Jumat, 27 Agustus 2010

Pemudik Motor, Korban Kebijakan...

Jumat, 27 Agustus 2010 | 03:07 WIB

MOTOR PLUS/GT
ilustrasi

Beberapa hari lagi, jutaan pemudik motor bakal menyerbu jalur mudik. Dibandingkan dengan tahun lalu, kini jumlah mereka diprediksi naik 14,96 persen menjadi 3,62 juta pemudik dengan sekitar 1,8 juta sepeda motor! Adakah persiapan nyata menghadapi lonjakan tersebut?

Harian Kompas, Selasa, 29 September 2009, mencatat, Wakil Presiden M Jusuf Kalla menegaskan, ”(Tahun 2010) penggunaan sepeda motor bagi pemudik dibatasi untuk mengurangi kecelakaan.”

Jumlah kecelakaan motor memang fantastis. Direktorat Lalu Lintas Mabes Polri mencatat, sejak H-7 sampai H+7 Lebaran 2009 ada 728 pemudik tewas akibat kecelakaan di jalan raya, 60 persennya melibatkan sepeda motor.

Baiklah, kosmis politik telah berubah. Jusuf Kalla tak lagi menjabat Wakil Presiden, tetapi harusnya janji Wapres tersebut menjadi janji negara dan wajib dipenuhi.

Prospek Angkutan Kereta Api dalam Memfasilitasi Pemudik Bersepeda Motor dalam Masa Angkutan Lebaran 2010 terbitan Direktorat Jenderal Perkeretaapian menyebutkan, ada instruksi lisan Wakil Menteri Perhubungan untuk mengangkut pemudik bersepeda motor dengan kereta api.

Persoalannya, instruksi itu tidak ditanggapi serius.

Betapa tidak, kapasitas angkut PT Kereta Api hanya 4.000 motor, kurang dari 1 persen motor yang akan melaju. KA Komunitas Motor juga hanya dioperasikan pada Selasa (31/8) atau H-10 hingga Sabtu (4/9) atau H-6, dan Senin (20/9) atau H+9 hingga Selasa (21/9) atau H+10. Padahal, pemudik bersepeda motor umumnya pegawai menengah ke bawah, cuti 1-2 hari menjelang Lebaran. Motor juga alat kerja, jadi takkan dikirim pulang duluan.

Rencana Ditjen Perhubungan Laut mengoperasikan dua kapal dari Tanjung Priok-Tanjung Emas-Tanjung Perak juga tak tampak dilaksanakan serius. Pada halaman 12 Prospek Kesiapan Angkutan Laut dalam Memfasilitasi Pemudik Bersepeda Motor pada Masa Lebaran Tahun 2010 ditulis, ”diharapkan dapat mengurangi crowded (kepadatan) lalu lintas di sepanjang pantura”. Benarkah?

Mau tahu kapasitas dua kapal itu? Hanya 240 sepeda motor! Kelihatannya, kapasitas tempat parkir motor Mal Taman Anggrek Jakarta saja jauh lebih besar dari itu.

Ketidaksiapan itu adalah buah hilangnya empati pengambil kebijakan. Cobalah sesekali lihat raut wajah pemudik motor. Tiada senyum di wajah mereka. Lantas, apa tindakan kita?

Harus diakui, PT KA tak diberi dana subsidi layanan publik (public service obligation/ PSO) untuk kereta komunitas dan kereta komunitas motor. Namun, seharusnya, direksi PT Kereta Api mampu membujuk Kementerian BUMN agar sebagian laba difokuskan untuk pengangkutan motor.

Kementerian Perindustrian juga harusnya dapat melobi agen tunggal pemegang merek (ATPM) supaya truk-truk mereka membawa motor pemudik. ATPM juga harus sadar jangan sekadar cari untung. Rekor penjualan boleh terus dicatat, tetapi kemanusiaan juga penting.

Pemudik motor atau pengendara motor umumnya merupakan korban tidak jelasnya kebijakan transportasi nasional. Banjirnya motor di pantura dari Jakarta saat Lebaran adalah akibat gagalnya pola transportasi di Ibu Kota.

Keinginan pemudik naik motor disebabkan langkanya angkutan di desa-desa. Selain itu, biaya mudik memakai motor lebih murah 40 persen daripada naik bus.

Pola transportasi kita memang perlu direvolusi. Namun, kini masa mudik di depan mata. Maka, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, sarana kereta dan kapal harus ditambah. Atau, kembali saksikan ratusan korban bergelimpangan di jalan-jalan. Pola yang berulang tiap tahun tahun, tetapi tak sungguh-sungguh menjadi perhatian para pengambil kebijakan....(HARYO DAMARDONO)
http://ramadhan.kompas.com/read/2010/08/27/03075094/Pemudik.Motor..Korban.Kebijakan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar