Kamis, 05/07/2012 - 01:53
GULA
cakar untuk campuran minum kopi atau teh sebagai pengganti gula putih
atau gula merah. Belakangan produsen gula cakar semakin sedikit
seiringd engan semakin mahalnya harga gula putih dan bahan bakar*
MAJALENGKA, (PRLM).- Gula cakar mungkin tidak dikenal di daerah lain
dan hanya di kenal di Kabupaten Majalengka. Gulanya berwarna merah
berbentuk persegi ukurannya sekitar 3 cm X 4 Cm.
Gula tersebut terbuat dari gula putih dicampur soda atau jaman dulu dengan sabun beko yag berwarna kehitaman agar bisa mengembang, tak heran kalau gula ini berlubang namun lubang-lubangnya kecil, selain itu menggunakan jat pewarna yang pada umumya berwarna merah.
Gula ini biasa digunakan masyarakat Majalengka untuk menyeduh teh manis atau kopi tumbuk pahit, gulanya mudah larut hanya hitungan detik. Gula ini lebih banyak digunakan oleh masyarakat generasi tua atau masyarakat pinggiran yang fanatik akan gula untuk campuran minum teh dan kopi.
Namun bagi sebagian masyarakat juga ada yang sengaja memanfaatkan gula cakar ini untuk penyelenggaraan hajatan seperti yang dilakukan Ara warga Kelurahan Munjul dan Wawan warga Kelurahan Cijati. Mereka memilih gula cakar untuk para pekerjanya dengan alasan menggunakan gula tersebut lebih efektif dan efisien, karena ketika harus menyeduh kopi tinggal memasukkan satu gula ke dalam gelas kemudian dibanjur air, hanya dengan satu detik saja gula sudah larut.
Sebagian anak-anak ada yang sengaja memakan gula tersebut secara langsung dengan cara digigit sedikit demi sedikit karena gulanya sedikit keras.
Cara membuat gula cakar itu sendiri menurut beberapa pedagang adalah, gula putih kemudian di godok menggunakan zat pewarna makanan, kalau jaman dulu cianci. Saat menggodok dicampur dengan soda agar mengembang atau muncul pori-pori kasar. Jaman dulu untuk pengembangnya menggunakan sabun batangan seperti beko. Setelah itu dimasukkan ke loyang ukuran besar sekitar 1 m X 1 m atau ukuran lebih besar, kemudian dikerati saat masih hangat, jika tidak maka gula akan mengeras dan sulit dikerat.
Konsumen gulan cakar ini belakangan semakin terbatas di samping produsen gula inipun semakin sedikit terkait dengan semakin mahalnya harga gula dan bahan bakar, sehingga banyak produsen yang berhenti beroprasi.
Menurut keterangan Wawan, Nana, Usman dan Acim produsen gula cakar, dulu masyarakat yang memproduksi gula cakar di Majalengka cukup banyak. Di Majalengka Kulon saja lebih dari dua orang. Selain itu di Cibatu, Munjul, dan kelurahan Tonjong.
“Sekarang sih tinggal beberapa orang saja, paling di Tonjong, Cibatu, Munjul dan Majalengka, paling tidak lebih dari lima orang. Yang berjualan di psar juga jarang hanya pagi hari,” ungkap Wawan.
Tidak jelas siapa yang pertama kali membuat gula cakar tersebut, namun ada informasi yang menyebutkan orang pertama yang membuat gula cakar adalah Tong Teng di kelurahan Tonjong, setelah itu para pekerjanya mengembangkan usaha.
Wawan membuat gula cakar karena usaha turun temurun dari orang tuanya yang sudah membuat gulan cakar sejak tahun 1970 setelah bekerja di perusahaan gula cakar Tong Teng di Kelurahan Tonjong tahun 1965. (C-28/A-108)***
Gula tersebut terbuat dari gula putih dicampur soda atau jaman dulu dengan sabun beko yag berwarna kehitaman agar bisa mengembang, tak heran kalau gula ini berlubang namun lubang-lubangnya kecil, selain itu menggunakan jat pewarna yang pada umumya berwarna merah.
Gula ini biasa digunakan masyarakat Majalengka untuk menyeduh teh manis atau kopi tumbuk pahit, gulanya mudah larut hanya hitungan detik. Gula ini lebih banyak digunakan oleh masyarakat generasi tua atau masyarakat pinggiran yang fanatik akan gula untuk campuran minum teh dan kopi.
Namun bagi sebagian masyarakat juga ada yang sengaja memanfaatkan gula cakar ini untuk penyelenggaraan hajatan seperti yang dilakukan Ara warga Kelurahan Munjul dan Wawan warga Kelurahan Cijati. Mereka memilih gula cakar untuk para pekerjanya dengan alasan menggunakan gula tersebut lebih efektif dan efisien, karena ketika harus menyeduh kopi tinggal memasukkan satu gula ke dalam gelas kemudian dibanjur air, hanya dengan satu detik saja gula sudah larut.
Sebagian anak-anak ada yang sengaja memakan gula tersebut secara langsung dengan cara digigit sedikit demi sedikit karena gulanya sedikit keras.
Cara membuat gula cakar itu sendiri menurut beberapa pedagang adalah, gula putih kemudian di godok menggunakan zat pewarna makanan, kalau jaman dulu cianci. Saat menggodok dicampur dengan soda agar mengembang atau muncul pori-pori kasar. Jaman dulu untuk pengembangnya menggunakan sabun batangan seperti beko. Setelah itu dimasukkan ke loyang ukuran besar sekitar 1 m X 1 m atau ukuran lebih besar, kemudian dikerati saat masih hangat, jika tidak maka gula akan mengeras dan sulit dikerat.
Konsumen gulan cakar ini belakangan semakin terbatas di samping produsen gula inipun semakin sedikit terkait dengan semakin mahalnya harga gula dan bahan bakar, sehingga banyak produsen yang berhenti beroprasi.
Menurut keterangan Wawan, Nana, Usman dan Acim produsen gula cakar, dulu masyarakat yang memproduksi gula cakar di Majalengka cukup banyak. Di Majalengka Kulon saja lebih dari dua orang. Selain itu di Cibatu, Munjul, dan kelurahan Tonjong.
“Sekarang sih tinggal beberapa orang saja, paling di Tonjong, Cibatu, Munjul dan Majalengka, paling tidak lebih dari lima orang. Yang berjualan di psar juga jarang hanya pagi hari,” ungkap Wawan.
Tidak jelas siapa yang pertama kali membuat gula cakar tersebut, namun ada informasi yang menyebutkan orang pertama yang membuat gula cakar adalah Tong Teng di kelurahan Tonjong, setelah itu para pekerjanya mengembangkan usaha.
Wawan membuat gula cakar karena usaha turun temurun dari orang tuanya yang sudah membuat gulan cakar sejak tahun 1970 setelah bekerja di perusahaan gula cakar Tong Teng di Kelurahan Tonjong tahun 1965. (C-28/A-108)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar