Kamis, 11 Juni 2009

Tujuh Puluh PTN/PTS Mundur

BANDUNG, (PR).-
Tujuh puluh perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia mengundurkan diri untuk tidak lagi menjadi pengawas Ujian Nasional (UN) sekolah menengah atas/madrasah aliah (SMA/MA) tahun depan. Mereka kecewa atas sikap pemerintah yang tidak menindaklanjuti setiap laporan indikasi kecurangan yang telah mereka rangkum.

Koordinator Pengawas UN SMA/MA Jawa Barat (Jabar) Yayat Achdiat menuturkan, hal tersebut mengemuka dalam pertemuan forum rektor yang dilaksanakan akhir Mei 2009. Melalui Universitas Negeri Surabaya yang merupakan Koordinator UN SMA/MA nasional, informasi tersebut disampaikan kepada dirinya.

"Jumlah itu bisa saja bertambah. Karena di Jabar saja, sudah ada tiga universitas yang juga menyatakan mengundurkan diri yaitu universitas di Cianjur, Sukabumi, dan Subang. Yang dari Cianjur sudah menyatakan secara resmi," katanya di Bandung, Rabu (10/6). Menurut dia, kecenderungan universitas di daerah mengundurkan diri lebih besar. Sebagai pengawas langsung, merekalah yang menyaksikan kejanggalan-kejanggalan pelaksanaan UN.

"Sejauh ini kami sebagai koordinator telah menyampaikan semua temuan dari semua pengawas ke pusat. Tapi ya begitu saja, belum ada tindak lanjut sehingga kami semua kecewa. Akan lebih baik apabila ketika pusat menerima laporan kami, pihak inspektorat turun ke lapangan. Jika laporan kami memang benar dan ada oknum, seharusnya pemerintah memberikan sanksi sesuai dengan kesalahan mereka," tuturnya.

Selain ketiadaan tindak lanjut dari pemerintah, Yayat menilai keterbatasan dana menjadi alasan lain pengunduran perguruan tinggi. Selama ini tidak hanya Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang mengeluhkan keterbatasan dana tersebut. Perguruan tinggi lain di Indonesia pun mempertanyakan hal yang sama.

Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Dinas Pendidikan Jabar Asep Hilman menuturkan, pengunduran diri tersebut bisa jadi karena selalu ada perbedaan pandangan antara kebiasaan komunitas kampus dengan tataran sekolah. "Ada parameter yang tidak bisa dikonversi di perguruan tinggi dalam waktu singkat. Kalau kami, sudah menyadari bahwa itulah potret yang terjadi di lapangan," ujarnya. (A-167)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar