Kamis, 13 November 2008

"Di Sini Kami Menghargai Perbedaan"


SUASANA belajar di SMK Balai Perguruan Putri, Jln. Kartini Bandung. SMK BPP merupakan salah satu sekolah inklusif yang menerapkan pola pembelajaran menggabungkan siswa normal dengan siswa ABK (anak berkebutuhan khusus).* NURYANI/"PR"

"TUJUH belas Mei 1982. Hari apa itu?" ujar seorang guru bertanya.


Dengan lantang siswa kelas X SMK Balai Perguruan Putri Kota Bandung bernama Mamo menjawab, "Senin."

Seorang lainnya bertanya kembali. "Hari apakah 6 Mei 1980?" Tak lebih dari 10 detik, Mamo kemudian menjawab, "Selasa."

Ya, Mamo memang bukan anak biasa. Dia memiliki kemampuan lebih dalam hal hitung-menghitung. Namun di balik kelebihannya ini, ada hal lain yang membuatnya berbeda dengan siswa lain di SMK yang terletak di Jln. Kartini Kota Bandung tersebut. Mamo adalah salah satu dari sekian anak berkebutuhan khusus (ABK) yang bersekolah di satu-satunya SMK yang membuka layanan inklusif di Kota Bandung.

Bersama kurang lebih 30 ABK lainnya, Mamo bergabung dengan siswa normal lainnya yang juga bersekolah di SMK dengan keahlian tata boga dan tata busana tersebut. "Saya bisa masak. Semua bisa, ayam goreng, nasi goreng, apa pun. Rasanya juga enak lho," ucapnya memamerkan kemampuan memasaknya.

Lain Mamo, lain pula dengan Jakaria. Siswa kelas XI SMK BPP ini lebih suka berbincang berbagai hal dengan siapa pun, termasuk gurunya. Pada waktu belajar di kelas, terkadang kegiatan belajar harus terhenti sejenak manakala Jaka, begitu dia biasa disapa, ingin ngobrol dengan gurunya. "Saya ini autis. Autis asperger," ujar Jaka yang menginjak usia 17 tahun. Menurut situs wikipedia, asperger adalah satu gejala autisme di mana para penderitanya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya sehingga kurang begitu diterima.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Uus Rusmansyah mengatakan, di SMK BPP, bukan hanya siswa autis seperti Jaka dan Mamo yang terdaftar, melainkan ABK lainnya seperti siswa tunagrahita, tunadaksa, tunarungu, atau tunawicara juga ada yang bersekolah di SMK BPP. "Kelasnya kita satukan dengan siswa normal walaupun terkadang sulit untuk mengatur siswa ABK ini. Apalagi, guru-guru di sini adalah guru-guru umum dan tidak ada pendamping khusus untuk anak-anak ini. Akan tetapi, kami ingin anak-anak ini bisa bersosialisasi dengan siswa lainnya," katanya.

Uus menjelaskan, kesulitan terutama ketika menghadapi siswa ABK yang sulit untuk diperintah dan mengikuti proses pembelajaran dengan tenang. Bahkan tidak jarang, terjadi sedikit kekacauan terutama ketika pelajaran praktik diberikan.

"Di kelas misalnya, kalau si anak ingin pulang atau keluar, ya dia akan keluar. Bahkan, ketika praktik memasak, pernah ada anak yang terluka karena siswa ABK ini menodong-nodongkan pisau kepada temannya. Sekarang khusus untuk praktik kita pisahkan. Selain itu, mereka juga terus diawasi oleh gurunya," ucapnya.

Meski punya kelemahan, Uus mengatakan, tidak sedikit dari para lulusannya yang berkategori ABK berhasil meraih kesuksesan dan mampu melanjutkan studinya sampai ke perguruan tinggi. Salah satu siswanya bahkan pernah dikirim ke Paris Prancis karena keahliannya dalam mendesain pakaian. "Jaka misalnya, dia lihai sekali soal komputer, membuat program atau mendesain blog. Terkadang untuk ujian atau ulangan, dia selalu minta dikirim via e-mail. Kalau disuruh untuk menulis lebih sulit karena dia tidak suka menulis," tuturnya. (Nuryani/"PR")***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar