Minggu, 19 Oktober 2008

Saatnya Wanita Pengusaha Lebarkan Sayap


 
DAMPAK krisis ekonomi global memang tidak secara langsung terasa oleh para perempuan pengusaha, terutama yang bukan pengekspor. Namun tidak ada salahnya berjaga-jaga untuk mengantisipasi dampak yang lebih buruk. 

PereKONOMIAN Amerika Serikat (AS) dilanda krisis. Bursa saham meluncur sampai titik paling rendah. Pasar global pun gonjang-ganjing. 

Apakah kondisi ini berpengaruh terhadap usaha kecil menengah (UKM) yang justru sedang bertumbuh di Indonesia? Padahal hampir 80% pelaku UKM adalah kaum perempuan.

"Yang pasti, untuk bahan dasar yang didatangkan dari luar, sangat terpengaruh. Selain sulit, harganya jadi lebih mahal," ujar Tetet Cahyati, perajin batik kontemporer dari Sanggar Seni Tirtasari.

Bahan dasar impor yang banyak digunakan Tetet adalah zat pewarna dan kain sutra. Untuk kain sutra, sebagian besar berasal dari Cina sedangkan untuk zat pewarna berasal dari Jepang. Kedua negara tersebut termasuk negara yang terkena imbas krisis ekonomi global.

Meski bahan dasar terhambat, tidak demikian halnya dengan produk jadi. Ekspor batik yang dilakukan Tetet ke beberapa negara tetangga seperti Singapura, Hong Kong, Malaysia, dan Brunei Darussalam, tidak mengalami penurunan. Malah permintaan tetap banyak. "Mungkin karena krisis ini tidak terlalu berpengaruh terhadap negara-negara Asia," ujar Tetet.

Hal yang sama dialami Belina Andra, perempuan pengusaha batu bara ini mengaku usahanya di bidang lahan batu bara tidak terkena imbas krisis ekonomi global. Malah cenderung stabil walaupun sasaran pasarnya adalah Kanada dan Jepang.

Imbas yang mencuat kata Belina, justru pada para owner lokal. Mereka harus lebih waspada dalam menerima deal-deal dari beberapa investor yang negaranya sedang mengalami krisis. 

Tidak terlalu besar

Apa yang dikatakan dua perempuan pengusaha tersebut dibenarkan Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana. Menurut dia, dampak krisis ekonomi global tidak terlalu terasa di Indonesia. Hal itu karena krisis murni terjadi di negara-negara luar. Kalaupun sempat berimbas di Indonesia, hanya terjadi pada beberapa sektor seperti bursa saham dan usaha-usaha yang berorientasi ekspor ke negara-negara yang sedang dilanda krisis.

Diakuinya, memang di Indonesia sempat terjadi selling besar-besaran di bursa saham yang berakibat pada penurunan IHSG. Bahkan sampai menurunkan nilai rupiah terhadap dolar AS. "Tapi mudah-mudahan, hal itu hanya semen tara karena pada waktu itu permintaan dolar cukup banyak," ujarnya. 

Kondisi itu menurut Armida, cukup masuk akal. Karena hampir 50% pemain di bursa saham Indonesia adalah pihak asing. 

Armida mengatakan, sektor yang paling terkena dampaknya adalah usaha-usaha yang berorientasi ekspor. Terutama ekspor ke negara-negara yang menjadi sasaran utama ekspor Indonesia seperti AS, Eropa, Jepang, dan beberapa negara Asia. 

Hal itu terjadi pada sejumlah komoditi seperti nonmigas manufaktur dan komoditi perkebunan.

Waspada

Untuk komoditas yang diproduksi UKM, menurut Armida tidak akan terkena dampaknya. Hal ini karena sebagian besar UKM bergerak di produk-produk lokal. Namun untuk perajin-perajin yang berorientasi ekspor mungkin akan mengalami penundaan dan pengurangan pesanan. Paling tidak order tidak bertambah atau cenderung stagnan.

Akan tetapi ada sisi negatif yang harus diantisipasi. Pemerintah harus mencegah masuknya barang-barang dumping dari Cina. Karena pasar utama Cina adalah AS. Jika AS mengurangi atau bahkan membatalkan pesanan produk Cina, dipastikan Cina akan melakukan dumping dan melempar produk tersebut ke Indonesia.

"Daripada rugi, padahal barang sudah diproduksi, Cina akan melempar barang-barang itu dengan harga murah ke Indonesia. Padahal produk-produk tersebut belum pasti keamanannya," tutur Armida.

Produk dumping asal Cina yang harus diwaspadai masuk ke Indonesia adalah makanan, pakaian, dan elektronik. Makanan kemungkinan besar kedaluwarsa dan kandungannya tidak terjamin. Begitu juga dengan pakaian, Cina kemungkinan mendaurulangpakaian-pakaian bekas dan dikirim melalui kontainer. 

Produk-produk elektronik juga begitu. "Kalau produk elektronik dumping masuk, akan menghancurkan pasar elektronik Indonesia,"ujarnya menambahkan.

Untuk itu, Armida menegaskan pentingnya pengawasan pemerintah terutama bagian Bea dan Cukai. 

Lakukan diversifikasi

Krisis seperti yang terjadi, kata Armida, memang sangat sulit dipredikasi. Jangankan oleh Indonesia selaku negara luar, oleh negara-negara yang bersangkutannya pun tidak dapat dipredikasikan.

Bagi Tetet, krisis ekonomi global ini, memacu dirinya untuk kembali memanfaatkan potensi bahan dan alam dalam negeri. Bahkan Tetet mengajak para pengusaha lain yang bahan dasar komoditasnya dapat diperoleh di dalam negeri, untuk segera beralih ke bahan dasar lokal.

Hal ini bukan saja dapat menumbuhkan peluang usaha dan perekonomian Indonesia tetapi martabat bangsa pun menjadi terdongkrak. 

Sementara Belina mengatakan, pihaknya harus lebih piawai dalam menghubungkan calon investor dengan owner dalam negeri. Sebab selaku pialang yang banyak menghubungkan bisnis antarkedua pelaku usaha tersebut, dalam prinsip usaha harus sama-sama menguntungkan. 

Melakukan diversifikasi memang sangat dianjurkan dalam mengatasi situasi seperti sekarang. Armida mengatakan, saat ini merupakan saat tepat untuk melakukan diversifikasi pasar maupun produk. 

Menurutnya, pasar luar negeri memang pasar yang terus berkembang. Tetapi pasar domestik juga merupakan pasar potensial, terutama masyarakat yang berada di kota-kota.

Masyarakat yang berada di kawasan tersebut, kemampuan ekonominya cukup bagus. Sementara di sisi lain, sebagian besar kaum perempuan perkotaan tergolong wanita pekerja dengan tingkat stres yang cukup tinggi. Produk-produk kesehatan yang memberikan kenyamanan pada tubuh, akan sangat dibutuhkan oleh mereka.

"Produk spa dan perawatan tubuh itu, contohnya. Demand masyarakat perkotaan terhadap produk (pelayanan) tersebut akan terus ada," ujarnya.

Selain itu, tingkat kesehatan masyarakat secara umum pun semakin membaik. Kian membaiknya tingkat kesehatan masyarakat, semakin tinggi permintaan masyarakat untuk hidup lebih baik. 

"Selama pengusaha UKM itu mengkreasi produknya sesuai dengan perkembangan masyarakat, pasti akan selalu dibutuhkan," ujarnya lagi.

Sementara itu, untuk pasar luar negeri, Armida mengatakan, pasar AS dan Eropa malah tergolong pasar yang kalaupun meningkat tidak akan terlalu tinggi. Oleh karena itu, lakukan diversifikasi pasar ke beberapa kawasan yang bertumbuh seperti beberapa negara Eropa Timur dan Timur Tengah. 

"Dengan melakukan diversifikasi, pengusaha UKM atau siapa pun akan lebih save. Bila di satu negara sedang terjadi kritis, di negara lain aman. Begitu juga dalam diversifikasi produk. Jika produk ini kurang diminati, dapat ditutup dengan produk lainnya," tutur Armida. (Eriyanti/"PR")***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar