Kamis, 07 Agustus 2008

Besar, Potensi Pasar Ekspor Angklung


PERAJIN membuat angklung di Saung Angklung Udjo (SAU), Jln. Padasuka Kota Bandung, beberapa waktu lalu. Permintaan pasar akan angklung cukup tinggi. Untuk pasar luar negeri saja, permintaan mencapai 15.000 buah angklung dan 500 unit angklung sedangkan potensi lokal bisa mencapai 90.000 unit.* ADE BAYU INDRA

ANGKLUNG sebagai simbol kesenian musik Sunda ternyata memiliki potensi untuk dijadikan produk industri, tidak hanya untuk pasar lokal tetapi juga ekspor. Apalagi permintaan produk ini sangat besar, untuk pasar luar negeri permintaan bisa mencapai 15.000 buah angklung dan 500 unit angklung. Sedangkan potensi lokal bisa mencapai lebih dari 90.000 unit, 12.000 unit di antaranya untuk Kota Bandung.

"Saat ini kami tidak mampu memenuhi permintaan itu, karena kami hanya bisa memproduksi 15.000 buah angkung setiap bulannya yang dipasarkan ke dalam negeri maupun luar negeri," tutur Direktur Operasional Saung Angklung Udjo, Satria Yanuar Akbar di Saung Angklung Udjo, Jln. Padasuka, Bandung, Selasa (5/8).

Menurut dia, produksi sebanyak itu dipenuhi oleh pelaku usaha mikro dari 11 kelompok UKM, yang masing-masing kelompoknya beranggotakan hingga 11 orang. Dari permintaan yang ada, sebenarnya bisa menumbuhkan perajin-perajin baru yang tentu saja akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. 

Disebutkan sentra perajin angklung yang sangat berpotensi untuk tumbuh terdapat di Ciamis dan Tasikmalaya. Meskipun dengan skala kecil tetapi kerajinan ini mampu mengontribusi lebih dari 5% dari seluruh produk kerajinan di Jabar. 

"Ini kecil sekali karena selama ini kerajinan angklung kurang mendapat perhatian dan tidak adanya sinergitas antara pihak-pihak terkait, seperti Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Perbankan, dan akademisi untuk turut memajukan industri angklung mengingat pasar masih terbuka lebar," ujarnya. 

Dari produksi rata-rata 15.000 per bulan yang kami produksi, mampu meraup pendapatan kurang lebih Rp 150 juta. "Dengan asumsi angklung yang kami jual per buahnya Rp 15.000,00. Belum lagi, harga satu set-nya (berisi 70 buah-red.). Untuk satu set kecil yang berisi 70 buah angklung, harganya mencapai Rp 1,2 juta," tuturnya. 

Sementara itu, satu set angklung yang dihargai Rp 2 juta - Rp 2,2 juta, berisi 80 hingga 90 buah angklung. Sedangkan, satu set besar angklung bisa mencapai Rp 4 juta yang terdiri atas 120 buah angklung. "Keuntungan bersih kami mencapai 20%-30% dari pendapatan yang kami peroleh," ujarnya menambahkan. 

**

MELIHAT potensi yang begitu besar, pihaknya sedang melakukan pembinaan kepada petani bambu. Harus diketahui bahwa tidak semua jenis bambu dapat digunakan sebagai bahan baku angklung. "Hanya bambu hitam dan putih, itu pun yang memiliki kadar air tertentu dan hidup dalam kondisi tertentu. Selama ini, dari yang kami ketahui bambu dari Sukabumi adalah yang sesuai untuk dijadikan angklung," kata Satria. 

Dikatakan, selama ini terdapat ganjalan yang cukup mengganggu dalam produksi angklung, terutama dalam hal ketiadaan standardisasi produk. Hal ini penting, sebab dalam memproduksi angklung terdapat dua fungsi sebagai suvenir dan alat musik. 

"Khusus sebagai alat musik, kita tidak mempunyai standardisasi produk dalam hal teknologinya, sehingga jaminan kepada konsumen tidak ada. Oleh karena itu, selain melakukan pembinaan terhadap petani bambu dari segi bahan baku, kami juga sedang memikirkan cara untuk mengembangkan dan menciptakan standardisasi produk," ungkapnya.

Hal lain, baik untuk musik atau suvenir, adalah soal hak paten yang harus kita usahakan. Hal ini ditujukan agar produk ini tidak diklaim oleh negara lain. Saat ini kita masih harus menapaki jalan yang panjang agar angklung dapat dipatenkan. 

"Yang berhak mematenkan angklung ini adalah negara. Sebagai kekayaan budaya bangsa angklung bisa dipatenkan melalui World Intellectual Property Organization (WIPO) yang berada di bawah United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Untuk mendorong hal tersebut, kami melakukan beberapa penelitian dan kajian yang nantinya bisa diajukan agar angklung ini dapat dipatenkan," ungkapnya. (Wilujeng Kharisma/ Lia Marlia)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar