Sabtu, 21 Januari 2012

Ini Alasan Warga Tionghoa Memilih Jadi Pedagang

Maria Natalia | Heru Margianto | Sabtu, 21 Januari 2012 | 15:49 WIB


KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES
Warga tionghoa membersihkan patung Dewi Kwan Im sepekan menjelang Tahun Baru Cina atau Hari Raya Imlek 2563, di Vihara Amurva Bhumi (Hok Tek Tjeng Sin) di Karet, Semanggi, Jakarta Selatan, Senin (16/1/2012). Acara bersih-bersih ini merupakan bagian dari rangkaian menyambut Imlek dimana umat mengantarkan naiknya Dewa Dapur atau Toa Pek Kong ke langit.


JAKARTA, KOMPAS.com — Pada umumnya warga Tionghoa di Indonesia memilih bekerja di bidang perdagangan. Hal ini menurut anggota Komunitas Glodok, Hermawi Taslim, karena pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto, tak ada pilihan bidang pekerjaan lain. Ruang gerak warga Tionghoa, kata dia, dibatasi saat itu.

"Kita dulu ketakutan masuk bidang lain, apalagi politik, lalu masuk ke dunia dagang. Zaman Soeharto enggak ada pilihan lain. Dulu kalaupun di dunia politik, orang Tionghoa hanya jadi bendahara. Lebih baik berdagang, enggak banyak aturan," ujar Taslim dalam diskusi "Imlek dan Peran Tionghoa Kini" di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (21/1/2012).

Sementara itu, sejarawan yang banyak mendalami kehidupan Tionghoa di Indonesia, JJ Rizal, mengatakan, warga Tionghoa mulai terbiasa berdagang karena pada zaman penjajahan Belanda, penduduk asal China menjadi perantara jual-beli untuk berhubungan dengan masyarakat. Hal ini membuat warga Tionghoa dipandang sebagai penguasa ekonomi.

"Dulu orang Tionghoa jadi perantara untuk berhubungan dengan masyarakat dan sering disebut hantu uang atau mesin uang kekuasaan. Secara ekonomi dulu dikuasai masyarakat Tionghoa," ungkap Rizal.

Ia memaparkan, dulu warga Tionghoa susah menggeluti bidang lain karena trauma terhadap pembantaian dan diskriminasi yang terjadi pada tahun 1990-an, undang-undang yang membatasi ruang gerak, dan dijadikan "sapi perahan" yang diperas dengan berbagai alasan, ketika negara gagal dalam perekonomian.

"Orang Tionghoa dulu sering diperas ketika kekuasaan gagal urus negara," ungkapnya.

Namun, setelah perkembangan reformasi, kata Rizal, warga Tionghoa kini bukan hanya bekerja sebagai pedagang. Perlahan-lahan mereka mulai mencoba bidang baru, seperti olahraga, pekerja kantoran, dan berprestasi di dunia politik.

Rizal mengimbau agar masyarakat pribumi Indonesia juga membukakan pintu lapangan kerja bagi warga Tionghoa mengekspresikan keahlian mereka yang lain selain berdagang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar