J Waskita Utama
Perbedaan tidak selamanya berakhir dengan perpecahan. Jika mampu menyatukan kelebihan dan menerima kekurangan sebagai anugerah, hasilnya justru bisa saling melengkapi dan menyempurnakan.
Setelah menunggu lebih dari sepekan sejak pembukaan Olimpiade Beijing 2008, 8 Agustus, lagu Indonesia Raya berkumandang mengiringi bendera Merah Putih. Momen mengharukan ini menjadi puncak perjuangan Markis Kido dan Hendra Setiawan, yang mempersembahkan medali emas pertama untuk Indonesia di Beijing dari bulu tangkis ganda putra.
Sukses Kido dan Hendra serta kerja sama mereka di lapangan justru diperoleh dari penampilan keduanya yang jauh berbeda. Kido sangat ekspresif, penuh semangat, dan meledak-ledak di lapangan. Sebaliknya, Hendra, yang lahir berselisih dua pekan, sangat kalem dan jarang memperlihatkan emosi.
Dengan ketenangannya, Hendra yang jangkung banyak berperan mengatur bola di depan net. Kido, yang bertubuh lebih pendek dan gempal, justru memiliki lompatan yang tinggi dan dipercaya menjadi tukang gebuk di belakang.
Satu hal yang menyatukan mereka di lapangan adalah sama-sama berkarakter menyerang. ”Kami cocok bermain bersama karena sama-sama suka menyerang dan bukan tipe pemain bertahan,” ujar Hendra.
Dengan gaya menyerang itu, keduanya sukses melewati pasangan China, Guo Zhendong/ Xie Zhongbo, di babak pertama dan menumbangkan musuh bebuyutan asal Malaysia, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong, di perempat final. Unggulan utama ini mengalahkan pasangan senior Denmark, Lars Paaske/Jonas Rasmussen, sebelum mengatasi andalan tuan rumah, Cai Yun/ Fu Haifeng, untuk jadi juara.
Meski melewati saat menegangkan saat memenangi final, titik balik kemenangan Kido/ Hendra diperoleh beberapa hari sebelumnya saat melawan Koo/Tan. Pasangan Malaysia ini seolah menjadi momok menakutkan bagi mereka sejak pertama kali bertemu di Asian Games Doha 2006.
Koo/Tan tak pernah kalah dalam enam pertemuan melawan pasangan Indonesia. Setelah menjuarai Asian Games, duet Malaysia itu empat kali mengalahkan Kido/Hendra dalam turnamen superseries sepanjang 2007, ditambah satu kemenangan pada uji coba menjelang Piala Sudirman 2007.
Tak pelak, kemenangan atas Koo/Tan disambut Kido yang berlari memeluk Sigit Pamungkas, pelatih mereka. Sibuk merayakan kemenangan, keduanya tak sempat bersalaman dengan duet Malaysia yang terburu-buru meninggalkan lapangan.
”Kemenangan itu melepas beban terbesar anak-anak. Secara teknis, itu penampilan terbaik mereka selama olimpiade. Setelah itu lebih soal mental, siapa yang kuat, dia yang menang,” ujar Sigit.
Kemenangan melawan Koo/Tan diakui Kido dan Hendra menambah kepercayaan diri mereka. Ketika smes Hendra ke sisi lapangan yang kosong pada game ketiga partai final menutup perlawanan Cai Yun/Fu Haifeng, pantas jika mereka meluapkan kegembiraan bersama sang pelatih dengan bergulingan di lapangan.
”Kami sangat gembira menjadi juara dan mempertahankan tradisi emas Indonesia di olimpiade. Ini persembahan untuk hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia sekaligus hadiah ulang tahun yang manis untuk kami berdua,” ujar Kido.
Tak mudah
Medali emas olimpiade tak diraih dengan mudah. Perjuangan panjang dilalui Kido dan Hendra sejak masa kanak-kanak untuk berlatih bulu tangkis. Hendra dibonceng ayahnya, Ferry Yoegianto, naik motor ke Tegal pergi-pulang demi berlatih di Sinar Mutiara Tegal, klub yang juga membesarkan pemain nasional Simon Santoso.
Hendra hijrah ke Jakarta pada tahun 1997 dan bergabung dengan Kido di Klub Jaya Raya, di bawah asuhan pelatih Retno Kustiyah. Keduanya berpasangan sejak usia 15 tahun dan turun dalam sejumlah kompetisi tingkat taruna.
Kido lebih dulu bergabung ke Pelatnas PBSI Cipayung tahun 2001 sebagai pemain tunggal. Dua adiknya, Bona Septano dan Pia Zebadiah, juga menyusul sang kakak ke pelatnas. Adapun Hendra bergabung ke pelatnas pada tahun 2002. Ia sempat berpasangan dengan Joko Riyadi sebelum kembali bereuni dengan Kido tahun 2003.
Koleksi gelar internasional mereka awali dengan menjadi juara Asia 2005 dan Indonesia Terbuka 2005. Gelar terakhir itu mereka pertahankan setahun kemudian, disusul kemenangan beruntun di China Terbuka dan Hongkong Terbuka dua tahun berturut-turut, 2006 dan 2007.
Sukses di daratan China itu diakui menambah motivasi keduanya di olimpiade. ”Ini negeri favorit dan tempat keberuntungan kami. Setiap kali main di sini, kami lebih sering juara. Kami jadi lebih yakin dan percaya diri,” ujar Kido.
Medali emas olimpiade melengkapi gelar juara dunia diraih pada Kejuaraan Dunia 2007 di Kuala Lumpur, dan mengokohkan mereka sebagai ganda putra terbaik dunia. Kenangan sebagai juara dunia itu dibawa Hendra ke Beijing. Ia memakai raket yang sama dengan raket yang digunakan sebagai juara dunia.
”Rencananya saya simpan sebagai kenang-kenangan. Lalu terpikir untuk membawanya, jadi saya pakai lagi,” ujar Hendra.
Namun, raket itu patah setelah digunakan di semifinal. ”Saya baru tahu raketnya patah waktu pemanasan menjelang final. Saya terpaksa mengganti raket. Raket itu tak jadi dipakai, tetapi kami tetap juara,” ujar Hendra.
Keduanya punya kegemaran berbeda menjelang pertandingan. Kido suka jogging, Hendra menghabiskan waktunya di ruang kebugaran. Mereka menyukai sepak bola, tetapi mendukung dua seteru di Liga Inggris. Kido suporter fanatik Arsenal, sementara Hendra penggemar Manchester United.
Perbedaan itu membuat mereka lebih banyak menghabiskan waktu luang sendiri-sendiri di pelatnas Cipayung meski selalu satu kamar saat bertanding ke luar negeri. Sebelum tidur mereka mengobrolkan banyak hal, mulai soal sepak bola hingga strategi bertanding.
Meski punya banyak perbedaan, mereka tak bertengkar. ”Hendra orangnya rajin, serius, kalem, dan enggak pernah marah. Kadang saya pengin lihat dia marah. Tetapi, mungkin kalau dia marah, saya akan balas marah,” ujar Kido.
Adapun Hendra menganggap Kido orang yang penuh semangat. ”Semangatnya sangat membantu kalau kami tertekan dalam pertandingan. Kami tak pernah bertengkar. Kalau kalah, paling saling mendiamkan satu sama lain selama seminggu, sudah itu biasa lagi,” ujar Hendra.
Kido bersyukur bisa merebut medali emas olimpiade, meneruskan prestasi Ricky Subagja/ Rexy Mainaky (Olimpiade Atlanta 1996) dan Candra Wijaya/Tony Gunawan (Olimpiade Sydney 2000). Pemuda yang berencana mengakhiri masa lajangnya tahun depan ini berharap lebih banyak lagi ganda putra Indonesia yang berkesempatan berprestasi.
Apa impian mereka setelah menyandingkan gelar juara dunia dan olimpiade? ”Bulan depan ada Jepang Terbuka. Kami juga belum pernah juara All England dan Asian Games. Setelah itu, baru berpikir mempertahankan medali emas olimpiade 2012,” ujar Hendra.
BIODATA
Markis Kido Lahir: Jakarta, 11 Agustus 1984 Klub: Jaya Raya Jakarta Pelatnas : 2001
Hendra Setiawan Lahir: Pemalang, 25 Agustus 1984 Klub: Jaya Raya Jakarta Pelatnas: 2002
Mulai berpasangan: 2003
Pelatih: Sigit Pamungkas
Prestasi:
2004, Runner up GP Denmark Terbuka
2005, Juara Kejuaraan Asia, Juara Indonesia Terbuka
2006, Juara Indonesia Terbuka, Juara Hongkong Terbuka, Juara China Terbuka
2007, Runner up China Master, Juara Kejuaraan Dunia, Juara GP Taiwan, Juara China Terbuka, Juara Hongkong Terbuka
2008, Juara Malaysia Terbuka, Runner up Swiss Terbuka, Juara Olimpiade Beijing
Beregu:
2006, Semifinal Piala Thomas
2007, Final Piala Sudirman 2008, Semifinal Piala Thomas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar