Diwarnai Penolakan Mahasiswa di Beberapa Kota
JAKARTA, (PR).-
Diwarnai bentrokan antara mahasiswa dan pihak keamanan di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu (17/12), Rapat Paripurna DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadi UU. Mahasiswa menilai UU tersebut semakin mengomersialkan dunia pendidikan.
Penolakan atas disahkannya UU BHP juga terjadi di beberapa kota seperti Bandung, Solo, Semarang, dan Makassar. Para mahasiswa melakukan unjuk rasa yang menolak UU tersebut.
Dalam sidang yang dipimpin Muhaimin Iskandar, 10 fraksi menyatakan setuju terhadap pengesahan UU BHP. Namun, pengesahan UU tersebut tidak dihadiri Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo. Dari pihak pemerintah diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata.
UU BHP terdiri atas 69 pasal. Pasal yang dipermasalahkan yakni pasal 41 ayat 7 dan 8. Pada ayat 7 disebutkan, "peserta didik yang ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan harus menanggung biaya tersebut sesuai dengan kemampuan peserta didik, orang tua, atau pihak yang bertanggung jawab membiayainya".
Kemudian, ayat 8 berbunyi, "biaya penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud ayat 7, yang ditanggung oleh seluruh peserta didik dalam pendanaan pendidikan menengah berstandar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan pada Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP) atau Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD), paling banyak sepertiga dari biaya operasional".
Bentrok
Pengesahan UU BHP diwarnai bentrokan antara mahasiswa dengan pihak keamanan. Kira-kira 100 mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, yang menolak disahkannya UU BHP. Menurut mereka, dengan lahirnya UU tersebut, pemerintah meninggalkan tanggung jawabnya yang diamanatkan konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menurut para mahasiswa, dalam UU itu diatur peserta didik diwajibkan membayar 1/3 dari biaya operasional yang seharusnya ditanggung oleh institusi pendidikan. Selain itu, universitas favorit yang berbiaya operasional tinggi, akan menjadi dominasi anak orang kaya.
Sekitar 30 mahasiswa yang sempat masuk ke ruang paripurna DPR, sempat membuat repot anggota DPR dan pengamanan dalam (pamdal) DPR, karena mereka yang berada di balkon paripurna DPR RI itu berteriak dan meminta agar DPR menunda pengesahan RUU BHP menjadi UU. Sidang yang dipimpin oleh Muhaimin Iskandar itu kemudian diskors.
Seorang mahasiswi UI menyempatkan masuk dan terus berteriak agar DPR menunda pengesahan RUU BHP menjadi UU BHP. Keruan saja suasana sidang makin gaduh, meski kemudian pamdal mengamankan mahasiswi itu keluar ruang paripurna. DPR pun lalu tetap melanjutkan sidang dan mengesahkan RUU BHP itu menjadi UU.
Setelah dialog selama sekitar setengah jam dengan anggota DPR RI dan tidak ada titik temu, mereka pun terus berteriak menolak UU BHP tersebut. "Kami kecewa. Kami berjuang untuk rakyat. Karena itu, kita akan menempuh jalur advokasi atau kita lapor ke pendidikan tinggi (Dikti)," kata Ketua BEM UI Edwin Nafasa Noval.
Memihak mahasiswa
Ketua Panitia Kerja RUU BHP, Heri Akhmadi mengatakan, UU BHP bukan komersialisasi pendidikan. "Ini justru 100 persen memihak dan membantu para mahasiswa," katanya.
Menurut Heri, UU ini melarang lembaga pendidikan yang bersifat nirlaba, mengambil keuntungan. Bila terdapat sisa keuntungan operasional, harus diinvestasikan kembali ke sektor pendidikan.
Heri mencontohkan kasus di UI. Selama ini, kata dia, anggaran pendidikan di kampus itu 90 persen dipungut dari mahasiswa. "Sedangkan pemerintah hanya bertanggung jawab 10 persen," ujarnya.
Dikatakan, di masa mendatang praktik seperti di UI itu dilarang. "Universitas tidak boleh memungut biaya dari mahasiswa melebihi 33 persen biaya operasional," ucapnya.
Heri menambahkan, UU BHP menuntut transparansi pengelolaan anggaran, baik universitas negeri maupun swasta. Setelah terbit undang-undang ini, pengelola badan pendidikan wajib melaporkan anggarannya secara berkala ke majelis wali amanah dan kepada publik.
Ketua Komisi Pendidikan, Irwan Prayitno menegaskan, UU BHP sama sekali tidak memuat pasal yang meliberalkan dunia pendidikan. Justru pemerintah akan menanggung seluruh biaya pembangunan dan gaji dosen.
"Biaya investasi seperti biaya bangunan dan gaji dosen 100 persen ditanggung pemerintah," tutur Irwan kepada kelompok mahasiswa yang berunjuk rasa.
Memang sebagai badan hukum, ujar dia, perguruan tinggi punya hak menetapkan SPP yang harus dibayar oleh mahasiswa peserta didik. Tetapi, menurut Irwan, besaran pungutan dibatasi paling tinggi 1/3 dari biaya operasional institusi pendidikan bersangkutan. "Biaya operasional itu biaya listrik, air, spidol, semua yang habis pakai," tutur anggota FPKS itu menjelaskan. (A-109)***
tolong sebutkan pasal-pasal secara lengkap+ayat-ayatnya.trimksi.
BalasHapuskirim ke berlian_ugm@yahoo.co.id