Rabu, 01 September 2010

Mengapa Anjing Suka Menggigit Anak Kecil?

Rabu, 1 September 2010 | 10:27 WIB

shutterstock

KOMPAS.com — Kecintaan pada binatang ternyata bisa membawa sial. Organsisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat, sedikitnya tiap tahun terdapat 12 juta kasus gigitan anjing. Menurut data, sepuluh dari penyebab umum kematian disebabkan oleh infeksi rabies dari gigitan anjing yang mematikan. Hal ini terutama terjadi di Afrika dan Asia.

Populasi yang paling banyak terinfeksi akibat gigitan adalah anak-anak dan pekerja di lahan pertanian. Dibandingkan orang dewasa, anak-anak ternyata sering menjadi sasaran utama gigitan anjing. Menurut penelitian, ternyata para anjing merasa teritorinya terancam oleh anak-anak.

Untuk melihat kaitan antara perilaku anjing yang suka menggigit dan anak-anak sebagai korban, para ahli menganalisis 111 kasus gigitan anjing. Sepertiga anjing yang suka menggigit pada umumnya melakukan hal itu karena merasa cemas. Misalnya, ia ditinggal oleh pemiliknya atau takut mendengar suara keras, seperti suara petir. Di lain pihak, anak-anak juga cenderung sering membuat suara ribut dan melakukan gerakan tak terduga yang akan membuat anjing yang sedang cemas itu semakin takut.

Perilaku tersebut tampak pada lebih dari 41 jenis anjing. Secara umum, terdapat penyebab perilaku agresif pada anjing, sebagai berikut:

- Anjing sering merasa terancam dan curiga mainan atau makanannya akan diambil oleh anak. Itu sebabnya mereka suka menggigit anak berusia di bawah 6 tahun.

- Anak berusia lebih besar yang digigit anjing biasanya terjadi jika anjing merasa teritorinya diganggu.

- Anjing yang sedang menjaga makanannya sering berperilaku agresif hingga mengigit anak majikannya.

- Sebaliknya, anak digigit anjing yang bukan peliharaannya karena anak itu dianggap melanggar teritorinya.

- Sebagian besar anjing yang suka menggigit ternyata juga punya gangguan kesehatan fisik, seperti penglihatan kabur, penyakit liver, ginjal, serta penyakit lain yang dipengaruhi oleh kulit dan tulang.

Penulis: AN | Editor: Lusia Kus Anna | Sumber : LiveScience

Tidak ada komentar:

Posting Komentar