Jodhi Yudono | Sabtu, 21 April 2012 | 13:59 WIB
Oleh Denny Yuliansari
Tak mudah memang mencari rumah Drs. Suyadi atau yang lebih akrab disapa Pak Raden. Bagaimana tidak, rumahnya ada di gang sempit di daerah Petamburan, Slipi. Sungguh tak mencerminkan kebesaran nama Pak Raden yang melekat pada Suyadi, sang pencipta karakter Unyil yang terkenal ke seantero negeri, dan bertahan lebih dari dua dekade.
Rumah bernomor 27 di RT 003 RW 04 gelap dan kusam. Halamannya yang tidak seberapa dipenuhi kaleng cat dan sisa-sisa kayu untuk membuat boneka. Kesan penuh juga ada di ruang tamu. Berbagai lukisan berekamkan cerita-cerita pewayangan dan boneka-boneka ciptaan Suyadi si Pak Raden, memenuhi ruang itu.
Tumpukan buku menghiasi sudut rumah pria yang pernah menjadi pengajar seni ilustrasi di Institut Teknologi Bandung itu. Jauh dari karakter suaranya dulu yang memesankan seorang gagah nan angkuh bersuara besar, sosok asli Pak Raden kini jauh dari itu.
Tubuhnya sudah tidak lagi sekuat dulu. Umurnya sudah menginjak umur 80 pada 28 November nanti. Dia pun sakit-sakitan. "Saya jangan banyak diajak ngobrol ya," pintanya.
Meski sudah sepuh, Suyadi terus berkarya, mendongeng, seperti terlihat di ruang kerjanya yang masih dipenuhi beberapa lukisan yang sedang dikerjakannya. Semangatnya terpancar manakala dia bercerita mengenai tokoh favoritnya, Unyil dan kawan-kawannya.
Dia pun memulai cerita ketika Direktur PPFN saat itu, G Dwipayana, memiliki ide untuk memberikan tontonan anak berupa acara kartun demi mengimbangi film-film asing yang terlalu banyak mengisi televisi Indonesia. Namun saat itu, di era 1970-an, untuk membuat satu film kartun yang harus siara setiap minggu adalah sulit.
Suyadi lalu menggeser ide tontonan kartun menjadi tontonan boneka. Ide cemerlang itu diamini Pak Dipo, sapaan akrab Pak Raden untuk G Dwipayana. Bekerjasama dengan Kurnain Suhardiman yang membuat naskah dan ide cerita, Suyadi mendesains dan menciptakan karakter. Lahirlah Unyil. Ini adalah tokoh protagonis dari sepuluh karakter sentral pada acara boneka yang malai tayang tahun 1979 tersebut.
Tak dapat royalti
Lebih dari 30 tahun sejak Suyadi mencipta Unyil, hak cipta Unyil dan kawan-kawan dipegang PPFN melalui surat kontrak nomor 139/P.PFN/XII/1995. Suyadi sama sekali tidak mendapatkan royalti dari setiap penggunaan karakter dalam serial Unyil. Suyadi hanya dibayar mengisi suara Pak Raden.
Pak Raden ingin melakukan sesuatu untuk ciptaannya itu. "Sebelum meninggal saya ingin hak saya dikembalikan kepada saya," katanya dalam konferensi pers di kediamannya Kamis kemarin.
Dengan perjuangannya ini, dia berharap bisa menyadarkan para pegiat seni agar nasib seperti dialaminya tidak dirasakan penerusnya. Surat perjanjian bertandatangani tahun 1995 itu, menurut Pak Raden, memiliki jangka waktu kepemilikan hak cipta atas sebelas karakter dalam serial Unyil. Namun di surat perjanjian selanjutnya tidak lagi dicantumkan jangka waktu kepemilikan hak cipta.
Pak Raden pun tidak bisa berbuat apa-apa. Kini dia berjuang untuk hak cipta atas sebelas karakter Unyil tersebut kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan. Pertanyaannya, kenapa itu semua dilakukan sekarang? Dengan tenang Pak Raden menjawab karena dia tidak lagi muda. Tidak seperti dulu ketika masih punya banyak sumber penghasilan. Kini, disiksa oleh encoknya, sulit baginya untuk bekerja seperti dulu lagi. "Saya tidak lagi bisa loncat ke sana loncat ke sini lagi," jelasnya.
Kegiatan Pak Raden kini adalah taping dan memeriksakan kesehatannya di rumah sakit. Di rumah, Pak Raden menyelesaikan beberapa pesanan lukisan. Lukisan mengenai wayang orang yang menghiasi dinding ruang tamunya, tadinya ingin didedikasikan untuk sebuah pameran lukisan tunggal. Namun lukisan cerita tersebut tidak lagi diteruskannya.
"Tempat kosong itu tadinya ada lukisan, tapi sudah dibeli oleh Pak Alex Noerdin," katanya menunjuk salah satu ruang kosong di dindingnya.
Kini dia ditawari menggelar pameran lukisan bertemakan anak-anak sekaligus merayakan Hari Anak Nasional. Namun karena waktunya singkat, dia mengubah sedikit konsep acara yang rencananya dilaksanakan di Galeri Nasional menjadi pameran lukisan, drawing, dan sketch. "Kalau (mengadakan pameran) lukisan saya nggak sanggup...waktunya singkat," akunya.
Topik pameran lukisan mengakhiri pertemuan sore kemarin itu. Pak Raden mengeluh kecapekan. Kamis kemarin jadwal Pak Raden cukup padat. Pagi mengisi suara di stasiun televisi swasta, dilanjutkan mediasi di PPFN, dan konferensi pers di kediamannya. "Saya juga harus ngomong di reuni alumni ITB nanti," katanya seraya meminta undur diri.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Drs. Suyadi, lebih dikenal dengan nama Pak Raden yang juga pencipta karakter dalam film boneka Si Unyil, saat mengamen di depan wartawan di rumahnya di Kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, Sabtu (14/4/2012). Selain menyanyi Pak Raden juga menyampaikan uneg-uneg yang intinya berharap agar hak cipta tokoh-tokoh dalam Si Unyil kembali kepadanya. Acara itu juga diisi dengan penjualan aneka souvenir untuk membantu Pak Raden.
Oleh Denny Yuliansari
Tak mudah memang mencari rumah Drs. Suyadi atau yang lebih akrab disapa Pak Raden. Bagaimana tidak, rumahnya ada di gang sempit di daerah Petamburan, Slipi. Sungguh tak mencerminkan kebesaran nama Pak Raden yang melekat pada Suyadi, sang pencipta karakter Unyil yang terkenal ke seantero negeri, dan bertahan lebih dari dua dekade.
Rumah bernomor 27 di RT 003 RW 04 gelap dan kusam. Halamannya yang tidak seberapa dipenuhi kaleng cat dan sisa-sisa kayu untuk membuat boneka. Kesan penuh juga ada di ruang tamu. Berbagai lukisan berekamkan cerita-cerita pewayangan dan boneka-boneka ciptaan Suyadi si Pak Raden, memenuhi ruang itu.
Tumpukan buku menghiasi sudut rumah pria yang pernah menjadi pengajar seni ilustrasi di Institut Teknologi Bandung itu. Jauh dari karakter suaranya dulu yang memesankan seorang gagah nan angkuh bersuara besar, sosok asli Pak Raden kini jauh dari itu.
Tubuhnya sudah tidak lagi sekuat dulu. Umurnya sudah menginjak umur 80 pada 28 November nanti. Dia pun sakit-sakitan. "Saya jangan banyak diajak ngobrol ya," pintanya.
Meski sudah sepuh, Suyadi terus berkarya, mendongeng, seperti terlihat di ruang kerjanya yang masih dipenuhi beberapa lukisan yang sedang dikerjakannya. Semangatnya terpancar manakala dia bercerita mengenai tokoh favoritnya, Unyil dan kawan-kawannya.
Dia pun memulai cerita ketika Direktur PPFN saat itu, G Dwipayana, memiliki ide untuk memberikan tontonan anak berupa acara kartun demi mengimbangi film-film asing yang terlalu banyak mengisi televisi Indonesia. Namun saat itu, di era 1970-an, untuk membuat satu film kartun yang harus siara setiap minggu adalah sulit.
Suyadi lalu menggeser ide tontonan kartun menjadi tontonan boneka. Ide cemerlang itu diamini Pak Dipo, sapaan akrab Pak Raden untuk G Dwipayana. Bekerjasama dengan Kurnain Suhardiman yang membuat naskah dan ide cerita, Suyadi mendesains dan menciptakan karakter. Lahirlah Unyil. Ini adalah tokoh protagonis dari sepuluh karakter sentral pada acara boneka yang malai tayang tahun 1979 tersebut.
Tak dapat royalti
Lebih dari 30 tahun sejak Suyadi mencipta Unyil, hak cipta Unyil dan kawan-kawan dipegang PPFN melalui surat kontrak nomor 139/P.PFN/XII/1995. Suyadi sama sekali tidak mendapatkan royalti dari setiap penggunaan karakter dalam serial Unyil. Suyadi hanya dibayar mengisi suara Pak Raden.
Pak Raden ingin melakukan sesuatu untuk ciptaannya itu. "Sebelum meninggal saya ingin hak saya dikembalikan kepada saya," katanya dalam konferensi pers di kediamannya Kamis kemarin.
Dengan perjuangannya ini, dia berharap bisa menyadarkan para pegiat seni agar nasib seperti dialaminya tidak dirasakan penerusnya. Surat perjanjian bertandatangani tahun 1995 itu, menurut Pak Raden, memiliki jangka waktu kepemilikan hak cipta atas sebelas karakter dalam serial Unyil. Namun di surat perjanjian selanjutnya tidak lagi dicantumkan jangka waktu kepemilikan hak cipta.
Pak Raden pun tidak bisa berbuat apa-apa. Kini dia berjuang untuk hak cipta atas sebelas karakter Unyil tersebut kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan. Pertanyaannya, kenapa itu semua dilakukan sekarang? Dengan tenang Pak Raden menjawab karena dia tidak lagi muda. Tidak seperti dulu ketika masih punya banyak sumber penghasilan. Kini, disiksa oleh encoknya, sulit baginya untuk bekerja seperti dulu lagi. "Saya tidak lagi bisa loncat ke sana loncat ke sini lagi," jelasnya.
Kegiatan Pak Raden kini adalah taping dan memeriksakan kesehatannya di rumah sakit. Di rumah, Pak Raden menyelesaikan beberapa pesanan lukisan. Lukisan mengenai wayang orang yang menghiasi dinding ruang tamunya, tadinya ingin didedikasikan untuk sebuah pameran lukisan tunggal. Namun lukisan cerita tersebut tidak lagi diteruskannya.
"Tempat kosong itu tadinya ada lukisan, tapi sudah dibeli oleh Pak Alex Noerdin," katanya menunjuk salah satu ruang kosong di dindingnya.
Kini dia ditawari menggelar pameran lukisan bertemakan anak-anak sekaligus merayakan Hari Anak Nasional. Namun karena waktunya singkat, dia mengubah sedikit konsep acara yang rencananya dilaksanakan di Galeri Nasional menjadi pameran lukisan, drawing, dan sketch. "Kalau (mengadakan pameran) lukisan saya nggak sanggup...waktunya singkat," akunya.
Topik pameran lukisan mengakhiri pertemuan sore kemarin itu. Pak Raden mengeluh kecapekan. Kamis kemarin jadwal Pak Raden cukup padat. Pagi mengisi suara di stasiun televisi swasta, dilanjutkan mediasi di PPFN, dan konferensi pers di kediamannya. "Saya juga harus ngomong di reuni alumni ITB nanti," katanya seraya meminta undur diri.
Sumber :
ANT