Kamis, 07 Agustus 2008

Rempah-rempah Pengganti Insektisida

PENGGUNAAN bahan kimia sebagai insektisida di bidang pertanian sudah tak terhindarkan. Di satu sisi mendatangkan keuntungan yang besar pada hasil pertanian, tetapi kerugian akibat dampak negatif bahan kimia juga tak terhindarkan. Timbulnya berbagai macam penyakit pada manusia, pencemaran air, tanah dan udara, hingga rusaknya ekosistem, merupakan contoh dampak negatif yang dimaksud.

Konsep kembali ke alam coba ditawarkan seorang guru fisika SMA Terpadu Krida Nusantara Bandung, Asep Rahman Gunawan (29). Ia menghadirkan inovasi baru obat pemberantas hama sayur dan buah tanpa harus memakai bahan kimia. Menurut dia, pemakaian bahan kimia pada pestisida, urea, atau fungisida membawa dampak negatif bagi manusia. Dengan latar belakang inilah, Asep menciptakan cairan pemberantas hama yang dibuat sendiri menggunakan rempah-rempah yang mudah ditemui dan tidak membutuhkan biaya besar.

"Serangan hama menjadi salah satu faktor penghambat peningkatan produksi pertanian. Untuk mengendalikan hama sering digunakan insektisida kimia dengan dosis yang berlebih. Padahal akumulasi senyawa-senyawa kimia sangat berbahaya menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia," tutur Asep yang ditemui di SMAT Krida Nusantara Jln. Raya Cipadung Bandung, Senin (4/8) lalu.

Rempah-rempah yang digunakan untuk menghasilkan obat pembasmi hama di antaranya adalah kunyit, bawang putih, kencur, jahe, cabai rawit, dan lengkuas. Selain itu, Asep juga memakai jengkol dan petai untuk dicampur dengan rempah-rempah.

Kunyit (Curcuma domestica) mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid, terdiri atas kurkumin, desmetoksikomin, dan bis desmetoksikurkumin. Kencur (Kaempferia galanga) termasuk suku tumbuhan Zingiberaceae dan digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang punya daging paling lunak dan tidak berserat.

Bawang putih (Allium sativum) termasuk klasifikasi tumbuhan berumbi lapis. Bawang putih, selain digunakan untuk memasak, bermanfaat juga untuk pengobatan. Jahe merupakan tumbuhan herba menahun yang dapat tumbuh liar di ladang-ladang belukar tanah lembap dan memperoleh banyak sinar matahari. Batangnya tegak, berakar serabut dan berumbi dengan rimpang mendatar.

Fitokimia ekstrak etanol cabai telah diuji aktivitasnya sebagai antimikroba. Staphylococcus, aureus, bacillus subtilis, sarcina lura, dan Escherichia colli, serta terhadap fungi Candida albicans walaupun kandungan komposisinya bervariasi. Sedangkan, petai dan jengkol ternyata mengandung serat yang tertinggi, asam amino, vitamin, dan mineral. 

"Petai dan jengkol dipilih karena punya kandungan asam amino dan sulfur yang berfungsi membunuh dan menghambat pertumbuhan hama tanaman," ujar Asep.

Semua bahan dicampur dan melalui proses penggilingan sampai menjadi bubuk. Setelah proses penggilingan dan ekstraksi, seluruh bahan diramu menjadi satu dan difermentasi agar panas yang dihasilkan ramuan tidak mengganggu sistem imunitas tanaman. Selanjutnya bahan yang telah difermentasi, didinginkan satu minggu. 

Terakhir, hasil proses fermentasi dicampurkan dengan susu sapi murni dan ditambahkan sedikit air agar cukup encer untuk penyemprotan dengan perbandingan 1 : 2 : 5. Kemudian cairan dimasukkan ke alat semprot dan siap untuk disemprotkan sebagai pengganti insektisida atau pestisida.

Ramuan pemberantas hama yang dibuat Asep untuk lahan pertanian seluas 20 tumbak. Susu sapi murni yang digunakan hanya satu liter, sehingga biaya yang dikeluarkan hanya sekitar Rp 15.000,00-Rp 30.000,oo. Waktu yang diperlukan untuk membuat pembasmi hama ini hanya dua sampai tiga minggu, ini sudah termasuk proses fermentasi.

Komposisi setiap bahan disesuaikan dengan kebutuhan. Asep menjelaskan, yang harus sangat diperhatikan adalah pencampuran cabai pada ramuan. "Cabai mengandung minyak astiri yang panas. Kalau pemakaiannya berlebihan, malah menyebabkan tanaman mati," kata pria asal Garut ini.

Untuk menghasilkan komposisi yang tepat, Asep melakukan percobaan hampir empat bulan. Ia berkutat di laboratorium fisika dan menjadikan kebun sekolah sebagai laboratorium hidup. Ia mencoba hasil temuannya pada kebun sayur yang terdapat di lahan belakang SMAT Krida Nusantara. Bersama para siswa, ia menanam jagung, kacang panjang, cabai, mentimun, buncis, dan brokoli.

"Jika ramuan sudah jadi, baunya memang tidak enak, tetapi hasilnya terbukti efektif untuk membasmi hama sayuran dan buah. Sayuran yang di kebun sekolah hasilnya di luar dugaan, ukurannya lebih besar, dan tanahnya makin subur," ujar Asep yang dinobatkan sebagai pemenang harapan para Citi Success Fund (CSF) 2007 atas kreativitasnya ini .

Asep berharap inovasi ini dapat membantu masyarakat pertanian kembali ke bahan-bahan alami dan tidak bergantung lagi kepada bahan-bahan kimia. (Windy Eka Pramudya)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar