Ajat Sakri, Penerbit ITB Bandung, 1994
Pendahuluan
Kata bibliografi banyak artinya, tetapi yang dimaksud dalam uraian ini adalah daftar pustaka yang terdapat dalam sebuah buku. Cara menulis daftar pustaka bermacam-macam karena setiap bidang ilmu mengikuti tradisinya masing-masing. Sementara itu, dewasa ini terdapat kecenderungan kepada melepaskan diri dari cara yang mengadat, dan memilih cara baru dengan memanfaatkan hasil kemajuan di bidang ilmu dan teknologi. Orang sekarang memilih cara yang hemat, sederhana, dan berdasar nalar. Namun, bagaimanapun bentuk dan caranya, yang lebih penting bagi penerbit adalah ketaatasasan penggunaannya di dalam suatu karya tulis. Dalam uraian ini diberikan beberapa contoh keanekaragaman cara yang memerikan pustaka, dan dijelaskan bagaimana caranya menyusun data kepustakaan untuk daftar pustaka.
Definisi
Yang dimaksud dengan bibliografi dalam uraian ini tidak lain dari daftar pustaka dalam sebuah karya tulis. Kata bibliografi sering membingungkan karena sepanjang sejarahnya berubah-ubah maknanya, dan sekarang pun digunakan untuk beberapa pengertian. Kata itu berasal dari dua kata Yunani, yaitu biblion yang bermakna ‘buku’ dan graphein, ‘menulis’. Yang disebut bibliographos oleh orang Yunani dulu tidak lain dari seorang tukang yang pekerjaannya menyalin buku. Dalam bahasa Inggris, penyalin buku itu disebut bibliographer, sedangkan bibliography berarti ‘kegiatan menyalin buku’. Kata bibliography kemudian diperluas maknanya meliputi kegiatan menganggit sebuah komposisi, tetapi untuk beberapa lamanya bertahan pada makna ‘kegiatan menyalin naskah’. Tatkala pengajian teori bibliografi meruak di Perancis pada paruh kedua abad kedelapan belas, barulah kata itu mendapat kedudukan lain yang lebih penting artinya. Maknanya berubah sejak tahun 1763 dari ‘menyalin buku’ menjadi ‘menulis tentang buku’, dan makna tersebut bertahan serta berkembang sampai sekarang. Kini, yang dimaksud bibliografi ialah pengetahuan tentang terjadinya buku, jenis dan bentuknya, tentang sejarah dan teknik mencetak buku, penjilidan, ilustrasi, tentang perdagangan buku dan perpustakaan, pemerian (penjelasan) lahiriah buku bercetak, penyusunan daftar buku, dan daftar buku itu sendiri atau daftar pustaka.
Seperti terlihat di atas, saya tidak menyebut daftar buku, tetapi daftar pustaka. Kata buku dipungut dari kata Belanda boek yang maknanya sama dengan ‘kitab’, yakni kata Indonesia juga, tetapi dipungut dari bahasa Arab. Dalam konferensi tahun 1964 Unesco menetapkan patokan mengenai apa yang disebut buku sebagai berikut:
… terbitan bercetak yang tidak berkala dengan tebal sekurang-kurangnya empat puluh Sembilan halaman, tidak termasuk halaman sampul. (Harrod 1977)
Berdasar patokan itu, berkala seperti majalah tidak termasuk buku; demikian pula surat kabar, kaset suara, kaset video, renikan (microform), dan bahan lain yang dicakup oleh istilah bibliografi walaupun biblio itu sendiri, seperti diterangkan di atas, berarti ‘buku’. Menurut Louis Shores, bibliografi adalah
… daftar yang memuat catatan tentang peradaban, baik yang ditulis tangan, dicetak, ataupun dibuat dengan cara lain, termasuk buku, serial, gambar, peta, film, rekaman, barang museum, naskah, dan media komunikasi yang lain. (Chakraborti 1975)
Jadi, terdapat perluasan makna bibliografi tanpa mengindahkan makna kata yang sesungguhnya. Hal tersebut tidak asing dalam peristilahan keilmuan. Pompa hidraulik, misalnya, sekarang digerakkan oleh oli atau zat cair lain walaupun ‘hidrau-‘ itu sendiri berasal dari kata Yunani hudor yang bermakna ‘air’.
Kata ‘pustaka’ berasal dari bahasa Kawi yang menurut Wojowasito (1977) bermakna ‘buku; naskah’. Dalam bahasa Bali, kata itu bermakna ‘lontar; naskah; kitab’ (Kersten 1980); Zain (t.t.) memadankannya dengan ‘surat-surat lama, tulisan, kitab, buku, sedangkan Poerwadarminta (1976) memaknainya ‘kitab; buku; kitab primbon’. Kata pustaka ini saya perluas maknanya sehingga meliputi semua bahan yang tercakup oleh istilah bibliografi di atas. Dengan demikian, kata itu padan dengan istilah bibliographical unit dalam bahasa Inggris, yang menurut rumusan IFLA adalah
Sebuah dokumen sebagai satuan yang berdiri sendiri dan diperikan dalam aran utama yang terpisah di dalam sebuah katalog.
Kata ‘dokumen’ di situ dipakai dalam makna
Segala jenis bahan, tanpa memperhatikan bentuk ragawi atau sifatnya, yang muat rekaman informasi. (Harrod 1977)
Bibliografi atau Daftar Pustaka
Bibliografi dalam makna daftar buku dan acuan lain yang digunakan oleh pengarang untuk menyiapkan tulisannya dapatlah kita terjemahkan dengan Daftar Pustaka atau lebih singkat Pustaka saja. Dalam bahasa Inggris, selain kata Bibliography digunakan juga kata Select Bibliography, Works Cited, Literature Cited, Reference, Further Reading, dan yang lain lagi. Williamson (1966) membagi Bibliography dalam tiga kelompok, yaitu Authorities, For Further Reading, dan By the Same Author. Yang pertama adalah daftar semua pustaka yang dipakai oleh pengarang untuk menyiapkan tulisannya, biasanya disebut References yang dapat kita terjemahkan ‘Sumber pengacuan,’ ‘Pustaka acuan,’ ‘Rujukan,’ atau ‘Acuan’. Acuan harus dan hanya muat semua karya tulis yang dikutip dalam nas dan catatan kaki atau catatan akhir. Jika ada di antara karya tulis itu yang tidak dicantumkan, daftar itu disebut Select Bibliography atau Select References; dalam bahasa Indonesia ‘Acuan pilih’.
Golongan yang kedua For Further Reading, muat judul pustaka tentang perkara yang sama, yang dianjurkan oleh pengarang untuk dibaca sebagai perluasan bahan yang dibahas dalam bukunya. Barangkali istilah itu dapat diterjemahkan dengan ‘Bacaan lanjutan’. Golongan ketiga, By the Same Author terdapat dalam sebuah buku, dan muat semua atau sebagian karya penulis buku tersebut. Daftar ini hanyalah iklan belaka, dan biasanya ditempatkan pada balik halaman pancir atau pada sarung buku. Jadi, karya itu tidak ada kaitannya dengan perkara yang dibahas dalam buku itu, kecuali ditulis oleh penulis yang sama.
Masih ada kelompok keempat. Dewasa ini tidak jarang ditemukan buku yang menyajikan sebuah daftar karya tulis (buku, artikel, laporan, dsb.) mengenai perkara yang dibahas dalam buku tersebut, yang terbit dalam jangka waktu tertentu. Bibliografi seperti itu sangat besar manfaatnya bagi pembaca yang ingin mengaji perkara tersebut lebih mendalam. Buku Rogers & Shoemaker, Communication of innovations (1971), misalnya, mencantumkannya sebagai lampiran setebal 80 halaman yang terbagi atas dua kolom.
Pada umumnya, Pustaka ditempatkan di bagian penyudah sebelum penjurus (indeks). Cara ini memudahkan pembaca untuk melihat semua bacaan secara keseluruhan, baik yang dipakai maupun yang dianjurkan oleh pengarang. Lain halnya dengan Pustaka dalam buku ajar, yang sering ditempatkan di akhir setiap bab. Walaupun ditulis oleh seorang pengarang, setiap bab dalam buku ajar dapat dianggap berdiri sendiri sebagai satuan yang bulat. Hal itu berhubungan dengan cara menggunakan buku ajar itu sendiri, yang tidak sekaligus dibaca dari awal sampai akhir, tetapi bab demi bab dalam kurun tertentu sesuai dengan jadwal kuliah yang menggunakan buku tersebut. Oleh karena itu, Acuan ditempatkan pada akhir setiap bab, dan sering judul pustaka yang sama termuat dalam Acuan di beberapa bab. Di samping Acuan, dalam buku ajar biasanya terdapat juga ‘Pustaka lanjutan’.
Biasanya Pustaka disusun berabjad sebagai satu daftar yang muat judul buku, artikel, makalah, dll. Untuk memudahkan pembaca, tidak jarang Pustaka dibagi dalam beberapa bagian, misalnya buku dipisahkan dari majalah, dan kalau banyak dipakai dan dianggap penting, surat kabar juga dipisahkan sebagai daftar tersendiri. Pembagian dapat pula berdasar perkara yang dibahas atau dikelompokkan menurut bab bersangkutan.
Pustaka dapat pula disertai catatan yang menilai atau memerikan isi buku dengan maksud hendak mengarahkan pembaca kepada buku lain sebagai bacaan lanjut. Dalam ‘Puskata beranotasi’ ini pengarang melampirkan sebuah ulasan singkat pada semua atau sejumlah judul dalam daftar seperti contoh berikut.
Culler, Jonathan, 1976, Saussure, London, Fontana. A good place to star, with an illustration exposition of the European ‘modern master’ of semiotics.
Hawkes, Terence, 1977, Structuralism and semiotics, London, Methuen. Sets semiotics into its world-historical context, with lucid explanations of most of the influential writers in the field . Biased towards literature. Recommended as the best general introductions, with a full bibliography.
Pada buku untuk bacaan umum sering kita temukan Pustaka bentuk lain yang disebut ‘Risalah pustaka’ atau kadang-kadang diberi juluk Pustaka saja. Di situ pustaka disusun dalam bentuk karangan, baik dengan mengelompokkannya menurut perkara yang dibahas atau pun tidak, dan ditempatkan pada akhir bab yang bersangkutan. Contohnya sebagai berikut.
Pustaka
Buku pengantar linguistik tidak banyak jumlahnya. Satu di antaranya, Trudgill (1974c), sangat mudah dibaca karena banyak menyajikan contoh, tetapi sedikit berbicara tentang teori dan boleh dikata hanya membahas gejala makro. Dalam Schlieben-Lange (1973) terdapat bagian yang bersistem dan juga ikhtisar tentang sosiolinguistik dibahasnya dari segi hubungan antara bahasa dan kelas sosial.
Risalah pustaka ini disertai Pustaka di bagian akhir buku, yang muat semua judul yang diulas di dalamnya dengan pemerian yang lengkap.
Cara menulis Acuan
Sebagaimana disebutkan di atas, Acuan harus dan hanya muat sema karya tulis yang dikutip dalam nas dan catatan kaki atau catatan akhir. Mengenai Acuan ini, dan Pustaka pada umumnya, pendapat orang atau penerbit berbeda-beda tentang macam keterangan yang diperlukan untuk memerikan sebuah pustaka, bagaimana urutannya, ejaannya, dan aturan tanda bacanya. Di samping itu, terdapat kelaziman pada bidang ilmu tertentu, yang membuat pemerian pustaka pada bidang ilmu yang satu berbeda caranya dengan pada bidang ilmu yang lain. Penulis sastra, sejarah, dan kesenian biasanya memilih cara berikut untuk buku dan majalah:
Smith, John Q. Urban Turmoil: The Politics of Hope. New City: Polis Publishing Co., 1986
Wise, Penelope. ‘Money Today: Two Cents for a Dollar.’ No Profit Review 2 (1987): 123-42.
Penulisan di bidang ilmu kealaman dan sosial akan menulis judul tersebut seperti berikut:
Smith, J. Q. 1986. Urban turmoil: The politics of hope. New City: Polis.
atau:
Smith, J.Q. 1986. Urban turmoil. New City: Polis.
Wise, P. 1987. Money today: Two cents for a dollar. No Profit Rev. 2: 123–42.
atau:
Wise, P. 1987. Money today. No Profit Rev. 2: 123–42.
atau:
Wise, P. 1987. No Profit Rev.. 2:123–42.
Pada kelompok pertama terlihat bahwa nama pertama ditulis penuh, sedangkan pada kelompok kedua, disingkatkan dengan huruf awalnya saja. Judul buku dan artikel pada kelompok kedua ditulis dengan onderkas (huruf kecil) kecuali huruf awal pada kata pertama. Akan tetapi, perbedaan ini tidak kaku; kadang-kadang dijumpai Pustaka pada kelompok kedua yang menulis nama pertama pengarang dengan penuh dan hal sebaliknya dapat terjadi pada kelompok pertama. Mengenai judul majalah, International list of periodical title word abbreviations mengizinkan tiga cara penulisannya sebagai contoh berikut:
Phys. Med. Biol.
PHYS. MED. BIOL.
Phys. Med. biol
Pada halaman berikut disajikan beberapa contoh Pustaka yang dikutip dari beberapa buku ajar terbitan mutakhir untuk memperlihatkan keanekaragaman bentuknya. Semangat yang terpantul dari balik keanekaragaman itu ialah bahwa sejak prang dunia kedua, penulis dan penerbit tidak lagi mengingat dirinya pada tata cara yang sudah mengadat, tetapi berusaha memilih cara lain, yang dianggapnya lebih baik. Di dalam keanekaragaman itu terdapat kesamaan pendapat yang dipatuhi oleh semua penerbit karena dianggap lebih penting daripada keseragaman cara, yaitu ketaatatasan. Jika penerbit tidak terlalu ketat mematuhi gaya selingkuhnya (house style) ia akan mempersilakan pengarang menyusun Pustaka menurut gayanya sendiri, asal dilaksanakan dengan taat asas dalam keseluruhan daftar tersebut.
Mengapa adat ditinggalkan dan, setelah itu, patokan apakah yang kemudian digunakan untuk membuat gantinya? Biasanya adat ditinggalkan karena tidak sesuai lagi dengan zaman yang telah berubah. Dewasa ini terdapat kecenderungan kepada menghilangkan aturan yang hanya bersifat perjanjian belaka tanpa dilandasi alas an yang makul. Aturan disederhanakan dengan jalan menghilangkan keterangan yang dianggap tidak perlu dan mengurangi jumlah dan macam tanda baca. Asas komunikasi dan kenalaran lebih diutamakan daripada mengikuti adat-kebiasaan belaka. Pada contoh di bawah ini, misalnya, data kepustakaan dipisahkan oleh suatu tanda baca saja, yaitu koma dan titik.
Barghouti, S.M., 1974, ‘the role of communication in Jordan’s rural development’, Journalism quarterly, 51, 434-9
atau:
Barghouti, S.M. 1974, The role of communication in Jordan’s rural development, Journalism quarterly, 51, 434-9
atau:
Barghouti, S. M., 1974. The role of communication in Jordan’s rural development. Journalism quarterly 51. 434-9
Kadang-kadang tanda baca dibuang sama sekali kalau tanpa itu pun sudah cukup jelas. Misalnya, tanda baca di antara nama pengarang, judul artikel, dan judul majalah dapat dibuang karena ketiga keterangan itu jelas dibedakan oleh jenis hurufnya: nama pengarang ditulis dengan huruf tegak; judul artikel juga dengan huruf tegak tetapi dipisahkan dari nama pengarang oleh tahun atau ditempatkan di antara tanda kutip; judul majalah ditulis dengan huruf miring atau digarisbawahi. Jika sudah bertanda seperti itu, mengapa harus ditambah-tambahi tanda lain seperti tanda baca, yang jelas merupakan kemubaziran? Demikian kira-kira nalar orang sekarang. Hasilnya seperti contoh berikut:
Barghouti, S. M. 1974 The role of communication in Jordan’s rural development Journalism quarterly 51 418-24
Biasanya data kepustakaan yang dicantumkan untuk buku acuan adalah sebagai berikut:
1 nama pengarang, penyusun, penghimpun, atau lembaga yang bertanggung jawab atas penulis buku;
2 tahun terbit;
3 judul buku dan sub-judulnya jika ada. Keduanya dipisahkan oleh titik dua atau titik koma;
4 judul seri jika ada, nomor jilid dan nomor seri;
5 jumlah jilid semuanya untuk buku yang terdiri atas beberapa jilid;
6 terbitan ke berapa, jika bukan terbitan pertama;
7 nama penerbit;
8 tempat penerbit
Tempat penerbitan ada kalanya tidak dicantumkan. Mungkin hal itu disebabkan oleh perkembangan penerbitan akhir-akhir ini. Penerbit luar negeri yang besar-besar seperti McGraw-Hill, Macm3illan, dan Elsevier dewasa ini sudah merupakan perusahaan multi-nasional dengan cabangnya terdapat di kota besar di berbagai Negara. Di samping itu, data kepustakaan yang lengkap tidak berarti bahwa semua data harus tercantum. Data kepustakaan dikatakan lengkap jika berdasar data itu orang dapat menemukan kembali pustaka bersangkutan di perpustakaan. Hal inilah yang merupakan pegangan bagi kita dalam menyusun daftar pustaka. Contoh di bawah ini muat delapan macam data kepustakaan yang disebutkan di atas.
Smith, J.Q. 1968 Urban turmoil: the politics of hope Polis, New City
Mezard, M., G. Parisi, & M. Viraso 1986 Spin glass theory and beyond: and introduction to the replica method and its application Wiley, Sussex
Wright, S. 1968-78 Evolution and the genetics of populations 4 jl. Univ. of Chicago Press, Chicago
bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar