Kamis, 29 Desember 2011

Pinogu, Surga yang Terpencil

Daerah Terpencil (1)

Aris Prasetyo | Nasru Alam Aziz | Kamis, 29 Desember 2011 | 09:47 WIB



Kompas/Aris Prasetyo
Sebagian kecil rombongan dari Pemerintah Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, menembus hutan di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, menuju Pinogu, Jumat (23/12/2011). Pinogu adalah sebuah kecamatan di Bone Bolango yang berada di pedalaman.



GORONTALO, KOMPAS.com -- Pinogu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, yang terdiri dari empat desa, Pinogu, Bangiyo, Pinogu Permai, dan Dataran Hijau. Desa berpenduduk 2.040 jiwa ini berada di pedalaman hutan kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Semua tanaman pertanian dan perkebunan di tanah Pinogu tumbuh subur, tapi sayang tidak bisa dijual ke luar.

Letak Pinogu sebenarnya tidak terlalu jauh, yakni hanya sekitar 30 kilometer dari Desa Tulabulo, Kecamatan Suwawa Timur, yang menjadi satu-satunya pintu masuk menuju Pinogu. Ada tiga cara menuju Pinogu, yakni lewat udara dengan helikopter, berjalan kaki menembus hutan dan melewati lereng gunung, atau naik ojek dengan ongkos sekali jalan Rp 500.000. Bagi kebanyakan warga Pinogu, keluar dan kembali ke desa mereka hanya mungkin dilakukan dengan berjalan kaki.

Perlu fisik prima dan mental baja untuk berjalan kaki menuju Pinogu. Bagi yang belum terbiasa, perlu waktu 9-10 jam berjalan kaki ke Pinogu. Menembus hutan, menyeberangi anak sungai dan Sungai Bone, mendaki dan menyusuri lereng bukit, serta siap-siap digigit lintah di sepanjang perjalanan.

Akhir pekan lalu, Kompas berkesempatan berkunjung ke Pinogu berjalan kaki bersama sekitar 90-an pegawai dari berbagai dinas di Pemerintahan Kabupaten Bone Bolango. Berjalan kaki sejak Jumat (23/12/2011) pukul 07.45 Wita, tiba di Pinogu pada pukul 17.30. Sebagian anggota rombongan ada yang tiba pukul 21.00 dan bahkan ada yang tiba keesokan hari.

Setelah tiba di Pinogu, kentara sekali jika daerah tersebut amat subur dan serba hijau. Di sana-sini berbagai jenis tanaman perkebunan tumbuh segar, seperti kopi, kakao, kemiri, durian, jagung, serta hamparan sawah yang sebagian baru mulai ditanam.

"Semua jenis tanaman di Pinogu tidak menggunakan pupuk sama sekali sebab tanahnya sangat subur. Beras kami adalah beras organik. Sayangnya, kebanyakan hasil panen di sini tidak bisa dijual ke luar karena tingginya biaya angkut," ungkap Kepala Desa Pinogu Harun Maini.

***


Tarif Ojek Seharga Tiket Pesawat
Daerah Terpencil (2)

Aris Prasetyo | Nasru Alam Aziz | Kamis, 29 Desember 2011 | 10:02 WIB



Kompas/Aris Prasetyo
Tukang ojek yang mengantar penumpang menuju Kecamatan Pinogu, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, harus bersusah-payah menaklukkan medan yang berat, Minggu (25/12/2011). Dari desa terluar, yakni Desa Tulabulo, Kecamatan Suwawa Timur, memerlukan waktu hingga 10 jam menggunakan sepeda motor. Ongkos ojek mencapai Rp 500.000 sekali antar.



GORONTALO, KOMPAS.com -- Bisa jadi ongkos ojek ke Pinogu, sebuah kecamatan di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, adalah ongkos ojek termahal. Betapa tidak, dengan jarak sekitar 40 kilometer dari Desa Tulabulo, Kecamatan Suwawa Timur, yang menjadi satu-satunya pintu masuk menuju Pinogu, ongkosnya Rp 500.000 sekali jalan. Tarifnya sudah menyamai harga tiket pesawat dari Gorontalo ke Makassar (Sulawesi Selatan).

Sebenarnya, ada cara lain selain naik ojek menuju Pinogu, yaitu berjalan kaki. Jarak yang ditempuh juga lebih pendek 10 kilometer ketimbang jalur yang dilewati ojek. Hanya saja, berjalan kaki memerlukan ketahanan fisik yang prima serta mental yang kuat. Selain warga Pinogu yang hanya perlu 6 atau 7 jam saja, kebanyakan orang memerlukan waktu 9 hingga 10 jam berjalan kaki menuju Pinogu, termasuk Kompas yang berkunjung ke sana akhir pekan lalu.

"Jika musim hujan begini, ongkos ojek memang mahal. Sebab, kondisi jalan rusak berat penuh lumpur. Kalau musim kemarau, biasanya lebih murah, yaitu Rp 300.000 untuk sekali jalan," tutur Tamin (30), salah satu petani di Pinogu yang berprofesi sampingan sebagai tukang ojek.

Tingginya ongkos ojek di Pinogu saat musim hujan seperti sekarang turut mendongkrak harga bensin eceran. Seliter bensin di Pinogu saat ini seharga Rp 15.000. Untuk sekali jalan, ojek di Pinogu membawa jeriken berisi bensin lima liter. Artinya, mereka menghabiskan sembilan liter bensin seharga Rp 135.000. Harga bensin eceran di Desa Tulabulo adalah Rp 7.000 per liter.

Jadi, pulang pergi dari Pinogu sudah habis ongkos hampir Rp 200.000 hanya untuk bahan bakar. "Itu belum termasuk risiko rantai sepeda motor putus atau ban pecah di jalan. Hal-hal seperti itu biasa kami alami saat mengantar penumpang," ungkap Tamin.

Perlengkapan tukang ojek Pinogu memang serba ada. Selain kunci untuk membuka mur atau baut, mereka juga membawa pompa angin termasuk ban dalam sebagai cadangan jika sewaktu-waktu bocor.

"Warga di Pinogu sangat jarang naik ojek. Biasanya mereka berjalan kaki saat keluar atau kembali ke Pinogu. Umumnya, yang naik ojek adalah para tamu pejabat saja dan itu pun jarang-jarang," kata Tamin.

Waktu tempuh naik ojek dengan berjalan kaki dari dan menuju Pinogu sama saja dengan berjalan kaki, yakni sekitar 9 hingga 10 jam. Jika di musim kemarau, menuju Pinogu bisa memerlukan waktu sampai 6 jam saja dengan ojek.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar