Sabtu, 02 Agustus 2008

Berkelit dari Krisis, Perempuan AS Jual Sel Telur


TPGIMAGES/TOP00723716
Ilustrasi: Sel Telur


MENGHADAPI kesulitan ekonomi, orang memang harus kreatif. Jika tak punya kepintaran atau keterampilan yang bisa dijadikan modal untuk mencari uang, apa pun yang dipunyai bisa dijual. Inilah yang dilakukan banyak perempuan Amerika. Mereka memang tidak merendahkan diri dengan menjual tubuh layaknya pelacur, tapi mereka menjual sel telur kepada orang-orang yang ingin punya anak.


Seperti pengakuan perempuan bernama Melissa yang menolak menyebut nama belakangnya. Ia mengakui menjual sel telurnya untuk mengatasi masalah finansial yang membelit keluarganya. “Selama lima tahun terakhir, suami minta saya tinggal di rumah demi anak-anak. Jadi uang yang saya dapatkan (dari menjual sel telur) ini untuk membantu perekonomian keluarga,” ujarnya.

Di Center For Egg Options di Illinois, makin banyak perempuan yang menyumbangkan sel telur mereka, tentu dengan imbalan uang, sejak April lalu. “Jumlahnya meningkat 30 persen. Mana ada sih tiba-tiba banyak orang secara bersamaan ingin menolong orang yang ingin punya anak? Ini pasti masalah ekonomi,” kata Ed Marut, seorang pakar fertilitas, seperti dikutip FoxNews.  

Semakin banyaknya jumlah pendonor sel telur juga terjadi di pusat-pusat kesuburan di AS. Perempuan yang bersedia meminjamkan rahim (surrogate) juga makin banyak. Imbalannya tak bisa dibilang sedikit jika seorang perempuan dinyatakan sehat fisik dan mental untuk memberikan telur atau mengandung anak orang lain.

Menurut Nancy Block, pendiri Center For Egg Options, imbalan untuk donor sel telur sekitar 7.000 dollar AS (Rp 65 juta). Sementara surrogate mother mendapat lebih banyak, yakni berkisar 20.000 dollar AS (Rp 184 juta) hingga 30.000 dollar AS (Rp 276 juta).

Sementara menurut Dr Bruce Shapiro dari Fertility Center di Las Vegas, kompensasi donor sel telur berkisar 3.000 dollar AS (Rp 28 juta) hingga 5.000 dollar AS (Rp 46 juta). Namun, Shapiro menolak anggapan alasan pendonor semata karena uang.

“Kami memang berusaha mengajak orang untuk mendonor,” tegasnya. Shapiro menambahkan, diperlukan waktu tiga minggu untuk proses donor sel telur. “Lebih rumit dari donor sperma. Tapi tidak sakit. Juga lebih lama, tapi kami berusaha membuat prosesnya lebih lancar,” jelasnya.

Menurutnya, efek samping mendonorkan sel telur antara lain sakit dan kram pada bagian perut, mirip rasa sakit yang dialami perempuan yang menstruasi. (KIS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar