Minggu, 2 Maret 2014 | 08:04 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil mengatakan, tidak mungkin membiarkan pemerintah bekerja sendiri dalam mencapai suatu perubahan. Untuk itu, dibutuhkan peran serta seluruh masyarakat.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi "Reformasi Hibrida Reformis Horizontal" di Gedung Djakarta Theatre, Jakarta, Sabtu (1/3/2014).
"Dalam membangun Indonesia, membangun kota-kota, tidak bisa hanya mengharapkan dari pemerintah. Ada sebuah tulisan yang mengatakan, sehebat-hebatnya pemerintah, hanya sanggup membawa seperempat perubahan," kata pria yang akrab disapa Emil ini.
"Seperempat perubahan ada di kalangan pelaku bisnis. Maka, kadang-kadang ada pemerintah atau tidak ada, bisnis jalan terus dengan logikanya. Seperempat lagi adalah civil society movement. Ada ormas, komunitas. Dan seperempatnya lagi media," ujarnya.
Berangkat dari padangan tersebut, kata Emil, Pemerintah Kota Bandung mencoba untuk menjalankan program-program yang sifatnya kolaboratif, meliputi kolaborasi ke bawah, horizontal, dan ke atas.
Kolaborasi ke bawah, kata Emil, yakni memberdayakan komunitas-komunitas warga, dari tingkat rukun warga (RW), kelurahan, hingga kecamatan. "Kita kasih anggaran di RW, kelurahan, kecamatan dalam upaya berkolaborasi dengan masyarakat. Munculah para relawan biopori, relawan kedisiplinan, relawan pungut sampah, dan relawan-relawan lainnya," jelas Emil.
Sementara untuk kolaborasi horizontal, lanjutnya, yakni dengan menggandeng seluruh perguruan tinggi yang ada di Kota Kembang itu. Sedangkan kolaborasi ke atas dilakukan dengan mengadakan kerja sama dengan sejumlah perusahaan guna mengadakan program CSR.
"Perubahan akan berlangsung cepat jika kita menjadi mesin perubahan dari kota kita," tegas Emil.
Guna menyukseskan program-programnya tersebut, Emil mengaku banyak memanfaatkan jejaring sosial yang ada saat ini. Menurutnya, jejaring sosial adalah salah satu sarana yang paling ampuh untuk menjaring minat banyak orang.
Menurutnya, orang Indonesia itu suka ngerumpi. Dari jumlah penduduk sebanyak 240 juta, yang memiliki ponsel 250 juta orang. Jadi, kata Emil, Indonesia merupakan negeri yang ponselnya lebih banyak dari jumlah penduduk.
"Jadi, walaupun kita disebut negara berkembang, tapi kalau urusan terkoneksi dan tidak mau kehilangan informasi, kita juara," tukasnya.
Acara Reformasi Hibrida Reformis Hijau sendiri diprakarsai oleh mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal. Selain Emil, turut hadir sebagai pembicara, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anasj, Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi, Wali Kota Bogor terpilih Bima Arya, dan Wali Kota Makassar terpilih Muhammad Ramdhan Pamanto.
Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil
JAKARTA, KOMPAS.com - Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil mengatakan, tidak mungkin membiarkan pemerintah bekerja sendiri dalam mencapai suatu perubahan. Untuk itu, dibutuhkan peran serta seluruh masyarakat.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi "Reformasi Hibrida Reformis Horizontal" di Gedung Djakarta Theatre, Jakarta, Sabtu (1/3/2014).
"Dalam membangun Indonesia, membangun kota-kota, tidak bisa hanya mengharapkan dari pemerintah. Ada sebuah tulisan yang mengatakan, sehebat-hebatnya pemerintah, hanya sanggup membawa seperempat perubahan," kata pria yang akrab disapa Emil ini.
"Seperempat perubahan ada di kalangan pelaku bisnis. Maka, kadang-kadang ada pemerintah atau tidak ada, bisnis jalan terus dengan logikanya. Seperempat lagi adalah civil society movement. Ada ormas, komunitas. Dan seperempatnya lagi media," ujarnya.
Berangkat dari padangan tersebut, kata Emil, Pemerintah Kota Bandung mencoba untuk menjalankan program-program yang sifatnya kolaboratif, meliputi kolaborasi ke bawah, horizontal, dan ke atas.
Kolaborasi ke bawah, kata Emil, yakni memberdayakan komunitas-komunitas warga, dari tingkat rukun warga (RW), kelurahan, hingga kecamatan. "Kita kasih anggaran di RW, kelurahan, kecamatan dalam upaya berkolaborasi dengan masyarakat. Munculah para relawan biopori, relawan kedisiplinan, relawan pungut sampah, dan relawan-relawan lainnya," jelas Emil.
Sementara untuk kolaborasi horizontal, lanjutnya, yakni dengan menggandeng seluruh perguruan tinggi yang ada di Kota Kembang itu. Sedangkan kolaborasi ke atas dilakukan dengan mengadakan kerja sama dengan sejumlah perusahaan guna mengadakan program CSR.
"Perubahan akan berlangsung cepat jika kita menjadi mesin perubahan dari kota kita," tegas Emil.
Guna menyukseskan program-programnya tersebut, Emil mengaku banyak memanfaatkan jejaring sosial yang ada saat ini. Menurutnya, jejaring sosial adalah salah satu sarana yang paling ampuh untuk menjaring minat banyak orang.
Menurutnya, orang Indonesia itu suka ngerumpi. Dari jumlah penduduk sebanyak 240 juta, yang memiliki ponsel 250 juta orang. Jadi, kata Emil, Indonesia merupakan negeri yang ponselnya lebih banyak dari jumlah penduduk.
"Jadi, walaupun kita disebut negara berkembang, tapi kalau urusan terkoneksi dan tidak mau kehilangan informasi, kita juara," tukasnya.
Acara Reformasi Hibrida Reformis Hijau sendiri diprakarsai oleh mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal. Selain Emil, turut hadir sebagai pembicara, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anasj, Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi, Wali Kota Bogor terpilih Bima Arya, dan Wali Kota Makassar terpilih Muhammad Ramdhan Pamanto.
Penulis | : Alsadad Rudi |
Editor | : Farid Assifa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar