Penulis : Riana Afifah | Rabu, 31 Oktober 2012 | 12:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Tentu ironis saat melihat kalangan generasi muda saat ini lebih antusias mempelajari bahasa asing daripada memperdalam bahasa Indonesia dan melestarikannya. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para tenaga pendidik untuk kembali menyulut semangat anak didiknya mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar dengan pergeseran paradigma yang digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia saat ini.
Dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (FIB UI), Untung Yuwono, mengatakan, telah terjadi perubahan paradigma pengajaran bahasa Indonesia saat ini. Dulu paradigma yang digunakan adalah paradigma struktural yang mengedepankan kaidah bahasa. Sementara saat ini paradigma yang digunakan adalah paradigma komunikatif .
“Paradigma komunikatif ini bertujuan untuk membuat pembelajar mengetahui benar bahasa yang dipelajari dengan segala variannya sehingga lebih difokuskan untuk berbahasa sesuai dengan situasi,” kata Untung yang juga bergabung sebagai anggota Departemen Linguistik FIB UI ini kepada Kompas.com, Selasa (30/10/2012).
Karena itu, tenaga pendidik dituntut memiliki semangat dan energi yang besar dalam mengajar bahasa Indonesia berbasis paradigma komunikatif ini. Selain itu, tenaga pendidik tentunya diharuskan kreatif dalam menyiapkan bahan ajar dan cara pengajaran yang menyenangkan sehingga para siswa dapat belajar bahasa tanpa merasa diajari dan digurui.
“Energi yang diperlukan guru untuk mengajar harus lebih besar karena ia harus memulai dengan banyak contoh atau ilustrasi, lalu siswa mencoba menyimpulkan pola-pola kebahasaan,” jelas Untung.
Dia memberikan contoh tenaga pendidik harus mulai kreatif menerapkan varian bahasa sesuai dengan situasi pemakaiannya untuk membiasakan anak-anak berbahasa dengan baik. Selanjutnya, cara-cara seperti memberikan tugas menulis, memahami bacaan, membuat drama pendek, membuat musikalisasi puisi, menciptakan permainan atau bercerita dengan menggunakan imajinasi dapat dilakukan untuk meningkatkan semangat belajar anak.
“Yang terpenting adalah mengoreksi, mengembalikan tugas dengan coretan-coretan dari guru, dan mengevaluasi tugas. Sekarang pertanyaannya, yang juga menjadi evaluasi diri bagi pengajar, apakah selalu semua tugas yang diberikan kepada siswa diperiksa oleh guru dengan detail, diterakan koreksian, dan didiskusikan?” tandasnya.
Simak berita dan opini tentang dinamika perkembangan bahasa Indonesia dalam topik "Bahasa dan Generasi Muda Indonesia"
M.LATIEF
Ilustrasi:
Pada kesempatan itu, Frans juga menuturkan, sekitar
77, 25 persen guru sekolah dasar (SD) di NTT juga tak layak menjadi guru
karena pendidikannya tidak memenuhi persyaratan.
JAKARTA, KOMPAS.com — Tentu ironis saat melihat kalangan generasi muda saat ini lebih antusias mempelajari bahasa asing daripada memperdalam bahasa Indonesia dan melestarikannya. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para tenaga pendidik untuk kembali menyulut semangat anak didiknya mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar dengan pergeseran paradigma yang digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia saat ini.
Dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (FIB UI), Untung Yuwono, mengatakan, telah terjadi perubahan paradigma pengajaran bahasa Indonesia saat ini. Dulu paradigma yang digunakan adalah paradigma struktural yang mengedepankan kaidah bahasa. Sementara saat ini paradigma yang digunakan adalah paradigma komunikatif .
“Paradigma komunikatif ini bertujuan untuk membuat pembelajar mengetahui benar bahasa yang dipelajari dengan segala variannya sehingga lebih difokuskan untuk berbahasa sesuai dengan situasi,” kata Untung yang juga bergabung sebagai anggota Departemen Linguistik FIB UI ini kepada Kompas.com, Selasa (30/10/2012).
Karena itu, tenaga pendidik dituntut memiliki semangat dan energi yang besar dalam mengajar bahasa Indonesia berbasis paradigma komunikatif ini. Selain itu, tenaga pendidik tentunya diharuskan kreatif dalam menyiapkan bahan ajar dan cara pengajaran yang menyenangkan sehingga para siswa dapat belajar bahasa tanpa merasa diajari dan digurui.
“Energi yang diperlukan guru untuk mengajar harus lebih besar karena ia harus memulai dengan banyak contoh atau ilustrasi, lalu siswa mencoba menyimpulkan pola-pola kebahasaan,” jelas Untung.
Dia memberikan contoh tenaga pendidik harus mulai kreatif menerapkan varian bahasa sesuai dengan situasi pemakaiannya untuk membiasakan anak-anak berbahasa dengan baik. Selanjutnya, cara-cara seperti memberikan tugas menulis, memahami bacaan, membuat drama pendek, membuat musikalisasi puisi, menciptakan permainan atau bercerita dengan menggunakan imajinasi dapat dilakukan untuk meningkatkan semangat belajar anak.
“Yang terpenting adalah mengoreksi, mengembalikan tugas dengan coretan-coretan dari guru, dan mengevaluasi tugas. Sekarang pertanyaannya, yang juga menjadi evaluasi diri bagi pengajar, apakah selalu semua tugas yang diberikan kepada siswa diperiksa oleh guru dengan detail, diterakan koreksian, dan didiskusikan?” tandasnya.
Simak berita dan opini tentang dinamika perkembangan bahasa Indonesia dalam topik "Bahasa dan Generasi Muda Indonesia"
Editor :Caroline Damanik