Rabu, 30 September 2015

Malam jahanam di hutan jati Jeglong

BBC

Pada siang nan terik di awal pekan kedua September, di salah-satu sudut hamparan hutan jati yang meranggas di pinggiran Kota Pati, Jateng, pria ringkih itu terlihat tenang ketika tangannya menunjuk sebuah gundukan tanah.
"Di sini, 10 orang dalam keadaan terikat, ditembak dari belakang, dan dimasukkan lubang."
Radimin, pria ringkih berusia 80 tahun itu, mengungkapkan kejadian horor itu yang dia saksikan pada sebuah malam kira-kira 50 tahun silam.
Dia kemudian melangkah beberapa meter ke arah timur, dan menunjuk sebuah gundukan tanah lainnya. Di dalamnya ada 15 jasad manusia, katanya.
BBC

"15 orang lainnya (dipaksa) lari-lari dari mobil, (dipaksa) masuk lubang. (Dan) ditembak di dalam lubang," ujarnya, datar.
Gundukan tanah, yang di atasnya tumbuh ilalang kering, adalah kuburan massal 25 orang yang dituduh simpatisan atau anggota Partai Komunis Indonesia, PKI - atau orang-orang yang cuma dikait-kaitkan.
Dari 10 lubang yang digali, 25 orang itu dikubur dalam tiga lubang terpisah. Tiga lubang lainnya dibiarkan menganga hingga sekarang, dan empat lubang lainnya ditanami pohon pisang oleh warga.

'Saya dipaksa melihat dari dekat'

Ketika saya datangi, lokasi pembantaian yang terletak di hutan Jegong, milik Perhutani, Desa Mantup, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, terlihat agak senyap.
Hanya terdengar suara nyaring Radimin dan suara gesekan sepatu dan rumput kering, serta sayup-sayup kicau burung di kejauhan.
Tapi di malam jahanam pada Desember 1965 lalu, Radimin dipaksa menyaksikan tindakan brutal -yang barangkali sulit dia lupakan seumur hidupnya.
BBC

Para pelaku pembantaian, menurutnya, adalah orang-orang dari "Pemuda Garuda Pancasila" yang disebutnya menggunakan senjata milik aparat kepolisian dan tentara.
"Saya dipaksa melihat dari dekat, nggak boleh jauh-jauh," ungkap petani yang tinggal di desa tidak jauh dari lokasi pembantaian.
Dari percakapan diantara para pelaku pembantaian, dia mendengar bahwa orang-orang naas itu -yang ditutup matanya- dianggap anggota atau simpatisan PKI.
"Orang-orang itu dicap jahat, PKI, pengkhianat, pokoke (pokoknya) dianggap mau menjatuhkan pemerintahan," tambahnya kepada saya, sesekali dengan menggunakan bahasa Jawa.

Mengenali satu korban

Tidak diketahui siapa-siapa yang jasadnya terkubur di hutan jati itu, tetapi salah-seorang korbannya diketahui oleh Radimin sebagai kenalannya.
"Orang itu bernama Jaiz. Radimin mengenalinya, karena secara tak sengaja penutup mata korban terbuka, ketika dia terjatuh setelah berupaya lari," kata Radimin, seperti ditirukan Supardi, eks tahanan politik Pulau Buru, salah-satu orang pertama yang mengungkap kuburan massal "Jegong".
BBC
Supardi, eks tapol pulau Buru, menuntut pemerintah membongkar kuburan massal korban '65. "Benarkah yang dikubur itu orang 'jelek'? Benarkah orang-orang yang dibunuh itu bersalah?"
Supardi, 75 tahun, juga mengaku mengenali sosok Jaiz yang disebutnya calon relawan yang hendak dikirim ke Kalimantan saat Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia pada 1964.
Lainnya? Supardi mengangkat bahu. Tidak tahu. "Semua itu rahasia, tertutup. Mereka belum pasti dari Pati. Mereka biasanya diambil malam hari. Istilahnya dibon," ungkapnya.
YPKP 1965 Pati
Para pegiat YPKP 1965 wilayah Pati berdoa di lokasi yang diyakini kuburan massal di Desa Grogolan, Kabupaten Pati. Warga setempat menyebut lokasi kuburan massal itu sebagai hutan "PKI-nan".

Menurutnya, pemerintah yang wajib mengungkap siapa yang dibunuh dan dikubur di hutan jati itu.
"Benarkah yang dikubur itu orang 'jelek'? Benarkah orang-orang yang dibunuh itu bersalah? Pemerintah harus mengungkap kebenarannya," kata Supardi.
Bersama organisasi Yayasan penelitian korban pembunuhan (YPKP) 1965/1966 cabang Pati, Supardi dan kawan-kawan sejak awal tahun 2000 telah melacak setidaknya ada delapan kuburan massal di wilayah Pati.

Komnas HAM turun ke Pati

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), ungkap Supardi, juga telah mendatangi lokasi kuburan massal tersebut sekitar tahun 2008.
"Termasuk telah mendengarkan kesaksian Pak Radimin dan Pak Karmain, saksi lain yang ikut mengubur korban pembantaian di hutan Jeglong," jelas seniman mantan anggota Lekra -organisasi kesenian dibawah PKI.
BBC Indonesia
Ketua Komnas HAM Nur Kholis mengatakan, pengungkapan kuburan massal merupakan salah-satu upaya pengungkapan kebenaran.

Komnas HAM memang telah melakukan penyelidikan kekerasan pasca 1965 yang menimpa orang-orang yang dituduh sebagai simpatisan atau anggota PKI.
Dalam kesimpulannya, mereka menyatakan ada pelanggaran HAM berat terhadap kasus-kasus kekerasan yang menimpa para simpatisan PKI.
Kepada Komnas HAM, YPKP Pati telah menuntut agar mereka mengungkap kebenaran di balik keberadaan kuburan massal di wilayah Pati tersebut.
"Apabila sudah ditemukan kebenaran, harap kuburan itu dibongkar dan tulang-tulangnya di kembalikan ke masyarakat," tandas Supardi.
Dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia, Ketua Komnas HAM Nur Kholis mengatakan pengungkapan kuburan massal merupakan salah-satu upaya pengungkapan kebenaran.
"Tetapi untuk melakukan itu diperlukan konsensus nasional dulu, kalau tidak upaya-upaya itu hanya akan menimbulkan masalah baru," kata Nur Kholis.

Kebenaran tetap terkubur?

Dia kemudian merujuk pada sejumlah kasus penolakan sebagian anggota masyarakat terhadap aktivitas atau diskusi yang dikaitkan dengan latar peristiwa 1965.
"Saat ini harus diakui, di lapangan, diskusi-diskusi itu (soal kekerasan pasca 1965) masih kadang-kadang dibubarkan," jelasnya.
Di Blitar, 13 tahun silam, upaya penggalian Gua Tikus, tempat kuburan massal simpatisan PKI juga ditolak oleh Bupati Blitar, karena alasan "meresahkan masyarakat".
YPKP 1965 Pati
Sejumlah pegiat YPKP 1965 wilayah Pati melakukan penyelidikan di lokasi yang diyakini sebagai kuburan massal di kawasan Perhutani HPH Brati, Desa Brati, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati.

Nur Kholis menganalisa, penolakan itu disebabkan adanya "distorsi informasi" yang berkembang masyarakat, bahwa seolah-seolah penyelidikan Komnas dalam kasus '65 itu akan berujung pada rehabilitasi PKI.
"Ini tidak menyangkut dengan ideologi. Misalnya presiden harus menyatakan penyesalan kepada partai tertentu (PKI), tidak. Dalam konteks korban-korban anak bangsa itulah, Presiden menyatakan penyesalannya," tandas Nur Kholis.
Pernyataan Nur Kholis itu, bagaimanapun, menyiratkan bahwa upaya pengungkapan kebenaran kasus kekerasan pasca 1965, termasuk pembongkaran kuburan massal, sepertinya bakal memakan waktu lama.
Upaya pencarian kebenaran yang dilakukan Supardi dan kawan-kawan, tampaknya, masih akan terkubur lama di bawah hutan jati Jeglong yang sepi itu.

Selasa, 29 September 2015

Inilah Foto-foto yang Membuktikan Air Mengalir di Mars Saat Ini

Selasa, 29 September 2015 | 11:41 WIB

NASA



Pola garis gelap sepanjang 100 meter di Kawah Horowitz yang menjadi petunjuk keberadaan air mengalir di Mars saat ini.



KOMPAS.com - Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengatakan bahwa air mengalir di Mars saat ini. Adakah buktinya? 

Jawabannya, ada di sejumlah foto yang dirilis di situs web NASA. Salah satu yang menunjukkan keberadaan air di Mars adalah foto Kawah Horowitz. Kawah itu memiliki pola garis gelap yang menuruni tebing atau Recurring Slope Lineae (RSL).

Foto tersebut dihasilkan dari hasil kerja kamera High Resolution Imaging Sciece Experiment (HiRiSE) pada wahana Mars Reconaissance Orbitter (MRO). 

Foto yang diambil pada 21 Oktober 2007 di lokasi dengan koordinat 32 derajat Lintang Selatan dan 141 derajat Bujur Timur itu kemudian diolah berdasarkan model peta tiga dimensi permukaan Mars. 

NASA

Pola garis gelap sepanjang 100 meter di Kawah Hale menjadi petunjuk adanya air yang mengalir di permukaan Mars pada musim panas, bercampur dengan garam. Warna biru bukan merupakan petunjuk air tetapi keberadaan mineral pyroxene.



Ada tiga citra RSL lain yang menjadi bukti adanya air mengalir di Mars, yaitu di kawah Hale dan Garni serta wilayah ekuatorial Mars yang disebut Coprates Chasma.  

Di Kawah Hale dan Choprates Phasma, pola garis gelap diperkirakan sepanjang 100 meter. Jadi, air diduga mengalir hingga jarak tersebut.

NASA

Pola garis gelap sepanjang beberapa ratus meter di tebing di Kawah Garni Mars menjadi bukti keberadaan air saat ini.


RSL menjadi bukti keberadaan air di Mars setelah baru-baru ini Lujendra Ojha dari Georgia Institute of Technology di Atlanta menganalisisnya dengan instrumen Compact Reconnaissance Imaging Spectrometer for Mars (CRISM).

Hasil analisis dengan instrumen itu menunjukkan bahwa kawah-kawah yang dipotret ternyata memiliki kandungan garam terhidrasi atau telah berinteraksi dengan air. 

Air dengan garam klorat dan perklorat mengalir saat Mars mengalami musim panas dengan suhu lebih dari -23 derajat celsius. Air bisa mengalir pada suhu tersebut karena titik cairnya menjadi jauh lebih rendah setelah bercampur dengan garam.

NASA

Ekuatorial Mars juga kaya air. Pola garis gelap di Coprates Phasma menunjukkannya.
Ilmuwan belum mengetahui sumber air di Mars. Namun, diduga air berasal dari lapisan akuifer, hasil kondensasi atmosfer, atau es di bawah permukaan. 

Alfred McEwen, pakar keplanetan di University of Arizona, mengatakan bahwa lokasi-lokasi dengan pola garis itu mungkin tempat yang memiliki kehidupan.

Sementara John Bridge, profesor ilmu keplanetan di University of Leicester, mengungkapkan, NASA bisa mencari sumber air dan menyelidiki eksistensi kehidupan di sana.

NASA

Citra lain Kawah Horowitz yang menunjukkan pola garis gelap, tanda adanya air mengalir.



Editor: Yunanto Wiji Utomo
SumberNASA