Sabtu, 01 November 2008

"Saudara Tua" Beri Kami Shinkansen...


Kompas/Haryo Damardono / Kompas Images 
Beberapa pegawai PT Industri Kereta Api (Inka) memasang bogie kereta rel diesel hidrolik, Rabu (15/10) di pabrik PT Inka di Madiun, Jawa Timur. Tahun ini, PT Inka menerima pesanan dua rangkaian kereta rel diesel hidrolik berkecepatan maksimal 100 kilometer per jam.


Oleh HARYO DAMARDONO

Hari ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan membuka Indonesia Jepang Expo 2008 yang diselenggarakan Kompas-Nikkei. Di salah satu sudut ekspo, ditampilkan simulator tiga dimensi kereta peluru Shinkansen yang beroperasi di Jepang sejak Oktober 1964. Mungkinkah Indonesia mengoperasikan Shinkansen?


Pada 10 Agustus 1867, satu rangkaian kereta api berangkat dari Stasiun Semarang Kemijen menuju Tanggung sejauh 25 kilometer. Dioperasikan Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij, itulah kereta api (KA) pertama di Indonesia.

Lima tahun kemudian, Oktober 1872, barulah KA pertama beroperasi di Jepang, antara Tokyo dan Yokohama. Jadi, pemerintah kolonial Hindia Belanda mengungguli Kerajaan Jepang dalam pembangunan KA.

Hindia Belanda juga lebih cepat membangun trem listrik. Tahun 1899, Batavia Electrische Tram Maatschappij telah mengoperasikan trem listrik, sedangkan di Tokyo trem listrik baru ada tahun 1903.

Namun, Oktober 1964, Jepang ”meninggalkan” Indonesia dengan mengoperasikan kereta peluru Tokaido Shinkansen. KA itu melaju antara Tokyo dan Shin Osaka (515 km) berkecepatan 270 km per jam.

Teknologi berkembang. Bila tahun 1964, Tokyo-Shin Osaka ditempuh dalam 4 jam, kini 2 jam 30 menit. Bila tahun 1964, beroperasi 60 kereta per hari, tahun 2007 dijalankan 301 kereta per hari.

Tiap hari, Tokaido Shinkansen mengangkut 375.000 penumpang, lebih banyak 100.000 penumpang dari KA Jabotabek. Tokaido Shinkansen pun telah mengangkut 4,5 miliar orang, lebih banyak dari akumulasi penumpang KA supercepat di seluruh dunia.

Shinkansen memang mumpuni. Hasil riset Japan Railway Central memamerkan keunggulan Tokaido Shinkansen untuk jarak di bawah 750 km, dibandingkan dengan pesawat. Karena Jakarta-Surabaya berjarak 683 km, kiranya Shinkansen juga lebih unggul.

Contohnya, apabila lama perjalanan Shinkansen dari Tokyo-Osaka (552,6 km) adalah 2 jam 25 menit, ternyata total perjalanan pesawat adalah 2 jam 30 menit. Terbang dari Tokyo-Osaka memang hanya satu jam, tetapi dari pusat kota ke bandara dan proses check-in butuh waktu satu jam 30 menit.

Hasrat PT Inka

Produsen kereta, PT Industri Kereta Api (Inka), pun getol mempromosikan Shinkansen. Inka seolah mengingatkan, KA jarak jauh hanya diminati bila waktu tempuhnya kian singkat.

Bila Shinkansen terbangun, Jakarta-Surabaya cukup 2 jam 20 menit. PT Inka pun merasa mampu membangun di markasnya di Madiun, Jawa Timur. Setidaknya, membangun badan (carbody), bogie (komponen roda dan suspensi), dan interior. Sementara mesin, transmisi, hingga pantograf dapat diimpor.

Mengapa Shinkansen? Mengapa bukan Les Trains Grande Vitesse (TGV) produksi Perancis atau Inter City Express yang digunakan di Jerman? Sebab, PT Inka ”dekat” dengan Nippon Sharyo, produsen Shinkansen.

Sejak didirikan pada 29 Agustus 1981, Inka memang telah dibimbing Nippon Sharyo. Dijadikannya KA Jepang sebagai kiblat adalah ekses dari pinjaman Jepang melalui Overseas Economic Cooperation Fund senilai 525 juta dollar AS pada awal 1980-an.

Dari pinjaman Jepang itu, dibuatlah 400 gerbong barang. Sembari memproduksi, berlangsunglah alih teknologi. Pekerja generasi pertama PT Inka pun dikirim ke Jepang, di antaranya Roos Diatmoko, yang kini menjabat Direktur Utama PT Inka.

Apabila kajian roadmap perkeretaapian Indonesia direalisasikan, KA supercepat beroperasi mulai tahun 2020. Kajian itu disusun Japan Transportation Consultants dan didanai Japan Bank for International Coorporation.

Andai KA supercepat jadi dibangun, PT Inka akan bermitra dengan Nippon Sharyo memproduksi Shinkansen tipe N-700. Sekali jalan, Shinkansen mengangkut 1.323 penumpang, setara 12 pesawat Boeing 737-300, yang kini biasa terbang di Indonesia.

Akankah Dibangun?

Sulit menjawab kapan KA supercepat ini mulai dibangun sebab bangsa ini tak punya visi jelas dalam membangun transportasi. ”Lihat, apakah ada investasi serius Indonesia di perkeretaapian? Tidak ada,” ditegaskan Pierre-Damien Jourdain.

Jourdain bekerja untuk Alstom, produsen KA Perancis. Tahun lalu, KA Alstom mencetakrekor, yakni 574,8 km per jam. Dua kali lebih cepat dari Shinkansen!

Pesan di balik kedatangan Alstom adalah produsen KA supercepat telah hadir, tetapi sikap kita tetap tak jelas. Selain memang tiada dana untuk itu.

Padahal, kita bermimpi sejak 1990-an. Studi Perancis Societe Nationale des Chemins de Fer (SCNF) telah mengestimasi 6,14 miliar dollar AS untuk KA supercepat Jakarta-Surabaya.

PT KA bermimpi sama. Julison Arifin, Direktur Pengembangan Usaha PT KA menyatakan, kalau jadi, stasiun KA supercepat dibangun di Manggarai (Jakarta) dan Gubeng (Surabaya). Lahan PT KA di dua tempat itu masing-masing 20-30 hektar.

Agar tiket tak terlalu mahal, biaya operasional disubsidi pendapatan bisnis non-inti dari dua stasiun KA supercepat. Direncanakan, 50 persen pendapatan dari tiket, 30 persen dari bisnis di Stasiun Manggarai, dan 20 persen dari bisnis di Gubeng.

Saat kita masih bermimpi dan mengkaji, awal 2007, Vietnam mengumumkan pembangunan KA supercepat Hanoi-Ho Chi Minh City (1.630 km). Investasinya sebesar 33 miliar dollar AS.

Memang tak murah membangun KA supercepat. Selain harus mengimpor teknologi tinggi yang belum kita kuasai, prasarana juga harus dibangun dari nol. Supaya tiada perlintasan sebidang, harus dibangun jembatan layang rel Jakarta-Surabaya.

Belum lagi persinyalan, instalasi listrik, pusat kontrol, hingga perangkat satelit. Dibutuhkan pula investasi pendidikan masinis dan kru serta sosialisasi bagi pengguna agar perjalanan KA lancar. Karena sistem nyaris sempurna, rata-rata keterlambatan per Shinkansen adalah 20 detik!

Walau tak murah, menimbang besarnya biaya eksternal moda transportasi lain, KA supercepat layak dibangun. Siapa pembangunnya? Tentu inisiatif pemerintah, lalu menggaet swasta.

Teknologi mana? Patut dipertimbangkan Nippon Sharyo dengan Shinkansen-nya. Sebab, kerja sama dengan Nippon Sharyo mesti dipandang sebagai konsekuensi pendirian PT Inka dengan pengaruh teknologi Jepang. Bila ingin maju, kita harus konsisten dengan pilihan masa silam.

Setelah melihat kondisi KA Jabotabek tahun 2000, Kaisar Akihito menghibahkan KRL AC seri 6000 sebanyak 72 unit. Siapa tahu, kini Pemerintah Jepang mau meminjamkan uang. Bila Jepang mau dan berniat membantu membangun Shinkansen, hal itu akan menjadi kado termanis persahabatan 50 tahun Indonesia-Jepang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar