KIS tak Henti Sosialisasikan Iket
Selasa, 27/12/2011 - 04:22
BANDUNG, (PRLM).- Dalam pandangan masyarakat modern, iket (ikat) kepala identik dengan asesoris ataupun menjadi bagian dari busana tradisi. Bahkan tidak sedikit masyarakat beranggapan kalau yang memakai iket adalah seorang jawara atau orang pintar (dukun).
“Padahal tidak demikian. Iket adalah bagian dari busana tradisional seperti halnya orang Sunda yang sangat identik bila menggunakan pangsi pasti memakai iket, jadi bukan hanya jawara atau orang pintar saja yang memakai iket,” ujar Agus Roche Efendi, pembina di Komunitas Iket Sunda (KIS) seusai memberikan makalah pada diskusi tentang iket Sunda di acara Pameran dan Diskusi Iket Sunda, bertempat di Museum Negeri Sri Baduga Bandung, yang berakhir Senin (26/12).
Diungkapkan Agus, upaya untuk mensosialisasikan iket Sunda yang dilakukan KIS dengan menggelar pameran secara rutin dan sejumlah kegiatan, semata-mata bukan hanya untuk memperlihatkan identitas kasundaan. “Salah besar kalau kami mengajak anak-anak sekarang menggunakan iket Sunda untuk menunjukan identitas kasundaan, inti dari kegiatan yang selama ini kami lakukan semata-mata untuk memperkenalkan generasi sekarang akan budaya dan nilai-nilai tradisi yang hingga kini masih relevan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Agus.
Sementara fungsi dari iketnya sendiri, menurut Agus, tidak jauh beda dengan busana pada umumnya, yaitu sebagai pelengkap. Di mana keberadaan iket bukan hanya sebagai penutup kepala, tetapi juga dapat digunakan sebagai pelindung mulut atau hidup saat berkendaraan, dan berfungsi sebagai sal atau penutup leher dikala dingin.
Pada acara yang diprakarsai KIS dan mendapat dukungan dari HU Pikiran Rakyat tersebut, selain memamerkan lebih dari 75 helai iket berbagai motif maupun usia serta diskusi, kegiatan juga diisi dengan teknik dan cara menggunakan iket serta aneka pegelaran seni Sunda buhun. “Meski masih banyak yang perlu kami perbaiki, tapi animo masyarakat, terutama kaum muda sangat tinggi, terutama pada kegiatan diskusi dan praktek,” ujar Irfan Alamsyah selaku ketua penyelenggara kegiatan.
Dikatakan Irfan, fihaknya tidak mengira kalau kegiatan yang diselenggarakan untuk pertamakali mendapat animo besar dari masyarakat. “Kami berterimakasih banyak kepada ‘PRLM” yang sudah memberikan dukungan, mudah-mudahan tahun depan bisa dilaksanakan lebih baik,” harap Irfan.
Tampil pada acara penutupan, kolaborasi kesenian bamboo. Selain alat musik karinding juga tampil permainan alat musik serunai, toleat, celempungan, angklung buhun dan lainnya. (A-87/das)***
Selasa, 27/12/2011 - 04:22
RETNO HY/"PRLM"
PENGUNJUNG melihat koleksi Iket di acara Pameran dan Diskusi Iket Sunda yang bertempat di Museum Negeri Sri Baduga Bandung, Senin (26/12).*
BANDUNG, (PRLM).- Dalam pandangan masyarakat modern, iket (ikat) kepala identik dengan asesoris ataupun menjadi bagian dari busana tradisi. Bahkan tidak sedikit masyarakat beranggapan kalau yang memakai iket adalah seorang jawara atau orang pintar (dukun).
“Padahal tidak demikian. Iket adalah bagian dari busana tradisional seperti halnya orang Sunda yang sangat identik bila menggunakan pangsi pasti memakai iket, jadi bukan hanya jawara atau orang pintar saja yang memakai iket,” ujar Agus Roche Efendi, pembina di Komunitas Iket Sunda (KIS) seusai memberikan makalah pada diskusi tentang iket Sunda di acara Pameran dan Diskusi Iket Sunda, bertempat di Museum Negeri Sri Baduga Bandung, yang berakhir Senin (26/12).
Diungkapkan Agus, upaya untuk mensosialisasikan iket Sunda yang dilakukan KIS dengan menggelar pameran secara rutin dan sejumlah kegiatan, semata-mata bukan hanya untuk memperlihatkan identitas kasundaan. “Salah besar kalau kami mengajak anak-anak sekarang menggunakan iket Sunda untuk menunjukan identitas kasundaan, inti dari kegiatan yang selama ini kami lakukan semata-mata untuk memperkenalkan generasi sekarang akan budaya dan nilai-nilai tradisi yang hingga kini masih relevan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Agus.
Sementara fungsi dari iketnya sendiri, menurut Agus, tidak jauh beda dengan busana pada umumnya, yaitu sebagai pelengkap. Di mana keberadaan iket bukan hanya sebagai penutup kepala, tetapi juga dapat digunakan sebagai pelindung mulut atau hidup saat berkendaraan, dan berfungsi sebagai sal atau penutup leher dikala dingin.
Pada acara yang diprakarsai KIS dan mendapat dukungan dari HU Pikiran Rakyat tersebut, selain memamerkan lebih dari 75 helai iket berbagai motif maupun usia serta diskusi, kegiatan juga diisi dengan teknik dan cara menggunakan iket serta aneka pegelaran seni Sunda buhun. “Meski masih banyak yang perlu kami perbaiki, tapi animo masyarakat, terutama kaum muda sangat tinggi, terutama pada kegiatan diskusi dan praktek,” ujar Irfan Alamsyah selaku ketua penyelenggara kegiatan.
Dikatakan Irfan, fihaknya tidak mengira kalau kegiatan yang diselenggarakan untuk pertamakali mendapat animo besar dari masyarakat. “Kami berterimakasih banyak kepada ‘PRLM” yang sudah memberikan dukungan, mudah-mudahan tahun depan bisa dilaksanakan lebih baik,” harap Irfan.
Tampil pada acara penutupan, kolaborasi kesenian bamboo. Selain alat musik karinding juga tampil permainan alat musik serunai, toleat, celempungan, angklung buhun dan lainnya. (A-87/das)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar