Kompas/Arbain Rambey / Kompas Images
Penyanyi asal AS, Alicia Keys, menggoyang panggung Plenary Hall, Jakarta Convention Center, dalam konsernya, "As I Am", Kamis (31/7). Tajuk konser keliling dunianya ini adalah judul albumnya.
DAHONO FITRIANTO
Seusai tampil di perayaan 50 tahun Grammy Awards di Los Angeles, AS, 10 Februari lalu, penyanyi Alicia Keys disebut-sebut harian Los Angeles Times telah sah menempati posisi primadona pop yang dulu pernah diisi penyanyi Whitney Houston dan Mariah Carey.
Kualitas vokal prima dipadu dengan pribadi yang anggun dan berkarisma saat tampil di panggung adalah ciri primadona itu. Di Jakarta, Alicia membuktikan dia memang layak di posisi itu.
Pentasnya di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta, hari Kamis (31/7), sempat menjadi berita dunia terkait dengan dicabutnya seluruh bentuk promosi yang mencantumkan merek rokok. Sebelumnya, konser itu disponsori A Mild, produk rokok dari PT HM Sampoerna Tbk, yang sebagian besar sahamnya dimiliki Philip Morris International.
Mengetahui konser artis sekaliber Alicia Keys disponsori rokok, sebuah LSM internasional yang bergerak dalam kampanye antirokok, Tobacco Free Kids, mengirimkan surat kepada Alicia dan kantor pusat Philip Morris. Mereka mendesak Alicia untuk menolak segala bentuk sponsor dari rokok karena dikhawatirkan akan mempromosikan rokok kepada anak di bawah umur (mayoritas penggemar Alicia adalah remaja).
Alhasil, seluruh baliho, reklame, selebaran, tiket, hingga kartu identitas untuk panitia dan wartawan bersih sama sekali dari atribut rokok. ”PT HM Sampoerna Tbk memutuskan tak memakai produk kami (A Mild) dalam promosi penyelenggaraan event tersebut. Namun, komitmen kami kepada penyelenggara untuk dapat terlaksananya konser ini akan tetap kami penuhi sesuai kesepakatan sebelumnya,” demikian pernyataan resmi Director Corporate Affairs PT HM Sampoerna Tbk Yos Adiguna Ginting.
Kejadian ini dilema yang harus dihadapi dunia hiburan dan bisnis pertunjukan di Indonesia. Hampir semua hajatan konser musik di negeri ini, baik yang melibatkan artis lokal maupun internasional, disponsori perusahaan rokok.
Sebagai catatan, negara-negara maju sudah sejak lama menerapkan larangan terhadap produk rokok untuk menjadi sponsor acara-acara hiburan maupun olahraga.
Penantian
Kembali ke konser, jadilah kawasan Plenary Hall JCC malam itu bersih dari segala bentuk tulisan ataupun atribut yang bisa diasosiasikan dengan produk rokok. Sempat tebersit kekhawatiran kejadian tersebut akan mengganggu jalannya konser. Apalagi hingga 90 menit dari jadwal pertunjukan pukul 20.00, penyanyi kelahiran Manhattan, New York, 25 Januari 1981, itu belum juga muncul di panggung.
Baru pada pukul 21.30 para pemain band pengiring bermunculan di atas panggung, memicu sorak-sorai sekitar 3.000 penonton yang mulai gelisah.
Sambutan penonton pun makin bergemuruh saat intro lagu pembuka, ”Go Ahead”, dimainkan dan terdengar suara Alicia yang masih berada di belakang panggung. Lalu muncullah pemenang 11 penghargaan Grammy Awards dan 17 Billboard Music Awards ini di pentas. Tuntaslah sudah penantian panjang publik Indonesia untuk melihat langsung penampilan The Princess of Soul (melengkapi mendiang James Brown sebagai The King of Soul dan Aretha Franklin sebagai The Queen of Soul) ini.
Bersahaja
Alicia tampil sangat sederhana, berbeda dengan umumnya penampilan artis R&B atau soul dari AS yang biasanya tampil serba gemerlap. Alicia memang membawa rombongan besar (36 orang, termasuk 7 musisi dan 3 vokal latar), tetapi tetap tak seheboh artis R&B lain.
”Alicia sengaja tampil dengan format festival, tanpa dancers yang biasanya menyertai saat show di AS. Ia ingin kembali ke bentuk awal dulu saat ia baru mulai dikenal dunia,” ujar Rinny Noor dari RN Productions, promotor konser ini.
Panggungnya sangat minimalis. Hanya ada dua layar kain sederhana di belakang panggung tanpa backdrop, dan sederetan instrumen musik. Alicia pun tampil bersahaja. Ia mengenakan celana panjang hitam dipadu dengan atasan u can see merah mengembang. Rambut hitamnya cukup dikuncir ekor kuda. Dia sama sekali tak berganti baju selama hampir dua jam pertunjukan.
Totalitas
Akan tetapi, suasana serba minimalis itu justru menampilkan kualitas Alicia yang sesungguhnya. Pembawaannya yang ramah dan kalem saat menyapa penonton dikompensasi dengan teknik dan olah vokal yang total. Ia pun tak ragu memeragakan headbang, memutar rambut panjangnya seperti fans heavy metal sambil mengeluarkan suara yang bening dan menjelajah jangkauan yang sangat luas.
Alicia tak cuma piawai dalam olah vokal, tetapi juga memamerkan penguasaan instrumen musik yang mumpuni. ”Is it okay kalau saya sekarang duduk dan main piano saya?” sapanya sebelum duduk di grand piano hitam beralaskan permadani, mulai memainkan nada-nada awal ”Karma” yang menjadi lagu kelimanya malam itu.
Virtuositas dan totalitas penampilan seorang penyanyi sebagai seniman musik seperti inilah yang jarang kita temui di lingkup penyanyi lokal. Jangankan menguasai alat musik secara mumpuni, teknik olah vokal pun tak pernah dikembangkan, sekalipun sudah menyandang gelar ”diva”.
Alicia pun berpindah-pindah memainkan keyboard dan organ di bagian depan panggung. Namun, setiap kali Alicia duduk di grand piano-lah yang membuat hati penonton berdebar-debar, menunggu penyanyi tersebut memainkan hit terpopulernya, ”If I Ain’t Got You”, yang ternyata tak dimainkan sampai bagian penutup konser di encore kedua, saat sebagian penonton sudah keluar dari ruangan.
Menonton Alicia Keys adalah menonton kualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar