Penulis : Yunanto Wiji Utomo | Jumat, 30 November 2012 | 10:57 WIB
WASHINGTON, KOMPAS.com — Tim ilmuwan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan bahwa berdasarkan hasil observasi terbaru dengan wahana antariksa Messenger, Merkurius terbukti memiliki air dalam bentuk es.
"Data terbaru mengindikasikan adanya air dalam bentuk es di bagian kutub Merkurius, menyebar di area seluas Washington dan memiliki ketebalan lebih dari 3,2 km," kata David Lawrence, peneliti NASA yang turut andil dalam riset ini.
Temperatur Merkurius bisa mencapai 427 derajat celsius. Namun, di wilayah kutub utara yang karena kemiringan sumbu Merkurius tak mendapatkan sinar Matahari, temperatur tergolong rendah sehingga memungkinkan adanya es.
Es di kutub utara Merkurius terdapat mulai dari koordinat 85 derajat lintang utara Merkurius. Sementara lapisan es tipis bisa menyebar hingga koordinat 65 derajat lintang utara. Ilmuwan juga percaya bahwa kutub selatan Merkurius memiliki es, tetapi observasi belum dimungkinkan.
Adanya es di Merkurius telah diduga sejak tahun 1991. Saat itu, teleskop di Puerto Riko menemukan adanya bagian yang berwarna terang di kutub planet terdekat dari Matahari itu. Es juga kadang ditemukan di wilayah yang berdasarkan observasi tahun 1970-an merupakan kawah raksasa.
Citra Messenger terbaru mengonfirmasi bahwa bagian berwarna terang itu berada di wilayah dengan suhu rendah yang memungkinkan adanya es. Instrumen spektrometer netron pada Messenger menganalisis konsentrasi hidrogen, bagian dari air, dan menemukan bahwa air dalam bentuk es memang ada.
Studi mengungkap bahwa di wilayah yang paling dingin, lapisan air ada di atas. Namun, di wilayah yang lebih hangat di mana es dilapisi oleh material gelap (isolator panas) yang memiliki kadar hidrogen lebih rendah.
David Paige dari NASA yang juga terlibat di riset ini menyatakan, material gelap itu adalah kunci untuk memahami bagaimana air bisa sampai di Merkurius. Menurutnya, material gelap itu terdiri dari senyawa organik yang berasal dari komet ataupun asteroid yang menumbuk Merkurius.
Sea Solomon, pimpinan riset yang juga astronom di Lamont-Doherty Earth Observatory, Columbia University, mengatakan, "Lebih dari 20 tahun kami bertanya-tanya apakah planet terdekat dari Matahari memiliki es di kutubnya. Messenger memberikan jawaban pasti."
Namun, Solomon juga mengungkapkan bahwa Messenger memberikan pertanyaan baru. "Apakah material gelap di kutub sebagian besar terdiri atas senyawa organik? Apa reaksi kimia yang telah dialami material itu?"
"Adakah wilayah di Merkurius yang memiliki baik air dalam bentuk cair maupun senyawa organik? Hanya dengan penelitian lanjut tentang Merkurius kita bisa berharap mencapai kemajuan dalam menjawab pertanyaan itu," tambah Solomon seperti dikutip AFP, Kamis (29/11/2012).
Hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Science Express pada Kamis kemarin. Messenger telah meneliti Merkurius sejak tahun 2011. Pada tahun 2014 dan 2015, Messenger akan melayang lebih dekat di Merkurius sehingga memungkinkan observasi lebih detail.
NASA
Bagian berwarna merah adalah kutub utara Merkurius. Wahana Messenger membuktikan bahwa es ada di wilayah itu.
|
WASHINGTON, KOMPAS.com — Tim ilmuwan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan bahwa berdasarkan hasil observasi terbaru dengan wahana antariksa Messenger, Merkurius terbukti memiliki air dalam bentuk es.
"Data terbaru mengindikasikan adanya air dalam bentuk es di bagian kutub Merkurius, menyebar di area seluas Washington dan memiliki ketebalan lebih dari 3,2 km," kata David Lawrence, peneliti NASA yang turut andil dalam riset ini.
Temperatur Merkurius bisa mencapai 427 derajat celsius. Namun, di wilayah kutub utara yang karena kemiringan sumbu Merkurius tak mendapatkan sinar Matahari, temperatur tergolong rendah sehingga memungkinkan adanya es.
Es di kutub utara Merkurius terdapat mulai dari koordinat 85 derajat lintang utara Merkurius. Sementara lapisan es tipis bisa menyebar hingga koordinat 65 derajat lintang utara. Ilmuwan juga percaya bahwa kutub selatan Merkurius memiliki es, tetapi observasi belum dimungkinkan.
Adanya es di Merkurius telah diduga sejak tahun 1991. Saat itu, teleskop di Puerto Riko menemukan adanya bagian yang berwarna terang di kutub planet terdekat dari Matahari itu. Es juga kadang ditemukan di wilayah yang berdasarkan observasi tahun 1970-an merupakan kawah raksasa.
Citra Messenger terbaru mengonfirmasi bahwa bagian berwarna terang itu berada di wilayah dengan suhu rendah yang memungkinkan adanya es. Instrumen spektrometer netron pada Messenger menganalisis konsentrasi hidrogen, bagian dari air, dan menemukan bahwa air dalam bentuk es memang ada.
Studi mengungkap bahwa di wilayah yang paling dingin, lapisan air ada di atas. Namun, di wilayah yang lebih hangat di mana es dilapisi oleh material gelap (isolator panas) yang memiliki kadar hidrogen lebih rendah.
David Paige dari NASA yang juga terlibat di riset ini menyatakan, material gelap itu adalah kunci untuk memahami bagaimana air bisa sampai di Merkurius. Menurutnya, material gelap itu terdiri dari senyawa organik yang berasal dari komet ataupun asteroid yang menumbuk Merkurius.
Sea Solomon, pimpinan riset yang juga astronom di Lamont-Doherty Earth Observatory, Columbia University, mengatakan, "Lebih dari 20 tahun kami bertanya-tanya apakah planet terdekat dari Matahari memiliki es di kutubnya. Messenger memberikan jawaban pasti."
Namun, Solomon juga mengungkapkan bahwa Messenger memberikan pertanyaan baru. "Apakah material gelap di kutub sebagian besar terdiri atas senyawa organik? Apa reaksi kimia yang telah dialami material itu?"
"Adakah wilayah di Merkurius yang memiliki baik air dalam bentuk cair maupun senyawa organik? Hanya dengan penelitian lanjut tentang Merkurius kita bisa berharap mencapai kemajuan dalam menjawab pertanyaan itu," tambah Solomon seperti dikutip AFP, Kamis (29/11/2012).
Hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Science Express pada Kamis kemarin. Messenger telah meneliti Merkurius sejak tahun 2011. Pada tahun 2014 dan 2015, Messenger akan melayang lebih dekat di Merkurius sehingga memungkinkan observasi lebih detail.
Sumber :AFP
Editor :yunan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar