Sabtu, 01/10/2011 - 03:21
PRLM - JUMAT (22/9) pekan lalu, Edo (26) tergesa-gesa menyelesaikan pekerjaannya di sebuah kantor di Bandung. Aneka macam baju dan peralatan naik gunung terkemas rapi dalam tas ransel warna hitam yang ia simpan di kolong meja kerja. Tatkala jam kerja berakhir, bersama lima orang rekannya, Edo segera bergegas ke Terminal Leuwipanjang dan bertolak ke Pelabuhan Merak, Provinsi Banten menggunakan bus umum.
Di Merak, puluhan rekannya sesama backpacker sudah menunggu untuk bersama-sama menyeberangi Selat Sunda menuju Pelabuhan Bakauhuni menggunakan kapal laut. “Kami mau ke Gunung Krakatau,” ujarnya.
Bagi karyawan kantoran seperti Edo, perjalanan wisata murah di akhir pekan dengan gaya ala backpacker adalah sungguh menyenangkan. Selain murah, waktu yang dihabiskan tidak terlalu lama sehingga tidak menyita jatah cuti tahunan dari kantornya yang hanya diberikan tak lebih dari dua minggu per tahunnya. Tak ketinggalan, perjalanan seperti itu dapat mengakomodasi jiwa mudanya yang masih haus dengan agenda petualangan.
Di Merak, Edo segera berbaur dengan berbagai rekan yang baru dikenalnya pada saat itu. Mereka yang umumnya berusia muda kemudian saling berkenalan dan mengungkapkan jati diri seperlunya.
Salah satu peserta, Nia (32) adalah juga karyawan swasta yang bekerja di daerah industri Bekasi. Nia mengaku bergabung karena tahu dari teman. Sementara, yang lainnya ada yang mengaku tahu dari situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter.
Dengan merogoh uang sebesar Rp 395.000, Edo dan Nia sudah dapat menikmati perjalanan selama tiga hari dua malam ke Gunung Krakatau dan pulau-pulau sekitarnya. Selain naik gunung, agenda perjalanan yaitu menginap di Pulau Sebesi dan snorkeling (berenang menggunakan alat pelindung pengindra di dalam air laut sehingga dapat menikmati indahnya panorama terumbu karang dan ikan-ikan) di beberapa pulau lainnya.
Harga tersebut sudah termasuk ongkos kapal laut Merak-Bakauheuni, sewa penginapan sederhana di Pulau Sebesi, retribusi pendakian gunung dan cagar alam, sewa kapal motor nelayan, makan minum selama perjalanan, dan sewa alat snorkeling.
Aneka jurus menekan biaya perjalanan adalah ciri khas kaum backpacker. Segala macam cara dilakukan dari mulai berburu tiket murah, penginapan termurah, tempat makan murah, dan sebagainya yang diusahakan diatur dengan biaya terendah.
Umumnya, mereka melakukan perjalanan seorang diri karena di situlah letaknya seni perjalanan ala backpacker. Namun, tak selamanya perjalanan solo seperti itu berlangsung lancar dan memuaskan.
Misalnya, Edo harus merogoh uang Rp 3,5 juta untuk sewa kapal motor sederhana nelayan untuk berlayar ke Gunung Krakatau dan pulau-pulau lainnya di Selat Sunda jika ia melakukan perjalanan solo. Jika dilakukan bersama-sama, Edo dapat berbagi biaya sewa dengan teman-teman sesama backpacker lainnya untuk sewa kapal.
Koordinator perjalanan, Wahyu Fritz mengatakan bahwa perjalanan kali itu ke Gunung Krakatau cukup mendapat respon yang antusias dari para backpacker. Sebab, perjalanan tergolong komplit dari mulai naik gunung, snorkeling di laut, hingga santai di pantai. “Pesertanya sekarang tergolong kebanyakan, ada 44 orang. Biasanya kami batasi 25 orang saja,” ujarnya.
Sehari-hari, Fritz adalah karyawan bank swasta di Jakarta. Ia bersama isterinya, Frily, kerap menyelenggarakan perjalanan bersama ke pulau-pulau terpencil yang menarik bagi para petualang muda. “Pada dasarnya saya dan istri memang senang jalan-jalan, kemudian banyak teman yang meminta dikoordinir perjalanan, awalnya teman-teman yang sudah kenal saja, tapi kemudian sekarang meluas dari mulut ke mulut,” ujar Fritz yang sedang mengagendakan perjalanan berikutnya ke Pulau Belitung.
Menurut Yudi, pengelola komunitas Wisata Gaya, perjalanan ke pulau-pulau kecil dan terpencil Indonesia semakin ramai pada dua dan tiga tahun terakhir. Ia sendiri memulai aktivitasnya sebagai penyelenggara perjalanan sejak tiga tahun lalu ke Pulau Tidung di Kepulauan Seribu.
Awalnya, masyarakat luas hanya mengenal beberapa pulau saja di area Kepulauan Seribu yang menarik dikunjungi seperti Pulau Bidadari. Namun, pengelolaannya cenderung diperuntukkan bagi kelas atas karena tergolong mahal. Maklum, hanya hotel dan cottage mewah yang dibangun di pulau-pulau tersebut. Sementara, pulau-pulau lainnya yang dihuni penduduk tidak dapat menikmati cipratan rezeki dari sektor pariwisata.
Namun, setelah makin banyak pengunjung ke Pulau Tidung, membuat sektor pariwisata di pulau tersebut mulai menggeliat. Kuncinya, akses informasi, promosi, dan transportasi dibuat mudah dan terjangkau. Buktinya, sekarang Pulau Tidung dan beberapa pulau lainnya di gugusan Kepulauan Seribu menjadi semakin populer sebagai destinasi wisata lokal.
Baik Yudi maupun Fritz mengaku semakin mengagumi keindahan alam Indonesia sejak menekuni hobi perjalanan ke pulau-pulau kecil. Sayang, hal itu belum banyak diketahui orang Indonesia sendiri karena minimnya informasi, promosi, dan sulitnya akses transportasi.
Indonesia sebagai sebuah negeri dengan ribuan gugusan pulau sesungguhnya memang menawarkan pesona alam yang indah. Bagi sebagian besar anak-anak muda di kota besar seperti Jakarta dan Bandung yang terbiasa dengan kehidupan di darat, kadang kenyataan Indonesia sebagai negara kepulauan itu belum bisa dipahami kecuali jika sudah melakukan perjalanan ke pulau-pulau itu.
Oleh karena itu, kehadiran komunitas backpacker seperti ini turut membantu membuka akses promosi melakukan perjalanan ke pulau-pulau kecil di tanah air. (Lina Nursanty/”PRLM”/A-88)***
LINA NURSANTY/"PRLM"
PANORAMA Gunung Krakatau di Perairan Selat Sunda, Sabtu (23/9). Gunung Krakatau menjadi destinasi pariwisata lokal yang kian diminati para pendaki dan turis mancanegara. *
PRLM - JUMAT (22/9) pekan lalu, Edo (26) tergesa-gesa menyelesaikan pekerjaannya di sebuah kantor di Bandung. Aneka macam baju dan peralatan naik gunung terkemas rapi dalam tas ransel warna hitam yang ia simpan di kolong meja kerja. Tatkala jam kerja berakhir, bersama lima orang rekannya, Edo segera bergegas ke Terminal Leuwipanjang dan bertolak ke Pelabuhan Merak, Provinsi Banten menggunakan bus umum.
Di Merak, puluhan rekannya sesama backpacker sudah menunggu untuk bersama-sama menyeberangi Selat Sunda menuju Pelabuhan Bakauhuni menggunakan kapal laut. “Kami mau ke Gunung Krakatau,” ujarnya.
Bagi karyawan kantoran seperti Edo, perjalanan wisata murah di akhir pekan dengan gaya ala backpacker adalah sungguh menyenangkan. Selain murah, waktu yang dihabiskan tidak terlalu lama sehingga tidak menyita jatah cuti tahunan dari kantornya yang hanya diberikan tak lebih dari dua minggu per tahunnya. Tak ketinggalan, perjalanan seperti itu dapat mengakomodasi jiwa mudanya yang masih haus dengan agenda petualangan.
Di Merak, Edo segera berbaur dengan berbagai rekan yang baru dikenalnya pada saat itu. Mereka yang umumnya berusia muda kemudian saling berkenalan dan mengungkapkan jati diri seperlunya.
Salah satu peserta, Nia (32) adalah juga karyawan swasta yang bekerja di daerah industri Bekasi. Nia mengaku bergabung karena tahu dari teman. Sementara, yang lainnya ada yang mengaku tahu dari situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter.
Dengan merogoh uang sebesar Rp 395.000, Edo dan Nia sudah dapat menikmati perjalanan selama tiga hari dua malam ke Gunung Krakatau dan pulau-pulau sekitarnya. Selain naik gunung, agenda perjalanan yaitu menginap di Pulau Sebesi dan snorkeling (berenang menggunakan alat pelindung pengindra di dalam air laut sehingga dapat menikmati indahnya panorama terumbu karang dan ikan-ikan) di beberapa pulau lainnya.
Harga tersebut sudah termasuk ongkos kapal laut Merak-Bakauheuni, sewa penginapan sederhana di Pulau Sebesi, retribusi pendakian gunung dan cagar alam, sewa kapal motor nelayan, makan minum selama perjalanan, dan sewa alat snorkeling.
Aneka jurus menekan biaya perjalanan adalah ciri khas kaum backpacker. Segala macam cara dilakukan dari mulai berburu tiket murah, penginapan termurah, tempat makan murah, dan sebagainya yang diusahakan diatur dengan biaya terendah.
Umumnya, mereka melakukan perjalanan seorang diri karena di situlah letaknya seni perjalanan ala backpacker. Namun, tak selamanya perjalanan solo seperti itu berlangsung lancar dan memuaskan.
Misalnya, Edo harus merogoh uang Rp 3,5 juta untuk sewa kapal motor sederhana nelayan untuk berlayar ke Gunung Krakatau dan pulau-pulau lainnya di Selat Sunda jika ia melakukan perjalanan solo. Jika dilakukan bersama-sama, Edo dapat berbagi biaya sewa dengan teman-teman sesama backpacker lainnya untuk sewa kapal.
Koordinator perjalanan, Wahyu Fritz mengatakan bahwa perjalanan kali itu ke Gunung Krakatau cukup mendapat respon yang antusias dari para backpacker. Sebab, perjalanan tergolong komplit dari mulai naik gunung, snorkeling di laut, hingga santai di pantai. “Pesertanya sekarang tergolong kebanyakan, ada 44 orang. Biasanya kami batasi 25 orang saja,” ujarnya.
Sehari-hari, Fritz adalah karyawan bank swasta di Jakarta. Ia bersama isterinya, Frily, kerap menyelenggarakan perjalanan bersama ke pulau-pulau terpencil yang menarik bagi para petualang muda. “Pada dasarnya saya dan istri memang senang jalan-jalan, kemudian banyak teman yang meminta dikoordinir perjalanan, awalnya teman-teman yang sudah kenal saja, tapi kemudian sekarang meluas dari mulut ke mulut,” ujar Fritz yang sedang mengagendakan perjalanan berikutnya ke Pulau Belitung.
Menurut Yudi, pengelola komunitas Wisata Gaya, perjalanan ke pulau-pulau kecil dan terpencil Indonesia semakin ramai pada dua dan tiga tahun terakhir. Ia sendiri memulai aktivitasnya sebagai penyelenggara perjalanan sejak tiga tahun lalu ke Pulau Tidung di Kepulauan Seribu.
Awalnya, masyarakat luas hanya mengenal beberapa pulau saja di area Kepulauan Seribu yang menarik dikunjungi seperti Pulau Bidadari. Namun, pengelolaannya cenderung diperuntukkan bagi kelas atas karena tergolong mahal. Maklum, hanya hotel dan cottage mewah yang dibangun di pulau-pulau tersebut. Sementara, pulau-pulau lainnya yang dihuni penduduk tidak dapat menikmati cipratan rezeki dari sektor pariwisata.
Namun, setelah makin banyak pengunjung ke Pulau Tidung, membuat sektor pariwisata di pulau tersebut mulai menggeliat. Kuncinya, akses informasi, promosi, dan transportasi dibuat mudah dan terjangkau. Buktinya, sekarang Pulau Tidung dan beberapa pulau lainnya di gugusan Kepulauan Seribu menjadi semakin populer sebagai destinasi wisata lokal.
Baik Yudi maupun Fritz mengaku semakin mengagumi keindahan alam Indonesia sejak menekuni hobi perjalanan ke pulau-pulau kecil. Sayang, hal itu belum banyak diketahui orang Indonesia sendiri karena minimnya informasi, promosi, dan sulitnya akses transportasi.
Indonesia sebagai sebuah negeri dengan ribuan gugusan pulau sesungguhnya memang menawarkan pesona alam yang indah. Bagi sebagian besar anak-anak muda di kota besar seperti Jakarta dan Bandung yang terbiasa dengan kehidupan di darat, kadang kenyataan Indonesia sebagai negara kepulauan itu belum bisa dipahami kecuali jika sudah melakukan perjalanan ke pulau-pulau itu.
Oleh karena itu, kehadiran komunitas backpacker seperti ini turut membantu membuka akses promosi melakukan perjalanan ke pulau-pulau kecil di tanah air. (Lina Nursanty/”PRLM”/A-88)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar