Sabtu, 16 Agustus 2008

Lingkungan

Waduk Cirata Tercemar Logam Berat 


KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO / Kompas Images 
Hamparan keramba, tempat budidaya ikan air tawar, memenuhi permukaan Waduk Cirata seperti terlihat di Desa Cijati, Kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Jumat (15/8). Para pembudidaya ikan cemas karena pencemaran logam berat dari Sungai Citarum telah masuk ke waduk dan mengakibatkan ikan mudah terserang virus. 


Sabtu, 16 Agustus 2008 | 03:00 WIB 

Cianjur, Kompas - Air Waduk Cirata tercemar limbah logam berat jenis timbal dan tembaga hingga melebihi standar baku air. Kondisi itu menurunkan kualitas ikan hasil budidaya, menambah ongkos pemeliharaan turbin akibat tingginya laju korosi, dan mengancam kesehatan manusia.

Hasil penelitian Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) pada triwulan pertama dan kedua 2008 menunjukkan, kadar timbal di sejumlah lokasi penelitian mencapai 0,04 miligram (mg) per liter pada triwulan pertama dan 0,11 mg per liter pada triwulan kedua. Adapun kadar tembaga mencapai 0,03 mg per liter pada triwulan pertama.

Padahal, ambang batas ideal untuk air baku minum, perikanan, dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000 tentang Baku Mutu Air adalah 0,02 mg per liter untuk tembaga dan 0,03 mg per liter untuk timbal.

Yaya Hudaya, ahli ekologi dan lingkungan BPWC, Jumat (15/8), mengatakan, selain dua jenis logam berat itu, 16 dari 44 parameter biologi, fisika, dan kimia yang diteliti sejak tahun 2005 sering melebihi ambang batas. Tiga parameter itu adalah kadar fosfat, amoniak, dan nitrit yang selalu melebihi ambang batas dalam empat tahun terakhir.

Menurut Yaya, limbah logam berat dari sejumlah industri di daerah aliran Sungai Citarum dan Cisokan di Bandung, Cimahi, Bandung Barat, dan Cianjur ditengarai mengalir ke kedua sungai dan masuk ke Waduk Cirata. Ada pula limbah organik dari sisa pakan ikan, kotoran manusia, dan limbah rumah tangga yang ikut mencemari waduk.

Logam berat meningkatkan laju korosi sehingga meningkatkan biaya pemeliharaan turbin. Biaya pemeliharaan turbin PLTA Pembangkit Jawa-Bali di Unit Pembangkitan Cirata Rp 25 miliar per tahun. Sebagian besar digunakan untuk overhaul turbin.

Dampak negatif juga dirasakan pelaku usaha budidaya ikan keramba jaring apung. Tingginya kadar polutan, minimnya kadar oksigen terlarut dalam air, dan rendahnya suhu air membuat virus lebih mudah berkembang. Kematian ikan secara massal makin sering terjadi.

Hidayat (44), pembudidaya ikan di Waduk Cirata, Kecamatan Mande, menuturkan, pembudidaya kini sering rugi akibat ikan terserang virus koi herpes. Kerugian di satu tambak bisa mencapai sekitar Rp 1 juta. Saat ini banyak kolam dibiarkan kosong oleh pemiliknya. (AHA/MKN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar