SEBUT saja satu kata, kaji. Kata ini unik juga. Betapa tidak? Kata dasar yang satu ini menghasilkan bentuk turunan yang berbeda, yakni mengaji dan mengkaji ataupun pengajian dan pengkajian. Saya yakin bentuk turunan yang berbeda ini berasal dari kata dasar yang sama, yakni kaji. Alasannya, tidak ada kata dasar aji untuk bentuk turunan mengaji dan pengajian. Ataukah kaji merupakan kata dasar (dalam fungsi sebagai salah satu unsur pembentuk kata kerja) yang juga merupakan homonim (kata yang sama lafal dan ejaannya tetapi berbeda makna karena berasal dari sumber yang berlainan)? Saya sendiri berpendapat, dalam konteks seperti ini, kaji bukanlah homonim, apalagi homofon (kata yang sama lafalnya dengan kata lain tetapi berbeda ejaan dan maknanya) ataupun homograf (kata yang sama ejaannya dengan kata lain tetapi berbeda lafal dan maknanya).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan Departemen Pendidikan Nasional, baik edisi II maupun edisi III, tidak secara tegas menyebutkan bahwa bentuk turunan mengaji dan mengkaji ataupun pengajian dan pengkajian berasal dari kata dasar yang sama, kaji. Namun demikian, penjelasan tentang kata-kata tersebut berada di bawah kata dasar kaji.
Kaji merupakan kata benda atau nomina yang berarti pelajaran (agama dan sebagainya) atau penyelidikan (tentang sesuatu).
Hal yang menarik untuk dikaji adalah perbedaan bentuk turunan mengaji dan mengkaji ataupun pengajian dan pengkajian. Mengapa mengkaji dan pengkajian? Bukankah huruf k, p, t, s pada awal kata dasar luluh bila didahului awalan seperti terjadi pada kata mengubur (dari kata dasar kubur) dan kata bentukan lainnya, penguburan? Seperti juga mengibarkan (dari kata dasar kibar) dan pengibaran. Nah di sinilah menariknya. Para ahli bahasa rupanya lebih mengutamakan faktor kemudahan menangkap arti ketimbang hanya mengedepankan segi morfologis atau etimologis. Dengan demikian, diberlakukan perkecualian atas hukum k, p, t, s itu untuk mencapai makna yang lebih tinggi, yakni kemudahan membedakan arti. Dalam setiap bahasa, yang namanya perkecualian (exception) memang selalu ada. Boleh jadi, mengkaji dan pengkajian adalah bentuk salah (secara morfologis) yang dianggap benar (dalam konteks yang lebih tinggi yakni pembedaan arti).
Ada cita rasa bahasa yang berbeda antara mengaji Alquran dan mengkaji Alquran. Sebenarnya, kedua frasa ini bisa digunakan, namun arti mengaji Alquran tentu berbeda dengan mengkaji Alquran.
KBBI memberi penjelasan khusus tentang kata mengaji dan mengkaji. Mengaji adalah kata kerja atau verba yang berarti mendaras (membaca) Alquran, sedangkan arti lainnya adalah belajar membaca tulisan Arab, atau belajar, mempelajari. Sementara mengkaji berarti belajar, mempelajari (yang juga merupakan arti ketiga dari mengaji), atau arti lainnya memeriksa, menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan), menguji, menelaah.
Jadi memang terasa ada nuansa yang berbeda antara mengaji dan mengkaji (walaupun Malaysia menggunakan kata yang sama untuk kedua arti itu, yakni mengaji). KBBI pun memberi arti yang berbeda untuk pengajian dan pengkajian. Pengajian adalah nomina yang berarti pengajaran (agama Islam) atau pembacaan Alquran. Sementara pengkajian berarti proses, cara, perbuatan mengkaji, atau penyelidikan (pelajaran yang mendalam), atau penelaahan.
Tentu saja ada sisi positif dari perbedaan atau pembedaan arti ini. Bila kedua arti tersebut hanya diwakili oleh kata pengajian, apakah BPPT juga merupakan singkatan dari Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi?***
IMAM JAHRUDIN PRIYANTO
Redaktur Bahasa "Pikiran Rakyat".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar