Wicaksono Surya Hidayat | Sabtu, 21 Januari 2012 | 09:05 WIB
KOMPAS.com — Megaupload adalah perusahaan yang berbasis di Hongkong, sementara pendirinya berlokasi di Selandia Baru. Kenapa bisa dijerat oleh hukum di AS?
Kasus ini menarik untuk diperhatikan bagi pengelola situs atau layanan online di Indonesia yang mungkin waswas akan terkena dampak dari sebuah hukum di AS (atau negara lain).
Berikut adalah sedikit penjelasan mengenai kasus Megaupload yang dikutip dari ArsTechnica.
Prinsip kejadian
Megaupload memang secara resmi sebuah perusahaan yang berbasis di Hongkong. Pendiri dan karyawannya juga tinggal secara fisik di Selandia Baru.
Nah, menurut tulisan di ArsTechnica, yang patut diperhatikan dalam hal ini adalah nexus-nya, atau lebih sederhananya, prinsip "di mana terjadinya kerugian."
Megaupload dianggap sebagai sebuah situs yang, meski tidak berbasis di AS, tetapi ditujukan bagi warga AS dan menimbulkan kerugian kepada pihak-pihak yang ada di AS.
Dokumen dakwaan pada Megaupload menyebutkan, perusahaan itu menyewa 1.000-an server di AS, sebanyak 525 di antaranya ada di Virginia.
Kemudian, kebanyakan transaksi di situs itu juga dilakukan lewat PayPal, perusahaan AS. Jumlahnya, menurut Pemerintah AS, lebih dari 110 juta dollar AS.
Pendapatan iklan Megaupload didapatkan dari Google AdSense (hingga 2007) dan AdBrite. Keduanya perusahaan AS.
Megaupload membayar penggunanya yang melakukan upload paling populer. Dalam dakwaan itu disebutkan, termasuk di antaranya merupakan penduduk Virginia, AS.
Logika dari dokumen itu, dengan mengirimkan uang ke alamat di AS, Megaupload memahami bahwa mereka berbisnis di AS dan terikat dengan yurisdiksi AS.
Kesimpulannya: kerugian pelanggaran hak cipta terjadi di Virginia, dari server di Virginia, dan perusahaan itu mendapatkan, serta mengirimkan uang ke warga Virginia. Maka dari itu, ia terikat hukum federal di Virginia.
Tentu masalah yurisdiksi ini akan jadi salah satu bahan pembelaan terhadap Megaupload di persidangan kelak.
Bagaimana dengan Indonesia?
Selama perusahaan web di Indonesia tidak berbisnis langsung atau menargetkan pengguna di AS, bisa jadi hukum di AS tak akan "menyentuhnya".
Paling tidak hal itu bisa membuat tenang pengelola layanan online yang sempat waswas dengan adanya berbagai aturan di AS, termasuk Stop Online Pircay Act yang sempat ramai.
Namun, bukan berarti mereka "tak tersentuh" sama sekali. Penegakan hukum hak atas kekayaan intelektual juga ada di Indonesia. Dengan demikian, hal terbaik adalah berusaha menghindari pelanggaran sebisa mungkin.
Sumber : ArsTechnica
Logo Megaupload
KOMPAS.com — Megaupload adalah perusahaan yang berbasis di Hongkong, sementara pendirinya berlokasi di Selandia Baru. Kenapa bisa dijerat oleh hukum di AS?
Kasus ini menarik untuk diperhatikan bagi pengelola situs atau layanan online di Indonesia yang mungkin waswas akan terkena dampak dari sebuah hukum di AS (atau negara lain).
Berikut adalah sedikit penjelasan mengenai kasus Megaupload yang dikutip dari ArsTechnica.
Prinsip kejadian
Megaupload memang secara resmi sebuah perusahaan yang berbasis di Hongkong. Pendiri dan karyawannya juga tinggal secara fisik di Selandia Baru.
Nah, menurut tulisan di ArsTechnica, yang patut diperhatikan dalam hal ini adalah nexus-nya, atau lebih sederhananya, prinsip "di mana terjadinya kerugian."
Megaupload dianggap sebagai sebuah situs yang, meski tidak berbasis di AS, tetapi ditujukan bagi warga AS dan menimbulkan kerugian kepada pihak-pihak yang ada di AS.
Dokumen dakwaan pada Megaupload menyebutkan, perusahaan itu menyewa 1.000-an server di AS, sebanyak 525 di antaranya ada di Virginia.
Kemudian, kebanyakan transaksi di situs itu juga dilakukan lewat PayPal, perusahaan AS. Jumlahnya, menurut Pemerintah AS, lebih dari 110 juta dollar AS.
Pendapatan iklan Megaupload didapatkan dari Google AdSense (hingga 2007) dan AdBrite. Keduanya perusahaan AS.
Megaupload membayar penggunanya yang melakukan upload paling populer. Dalam dakwaan itu disebutkan, termasuk di antaranya merupakan penduduk Virginia, AS.
Logika dari dokumen itu, dengan mengirimkan uang ke alamat di AS, Megaupload memahami bahwa mereka berbisnis di AS dan terikat dengan yurisdiksi AS.
Kesimpulannya: kerugian pelanggaran hak cipta terjadi di Virginia, dari server di Virginia, dan perusahaan itu mendapatkan, serta mengirimkan uang ke warga Virginia. Maka dari itu, ia terikat hukum federal di Virginia.
Tentu masalah yurisdiksi ini akan jadi salah satu bahan pembelaan terhadap Megaupload di persidangan kelak.
Bagaimana dengan Indonesia?
Selama perusahaan web di Indonesia tidak berbisnis langsung atau menargetkan pengguna di AS, bisa jadi hukum di AS tak akan "menyentuhnya".
Paling tidak hal itu bisa membuat tenang pengelola layanan online yang sempat waswas dengan adanya berbagai aturan di AS, termasuk Stop Online Pircay Act yang sempat ramai.
Namun, bukan berarti mereka "tak tersentuh" sama sekali. Penegakan hukum hak atas kekayaan intelektual juga ada di Indonesia. Dengan demikian, hal terbaik adalah berusaha menghindari pelanggaran sebisa mungkin.
Sumber : ArsTechnica
Tidak ada komentar:
Posting Komentar