Selasa, 10 Juni 2008

Berlomba di Pasar Dunia Maya


WIENA Rustanti, pemilik Tanaya Art, sedang memamerkan tas buatannya. Wiena memproduksi minimal 300 tas dalam sebulan dengan omzet mencapai Rp 36 juta dan keuntungan maksimal 30 persen.* YULISTYNE


"The internet is becoming the town square for the global village of tomorrow"

Barangkali kalimat yang diucapkan petinggi Microsoft, Bill Gates tersebut, menjadi salah satu alasan mengapa internet sudah menjadi sedemikian populer bagi masyarakat. Tak heran jika dalam hal bisnis, berpromosi lewat internet sudah banyak dilakukan, bahkan dengan jumlah situs yang tak terhitung.

Seperti yang dilakukan Leny Puspadewi. Berbasiskan situs yang diambil dari namanya, ia gencar melakukan promosi lewat internet. "Malah sebelum buka toko, saya lebih dulu bikin situs untuk promosi," ucap Leny yang juga berprofesi sebagai dosen di Unpad ini.

Menurut Leny, cara yang dilakukannya dengan memasarkan produk lewat internet memiliki banyak keunggulan. Kelebihan pasar dunia maya yang paling terlihat adalah dari segi biaya yang relatif lebih murah daripada membuka toko. "Kalau buka toko kan mesti bayar sewa, pemeliharaannya juga mahal," ucap ibu dua anak ini tersenyum.

Sejak tahun 2007, Leny mulai memasarkan barang seperti aksesoris dan aromaterapi. Ketika barang dagangannya laris manis, barulah Leny memulai memasarkan tas buatannya lewat internet. Namun, karena memiliki banyak kesulitan dalam pemeliharaan dan pembaruan situs, Leny mengaku kewalahan.

"Efektif atau tidaknya media seperti internet, tergantung pada manajemen dan marketer-nya, kalau internet harus rajin di-update, lalu rajin memanfaatkan iklan gratis, lalu kalau ada e-mail pesanan harus langsung direspons, waktu pengiriman juga harus tepat, pengemasan harus rapi jangan sampai merusak," kata Leny menjelaskan.

**

PENGGUNAAN media internet juga lebih dipilih Edwin Maidhanie dan Ika Yustika. Pasangan suami istri yang memutuskan untuk terjun dalam bisnis tas ini memasarkan produknya lewat internet sejak 5 tahun lalu.

"Saya memilih media internet sampai sekarang karena internet tidak memiliki batas jangkauan wilayah, sehingga daerah pemasaran lebih luas. Paling kendalanya cuma ongkos kirim. Selain itu, semua lancar," ucap Edwin.

Untuk ongkos kirim, Edwin menerapkan sistem tertentu, misalnya pada waktu pengiriman pertama ongkos ditanggung oleh pembeli namun setelah itu ditanggung olehnya selaku penjual.

Dengan pemasaran lewat internet, Edwin bisa menerima pesanan hingga 600 tas setiap bulan dengan jumlah minimal satu kali pemesanan sebanyak 20 tas. Produknya juga tidak hanya terbatas di daerah tertentu bahkan menjangkau beberapa daerah lain di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Untuk pangsa pasarnya sendiri, ia mengatakan di luar Jawa Barat, Yogyakarta, Aceh, dan Palembang merupakan pasar dengan jumlah pelanggan terbesar. Bahkan Edwin juga memiliki pasar hingga ke negeri jiran Malaysia.

Selain itu, dengan adanya penjualan melalui internet Edwin juga memberikan kesempatan bagi orang-orang di daerah untuk menjadi agen pemasarannya. Saat ini, ia telah memiliki 25 agen penjualan di seluruh Indonesia.

Untuk mengelola bisnis melalui dunia maya, Edwin mengingatkan bahwa hal terpenting adalah pemeliharaan situs. "Up-date situs itu paling utama, jadi pembeli tahu ada apa yang terbaru," ucapnya.

Karena menggunakan media tak terbatas tersebut, saat ini Edwin memiliki prospek permintaan dari Baltimore, Amerika Serikat. "Sudah ada yang minta dan saat ini sedang dalam proses penjajakan," ucapnya melanjutkan.

Banyaknya peluang dan manfaat yang didapat dengan berbisnis tas lewat internet bukan berarti semua dapat berjalan lancar tanpa kendala. Menurut Tuti Indriati dan Slamet Suprayogi yang memulai bisnis lewat internet sejak 2003 lalu, faktor kepercayaan menjadi kendala utama.

"Pada awalnya orang tidak percaya untuk kirim uang dulu ketika hendak membeli produk kami, jadi kami kirim barang terlebih dulu, baru pembeli membayar. Nah, terkadang saat pembayaran itu yang sulit karena terkadang ada yang lupa. Kalau sekarang kami menggunakan sistem 50-50 untuk pembelian grosir, jadi bayar setengah di muka, kemudian dilunasi ketika barang sudah sampai ke tujuan," ucap Slamet Suprayogi, atau biasa disebut Yogha.

Untuk barang eceran (retail), Yogha mengatakan bahwa 80% harus dibayar oleh pembeli, baru ketika barang sampai sisa pembayaran bisa dilunasi.

Ketika merintis bisnis, pelanggan pertama Yogha dan Tuti berasal dari keanggotaan salah satu milis (mailing list). Dari milis itulah, pembeli melakukan promosi secara lisan ataupun tidak lisan (forward) kepada pembeli yang lain. "Makanya kami tidak pasang iklan di media massa, cukup dengan internet sudah ampuh, soalnya 90% pesanan dari Jakarta, jadi memang pasar terbanyak, " ujar Yogha optimis.

Untuk itu, satu kunci yang ditekankan Yogha dan Tuti adalah mengenai kepercayaan. "Bisnis lewat internet juga merupakan bisnis kepercayaan dan untuk menumbuhkannya tidaklah mudah, harus tekun, penuh keuletan dan sabar," ucap Tuti. (Endah Asih/Yulistyne K.)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar