersedia. Berdasarkan UU RI no 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, obat adalah bahan atau gabungan bahan termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penepatan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

“Selama membicarakan manusia maka semua harus dikesampingkan karena tujuan akhir adalah nyawa atau jiwa manusia,” tegas Weddy. Kenapa terus ada kasus-kasus pemalsuan? Karena high profit tapi low risk dalam hal penegakan hukum. Kasus-kasus obat palsu tak hanya di Indonesia. Di negara semaju AS pun banyak ditemukan kasus-kasus seperti itu.

Bedanya, di sana penegakan hukum dilaksanakan dengan baik. Juga di negaranegara maju lainnya, pendekatan hukum sudah dilaksanakan dengan baik. Weddy memberi istilah “mulut dan hati sama.” Sayangnya, tidak ada satu negara pun di dunia yang punya data akurat tentang obat palsu karena masalahnya memang kompleks. "Pemerintah Indonesia pun belum pernah merilis angka-angka obat palsu," ungkap Weddy.

Secanggih apa pun dibuat, obat mana pun bisa dipalsukan. Di Indonesia belum dapat diketahui siapa pembuat obat-obat palsu. Namun, kata Weddy, bukan rumahan karena ada kaitan dengan investasi besar untuk alat-alat canggih. Yang jelas, tempat produksi berpindah-pindah untuk menghindari penggerebekan.

Data WHO menyebutkan, estimasi prevalensi obat palsu di negara maju sebesar satu persen, sementara negara berkembang 10 persen. "Tidak usah menunggu 10 persen. Satu persen pun kalau menyangkut nyawa manusia harus diselesaikan dan ditindaklanjuti," tegas Weddy.

Untuk menjamin keamanan obat ada regulasi yang mengatur mulai pembuatan sampai distribusi. Dengan demikian, meski pabrik farmasi kalau memproduksi obat tidak ada dokumen maka obat yang dihasilkan bisa dikategorikan obat ilegal.

Weddy mengungkapkan, sebenarnya gampang untuk menyebutkan obat itu legal atau ilegal. Karena semua obat ada dokumennya. "Maka, kalau obat tidak didukung dokumen, maka obat itu harus dimusnahkan."

Yang dipalsu Obat yang mana yang banyak dipalsukan? Menurut Weddy, semua obat berpeluang sama. Yang paling banyak adalah obat keras, yang dalam kemasan ditandai dengan lingkaran merah, karena faktor supply and demand. Masyarakat senang membeli sendiri karena jikalau datang ke dokter harganya mahal.

Yang lain adalah obat-obat fast moving, yakni obat yang cepat laku dan diiklankan seperti antibiotika, antiparasit, analgesik, antipirektik, antihipertensi, dan antidiabet.
Juga obat-obat lifestyle seperti untuk disfungsi ereksi, antikolesterol, dan obat pelangsing. Serta obat-obatan mahal.

Ciri obat palsu adalah harganya dekat dengan harga aslinya. Kenapa produsen tidak menuntut? Pemalsu tahu benar kalau pemilik obat asli tidak akan memasalahkan karena terkait reputasi. Obat palsu membahayakan semua pihak. Weddy memaparkan, obat palsu meruntuhkan kredibilitas. Kalau tidak kunjung sembuh dokternya terkena reputasi.

Lebih berat lagi investasi di Indonesia akan hilang. Weddy mengatakan BPOM adalah penyidik PNS. Tugasnya lebih pada menyelidiki mana yang tidak memenuhi syarat mutu. Kalau sudah terkait dengan istilah palsu, maka kasus itu masuk ke polisi. Jadi sebaiknya kepada siapa masyarakat seharusnya melapor jika menemukan obat palsu? Weddy menjawab, ke dua-duanya, baik ke BPOM maupun polisi.

Untuk menghindari obat palsu dia mengajak masyarakat melakukan langkah kecil bermanfaat. “Jangan membuang sembarangan karton pembungkus obat. Kalau membuang sobek atau hancurkan dulu,” lanjutnya. Itu untuk menghindari penyalahgunaan karton kemasan untuk diisi obat palsu. Karena, ada pihak-pihak yang menawarkan untuk membeli dos bekas dengan harga mahal. Pada apotek yang benar karton-karton itu akan disobek dahulu sebelum dibuang.

Menurut staf pengajar pada Fakultas MIPA Jurusan Farmasi, ISTN, ini tren obat palsu ke depan naik. Untuk itu LSM harus berteriak, dan harus ada pressure group yang menekan semua pihak. Selain itu, harus ada asosiasi yang menjadi tempat pasien mengadu. Produsen harus mau melihat ke lapangan.

Sementara konsumen atau masyarakat harus membeli obat di sumber-sumber resmi seperti apotek. Apotek yang ideal adalah apotek yang mencantumkan nama, nama apoteker, dan ada izin praktik.

Yang juga penting, pesan Weddy, jangan sampai memberikan resep dokter ke toko obat sebab toko obat berizin pun tidak menerima resep dokter. Selain itu, obat dengan logo merah pada kemasan hanya dijual di apotek. Sementara toko obat hanya boleh menjual obat dengan logo biru dan hijau.
Red: irf
Rep: Christina Purwatiningsih

Tiga Remaja 50 Hari Terapung di Laut

PASIFIK SELATAN
 Sabtu, 27 November 2010 | 11:23 WIB

 fijihoneymoon.com


SUVA, KOMPAS.com - Tiga remaja putra, yang selama 50 hari terapung-apung dalam sebuah perahu kecil di Pasifik Selatan, hari Jumat (26/11) berjalan di darat dengan kaki gemetar setelah mereka diselamatkan.

Ketiga remaja itu—Samuel Pelesa dan Filo-Filo, keduanya 15 tahun, serta Edward Nasau (14)— mengatakan kepada para penyelamat bahwa mereka bertahan hidup dengan air hujan yang mereka tampung, sejumlah kelapa, ikan mentah, dan seekor burung camar yang mendarat di perahu aluminium mereka yang panjangnya 3,5 meter.

Ketiganya berangkat tanggal 5 Oktober dari pulau asal mereka menuju ke sebuah pulau tetangga. Tidak diketahui bagaimana mereka menghilang, tetapi diduga mesin perahu mereka mengalami kerusakan di laut.

Para anggota keluarga yang khawatir melaporkan mereka hilang dan AU Selandia Baru melancarkan sebuah pencarian laut. Tidak ada tanda-tanda perahu kecil itu ditemukan dan desa berpenduduk 500 orang itu mengadakan upacara peringatan, tidak pernah berharap akan melihat anak-anak itu lagi.

Mereka diambil hari Rabu oleh sebuah kapal pukat ikan, kurang gizi, dehidrasi berat, dan terbakar matahari parah, tetapi selain itu baik-baik saja. Kelasi kelas satu kapal itu mengatakan, daerah mereka berada jauh dari rute pelayaran komersial normal.

Mereka hanyut 1.300 km dari tempat mereka berangkat—Tokelau, sekelompok atol karang sebelah utara Samoa yang merupakan wilayah Selandia Baru.

Sebuah kapal patroli AL Fiji bertemu dengan kapal pukat ikan itu hari Jumat dan mengawalnya memasuki pelabuhan ibu kotanya, Suva. Ketiganya ditemui oleh pejabat konsuler Selandia Baru dan dibawa ke sebuah rumah sakit untuk diperiksa.

Tai Fredricsen, kelasi kelas satu kapal itu, mengatakan, para awak melihat sebuah perahu kecil terombang-ambing di laut terbuka sebelah barat laut Fiji hari Rabu. Saat kapal mendekat untuk memeriksa, mereka melihat tiga orang melambai-lambaikan tangan dengan panik. ”Yang bisa mereka katakan adalah ’terima kasih karena mau berhenti’,” kata Fredricsen.

Ketiga remaja itu menceritakan hanya membawa dua kelapa saat berangkat. Selama terkatung-katung, mereka minum air hujan yang mereka tampung di perahu dan makan ikan yang mereka tangkap. Sekali, mereka menangkap seekor camar yang mendarat di perahu dan memakannya. (AP/DI)

Kompas Cetak
Sumber :
Editor: Egidius Patnistik

Masyarakat Baduy bukan Pelarian


WARGA suku Baduy luar mengangkut kebutuhan sehari-hari melintasi rumah adat di Kampung Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kec. Leuwidamar, Kab. Lebak, Banten, Rabu (8/4/2009). Masyarakat Baduy berpendapat, mereka merupakan keturunan pertama yang langsung diciptakan Tuhan di muka bumi bernama Adam Tunggal.* USEP USMAN NASRULLOH/"PR"


Suku Baduy tinggal di sekitar pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, yang merupakan tanah ulayat sesuai dengan Perda Kabupaten Lebak No. 32 /2001 tentang Perlindungan Atas Hak Tanah Ulayat Masyarakat Baduy. Luas total wilayahnya mencapai 5.136, 58 hektare.

Selama ini, sebagaimana suku lainnya, suku Baduy disebut suku terasing atau masyarakat pedalaman. Namun, istilah tersebut kini tidak relevan lagi karena dikonotasikan negatif sebagai masyarakat tertinggal, masyarakat terbelakang. Untuk menyebut komunitas semacam Baduy sekarang menggunakan istilah "masyarakat adat terpencil". Dengan demikian, walau menempati daerah pedalaman yang terpencil, tak mengurangi jati diri dan martabat mereka sebagai manusia.

Kendati dari segi istilah mengalami perubahan, suku Baduy masih menyisakan beberapa perbedaan persepsi, misalnya tentang asal-asul dan prinsip masyarakat Baduy. Persepsi yang beredar di kalangan masyarakat luar yang bukan Baduy berbeda dengan persepsi masyarakat Baduy sendiri.

Ada pendapat mengatakan, asal-usul masyarakat Baduy sebagai bagian dari Kerajaan Pajajaran. Masyarakat Banten yang dipimpin Raja Saka Domas (Pucuk Umun) sebagai pemeluk animisme. Tahun 1525, Maulana Hasanuddin mengislamkan Banten Utara secara berangsur-angsur, yang tidak masuk Islam mengungsi ke Parahiyangan atau Cibeo, Kanekes, Banten ( Rafiudin dalam Iskandar dkk, 2001). Masih ada beberapa versi lain tentang asal-usul masyarakat Baduy yang hampir sama.

Hal ini berbeda dengan pengakuan pemangku adat Baduy. Mereka berpendapat bahwa masyarakat Baduy merupakan keturunan langsung manusia pertama yang diciptakan Tuhan di muka bumi, bernama Adam Tunggal. Mereka meyakini suku-suku bangsa lain di dunia bagian atau keturunan lanjutan dari masa lalu mereka dengan tugas berbeda-beda. Tanah ulayat mereka diyakini pula sebagai inti jagat (Dr. Ahmad Sihabudin M.Si. dan Asep Kurnia, 2010). Keyakinan masyarakat Baduy tersebut persis seperti keyakinan masyarakat di sekitar Gunung Merapi. Seperti di desa Mbah Maridjan yang meyakini tanah mereka merupakan pusat kekuasaan di tanah Jawa.

Prinsip hidup
Asal-usul yang diyakini menjadi prinsip hidup masyarakat Baduy yang berlaku hingga kini. Di antara prinsip yang diyakini adalah carek-lisan-khabar (perintah, ucapan, dan berita) yang merupakan tugas kesukuan mereka (wiwitan). Sementara lawan dari ketiga kata itu adalah coret-tulisan-gambar yang merupakan tugas manusia modern di luar suku Baduy.

Sebagai implementasi carek-lisan-khabar, masyarakat Baduy tetap teguh menggunakan tradisi lisan atau bahasa tutur. Lebih jauh, masyarakat Baduy tak mau belajar di sekolah formal dengan alasan bisa merusak tatanan budaya mereka. Akan tetapi, terutama Baduy luar (penamping), banyak yang pandai baca-tulis.

Uniknya, seperti pengamatan penulis dan wawancara dengan beberapa penduduk di sana, cara mereka belajar, yaitu ketika misalnya membeli sabun atau rokok dihafal mereknya dan di rumah tulisan pada bungkusnya dipakai untuk belajar. (Penduduk Baduy luar hampir mirip masyarakat bukan Baduy, mandi dengan sabun, gosok gigi dengan pasta gigi, dan merokok). Atau, mereka belajar baca-tulis dengan membentuk kelompok belajar di rumah yang dipandu para sukarelawan.

Budaya masyarakat Baduy yang nonliterat dinilai sebagian kalangan sebagai bentuk strategi mereka dalam melestarikan prinsip hidup dan adat istiadat secara turun-menurun. Apa yang disampaikan oleh sesepuh berupa carek (perintah), lisan (ucapan), dan khabar (berita). Dengan demikian, asal-usul mereka pun sangat sulit dilacak, kemungkinan untuk menghindari kaji ulang atau dikritisi.

Masyarakat Baduy juga tidak mengikuti gaya hidup modern. Masyarakat Baduy luar sekalipun tak mau menggunakan listrik untuk penerangan. Mereka kukuh menggunakan lampu tempel. Di Kampung Ciboleger, perbatasan antara perkampungan Baduy dan perkampungan bukan Baduy, hanya dibedakan oleh bentuk rumah. Rumah baduy berdinding bilik bambu dan beratap rumbia, sedangkan yang lain berdinding tembok dan beratap genteng. Ketika malam tiba, perbedaan kian kontras karena soal listrik tadi.

Lawan carek, lisan, dan khabar adalah coret, tulisan, dan gambar. Tiga kata terakhir merupakan tugas kelompok manusia lain yang modern, yaitu meramaikan dunia. Yang pada perkembangan mutakhir, adanya berbagai alat elektronik dan komputerisasi. Ketiganya terpadu atau biasa disebut multimedia. Namun, kemajuan yang terus bergerak bukan tanpa risiko. Berbagai persoalan terus terjadi dan tak jarang menelan korban, termasuk manusia sendiri yang menjadi korbannya.

Bukan pelarian
Banyak literatur tentang asal-usul masyarakat adat terpencil. Seperti halnya Suku Tengger dan suku asing di sekitar pegunungan Bromo dan Pegunungan Ijen di Jawa Timur. Mereka diam di daerah pegunungan karena terdesak seiring runtuhnya Majapahit dan Blambangan.

Demikian halnya suku Baduy. Beberapa sejarah mengidentifikasi mereka ke daerah pegunungan Kendeng karena terdesak seiring runtuhnya Pajajaran setelah masuknya Islam di Banten. Namun, seperti diungkapkan di atas, suku Baduy menolak disebut pelarian setelah terdesak dari proses islamisasi di Banten Utara.

Terlepas pengakuan mana yang benar, terpenting adalah keberadaan masyarakat adat terpencil tidak selayaknya diusik. Keberadaannya sangat berarti bagi kelangsungan kosmologi. Diketahui, topografi Provinsi Banten terdiri atas empat kota dan empat kabupaten. Kota Serang, Tangerang, Tangerang Selatan, Cilegon, Kabupaten Serang, Tangerang, Lebak, dan Pandeglang. 

Dari wilayah tersebut, sebagian besar telah padat, berupa kawasan industri ataupun perumahan yang ekologinya sudah terganggu akibat pesatnya proses pembangunan. Tinggal dua daerah, Lebak dan Pandeglang yang relatif masih memiliki kawasan alami. Di Lebak, ada kawasan tanah ulayat masyarakat Baduy. Sementara di Pandeglang, ada kawasan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon.

Sangat naif jika Baduy, komunitas masyarakat adat terpencil yang menjaga keseimbangan alam dan keharmonisan sosial terus diusik dan dipolitisasi. Jika terus diusik, akan berakibat pada rusaknya lingkungan dan lunturnya keyakinan serta adat istiadat mereka sebagai bentuk kearifan lokal. Biarlah mereka bertahan bersama budaya tradisi carek, lisan, dan khabar. (Sumarno, pemerhati masalah sosial budaya, tinggal di Tangerang, Banten)*** 

 http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=165655

Menikmati Situ Kala Senja

Situ Wanayasa

 

 SITU Wanayasa yang berhawa sejuk, banyak dikunjungi pelancong dari berbagai daerah.* AAN MERDEKA PERMANA


BILA Anda melakukan perjalanan antara Purwakarta dan Subang, sebelum masuk ke Kota Kecamatan Wanayasa, akan melewati satu danau yang cukup luas. Danau itu dikenal dengan sebutan Situ Wanayasa.

Tempat ini semakin hari kian semakin banyak dikunjungi, baik oleh mereka yang sengaja melakukan kunjungan wisata, maupun yang secara kebetulan melakukan perjalanan Purwakarta-Subang. Danau asri ini memang tepat berada di sisi jalan provinsi sehingga siapa pun yang lewat pasti akan tergerak hatinya untuk sekadar beristirahat sejenak.

"Kan di sana banyak rumah makan yang menyediakan sajian khas seperti sate maranggi atau manisan pala," kata Mansyur (45) penduduk Karawang, yang sedang dalam perjalanan menuju Subang. Kedua jenis makanan ini memang khas terdapat di sepanjang jalan dari Purwakarta hingga Wanayasa. "Bahkan, manisan pala yang diramu seperti ini hanya ada di Wanayasa," tutur Mansyur. Memang, ada banyak jenis manisan pala, seperti yang ada di Bogor, Sukabumi atau Cianjur. Akan tetapi, manisan pala produksi Wanayasa rasanya sungguh amat manis sebab takaran gula putihnya cukup banyak sehingga terlihat kental, lalu cairan gula ini akan meresap ke dalam pori-pori buah pala.

Sate maranggi juga merupakan sajian khas wilayah Purwakarta dan Wanayasa. Bila pagi hari, di salah satu pasar tradisional di Wanayasa akan berderet jongko-jongko pedagang sate maranggi. Mereka melayani sesama pedagang di pasar yang sejak subuh sudah berkumpul di sana atau juga melayani para pengunjung pasar. 

Mulai subuh hingga pukul 8.00 WIB, suasana pasar akan dipenuhi "kabut asap sate" sebab di pagi hari banyak orang gemar sarapan sate maranggi. Karena sate maranggi sudah jadi ikon daerah Wanayasa maka tak aneh di setiap kelokan jalan di Wanayasa akan mudah didapat penjaja sate maranggi. 

Sebetulnya sate merupakan makanan yang tak asing, apakah itu dibuat dari daging sapi atau kambing. Hanya bedanya, sate maranggi sebelum dibakar sudah dilumuri bumbu-bumbu. "Dengan demikian, bila sudah masak, sebetulnya sudah tak perlu bumbu kacang atau kecap lagi sebab sudah terasa enak beraroma," tutur Totong, pedagang cuka tradisional. Sate maranggi bisa dimakan bersama nasi ketan, tetapi nasi timbel pun sudah disiapkan bila konsumen memerlukan.

Indahnya saat berkabut
Hari itu kala senja, serombongan pelaku perjalanan turun dari kendaraan jenis niaga, belasan jumlahnya. Mereka memasuki salah satu rumah makan sate maranggi dan memesan sate banyak-banyak. Mereka makan sate sambil menghadap ke hamparan Situ Wanayasa yang sedang berkabut tebal. Mungkin mereka juga ikut menyaksikan sepasang muda-mudi yang asyik masyuk di bawah pepohonan yang diselimuti kabut, walau tentu lebih berselera menekuni sajian sate maranggi di piring dengan asap tipis mengepul. Sate itu ditemani oleh sejumput sambal goang di piring kecil dan satu mangkuk kecap tradisional (bukan di botol) yang bercampur tomat hijau. Cara makannya pun unik, sate maranggi dicelupkan ke dalam kecap di mangkuk, lalu langsung masuk mulut. Sementara nasi timbel dimakan sesudah dicocolkan ke sambal goang. Mungkin akan terasa pedas, tetapi teh panas satu gelas sudah siap menolong menguasai keadaan.

Itulah sepenggal atraksi wisata kuliner di Situ Wanayasa, saat senja hari yang penuh kabut. Tidak selamanya senja di Wanayasa adalah senja berkabut. Namun, bila Anda datang senja hari saat Situ Wanayasa berkabut maka inilah panorama paling indah di objek wisata lokal ini.

Mari kita pesiar ke Situ Wanayasa di saat kabut membayang. (Aan Merdeka Permana)***

 

Wow.. Ada UN untuk Pemerintah?

Laporan wartawan Kompas.com M.Latief
Sabtu, 27 November 2010 | 08:02 WIB
 
 
 
KOMPAS/ALIF ICHWAN
 
 
JAKARTA, KOMPAS.com — Penyelenggaraan ujian nasional  harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik. UN bukan hanya persoalan siswa lulus atau tidak.

"Saya bukan anti-UN, tetapi kualitas pendidikan harus tetap ditingkatkan, standardisasi minimal juga harus diupayakan," ungkap sosiolog Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo, di Jakarta, Sabtu (27/11/2010).

Kamis lalu, ketika ditemui di sela-sela acara XL Indonesia Berprestasi Award 2010 di Jakarta, Imam mengatakan, masih banyak sekolah yang berada di bawah standar, terutama sarana dan prasarana pendidikan serta sumber daya pendidik atau guru.

"Masih bisa kita lihat banyak sekolah punya masalah kekurangan papan tulis, bangku yang rusak, atau kekurangan guru," kata Imam.

Dia menambahkan, jika siswa atau guru diharapkan mampu mengejar standar, alangkah baiknya pemerintah menyamakan standar kewajibannya, seperti memperbaiki fasilitas-fasilitas sekolah tersebut. Untuk itu, lanjut dia, seharusnya Komisi X DPR  bisa mendorong Kementerian Pendidikan Nasional untuk melakukan standardisasi terhadap sekolah-sekolah tersebut sebelum menggelar UN.

"Atau, buat saja misalnya UN untuk pemerintah, seperti ujian evaluasi infrastruktur nasional. Jika pemerintah tidak lulus, maka jangan terlalu ambisius menentukan standardisasi kelulusan siswa," tegas Imam.

Imam menambahkan, jika fasilitas minimal belum terpenuhi, pemerintah harusnya sadar untuk tidak menuntut standardisasi kelulusan terhadap siswa. Jika demikian yang terjadi, rasa keadilan akan tercipta. "Problemnya adalah banyak sekolah yang fasilitasnya tidak memenuhi standar. Itu saja," pungkas Imam.

Editor: Marcus Suprihadi