"Indonesia Pusaka" Getarkan Sydney Opera House
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR / Kompas Images
Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya
//Indonesia sejak dulu kala, tetap di puja-puja bangsa//Di sana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda//Tempat berlindung di hari tua-tempat akhir menutup mata
Lirik lagu nasional ”Indonesia Pusaka” ciptaan Ismail Marzuki ini terdengar menggema di The Studio Sydney Opera House (SOH), Minggu (10/8) malam. Diiringi alunan musik yang dimainkan Kwartet Punakawan pimpinan Jaya Suprana, mahakarya komponis besar Indonesia ini dinyanyikan para penonton menutup Konser Indonesia Pusaka di Sydney.
Sambil berdiri, Duta Besar Indonesia untuk Australia TM Hamzah Thayeb, Konsul Jenderal Indonesia di Sydney Sudaryomo Hartosudarmo, Direktur Jenderal Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar, dan penonton Konser Indonesia Pusaka yang berada di The Sudio SOH ikut menyanyikan lagu ”Indonesia Pusaka”. Tak ketinggalan beberapa konsul jenderal, seperti Austria, Serbia, Korea, Filipina, Turki, dan Malaysia, juga ikut berdiri saat lagu ini dinyanyikan.
Suara perlahan penonton yang didukung kepiawaian jari-jari tangan Jaya Suprana yang menari di atas tuts-tuts piano, petikan gitar Jubing Kristianto, disertai cabikan bas dari Heru Kusnadi, dan tabuhan perkusi Djunaedi Musliman menciptakan keharuan mendalam, menggetarkan hati, mengentak dada para penonton, terutama yang berasal dari Indonesia.
Video yang berisi cuplikan tentang perjalanan sejarah dan kondisi Tanah Air seakan melengkapi suasana keharuan di ruang ini. Pelupuk mata seakan tak kuat menahan tetesan air mata keharuan. Tanah tumpah darah Indonesia tercinta, yang jauh di seberang, seakan membayang di depan mata.
Permainan musik instrumental yang memukau dan menawan—persembahan Kwartet Punakawan—seakan membius semua orang yang berada di The Studio SOH. Tak terkecuali para konjen dari negara sahabat serta warga Sydney yang menyaksikan Konser Indonesia Pusaka.
Tepuk tangan
Gemuruh tepuk tangan yang riuh dan panjang menggema saat lagu ”Indonesia Pusaka” berakhir menutup rangkaian konser. Beberapa saat sebelumnya Jaya Suprana dan kawan-kawan telah bersiap undur diri, dengan menutup persembahan musik Nusantara dengan lagu ”Halo-halo Bandung”. Semua penonton ikut bernyanyi seraya bertepuk tangan.
Namun, karena para penonton yang terus berteriak ”more… more… more…” berulang-ulang dengan suara lantang, Jaya Suprana pun akhirnya tampil lagi. Langkah kaki yang tadinya siap akan beranjak turun panggung kembali diayunkan menuju piano. Demikian juga Jubing, Heru, dan Djunaedi kembali pada alat musiknya.
Musik instrumental pun kembali bergema. Beberapa lagu karya Ismail Marzuki kembali dipersembahkan Kwartet Punawakan, sebelum akhirnya Jaya berucap ”finish” dan berdiri, kemudian bersama teman-temannya menundukkan kepala memberi hormat, yang disambut tepuk tangan riuh penonton. Jaya Suprana pun dikerumuni penonton.
Konser Indonesia Pusaka merupakan persembahan musik Nusantara dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata bersama Konsulat Jenderal RI di Sydney bersama Jaya Suprana Institute, dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Ke-63 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Visit Indonesia Year 2008.
Diawali persembahan rekaman lagu ”Indonesia Pusaka”— yang dinyanyikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, beberapa tokoh nasional, serta artis dan masyarakat—yang ditampilkan lewat layar lebar yang dipasang di panggung, Konser Indonesia Pusaka dimulai. Acara ini dimulai sekitar pukul 19.30 waktu Sydney.
Jaya Suprana mengawali dengan sambutan singkat menjelaskan konser sekaligus berterima kasih kepada pengelola SOH karena diberi kesempatan tampil di gedung yang megah yang sarat dengan sejarah. ”Gedung Sydney Opera adalah tempat yang monumental dan spektakuler,” ujar Jaya, yang melanjutkan dengan memperkenalkan satu per satu personel Kwartet Punakawan.
Lebih dari 15 lagu dari berbagai daerah di Indonesia dan lagu-lagu karya Ismail Marzuki diperdengarkan lewat permainan musik instrumental yang apik dari Kwartet Punakawan. Karya-karya musik Nusantara, mulai dari daerah Aceh hingga Papua, dimainkan dalam berbagai ragam musik, mulai dari jazz, latin, blues, romantik, zapin, sunda, karawitan, campursari, keroncong, boogie-woogie, polka, waltz, mars, fox-trott, sampai dangdut.
Lagu daerah Aceh, Bungong Jeumpa”, mendapat kesempatan pertama ditampilkan lewat ragam boogie-woogie, dilanjutkan dengan lagu daerah Papua, ”Yamkorambeyamko” dengan suara perkusi, gitar, bas, dan piano yang keras. Suasana terasa ramai.
Dari Aceh dan Papua, musik Nusantara beralih di Sumatera Utara dengan lagu ”Na Sonang” dan ”Ayam den Lapeh” dari Sumatera Barat. Selain lagu-lagu tersebut, lagu dari beberapa daerah lain juga ditampilkan, seperti ”Bengawan Solo” (Solo), ”Jali-Jali” (Betawi), ”Es Lilin” (Sunda), dan ”Gambang Semarang” (Semarang). Ada juga lagu-lagu Jawa, seperti ”Jenang Kulo” dan ”Gethuk”.
Lagu-lagu romantis karya Ismail Marzuki, seperti ”Lambaian Bunga”, ”Aryati”, ”Melati di Tapal Batas”, ”Jangan Ditanya”, ”Kopral Joni”, dan ”Sersan Mayorku” melengkapi pergelaran musik Nusantara ini. Apalagi, sebelum menyajikan lagu daerah, Jaya Suprana memberikan penjelasan tentang budaya daerah tersebut, yang dilengkapi dengan visual yang diputar di layar.
Persembahan musik lagu-lagu Nusantara di gedung kesenian, yang merupakan salah satu gedung kesenian bergengsi dan prestisius di dunia ini, mendapat sambutan hangat warga Australia. Hampir separuh dari penonton yang hadir adalah warga Australia, tua maupun muda. Executive Producer The Studio SOH Virginia Hyam pun berdecak kagum saat menyaksikan konser tersebut.
Hamzah Thayeb, Sudaryomo, dan Sapta mengungkapkan kekaguman atas konser tersebut. Semua berucap, ”Ini benar-benar luar biasa dan spektakuler.”
(SONYA HELLEN SINOMBOR dari Sydney)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar