Rabu, 24 September 2008

Celah Ramadhan

Salim, Bermimpi Lebaran di Kampung Halaman 


KOMPAS/WAWAN H PRABOWO / Kompas Images 
Kuli panggul berebut naik ke Kapal Dobonsolo di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (18/9). Kapal ini mengangkut pemudik dari Makassar, Sulawesi Selatan. 


Selasa, 23 September 2008 | 03:00 WIB 

Runik Sri Astuti


Jarum jam menunjukkan pukul 16 lebih 40 menit saat Kapal Motor Dobonsolo merapat ke Dermaga Nilam di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Kamis (18/9).

Beberapa detik setelah pintu dibuka, ratusan pria berkaus kuning langsung menghambur lari menaiki tangga. Mereka berebut masuk ke dalam kapal, menembus barikade penumpang yang hendak keluar. Kegaduhan dan keributan tak terhindarkan.

Dalam hitungan detik, ratusan pasukan kuning telah berjalan keluar menyeruak kerumunan penumpang dengan ribuan barang yang bertengger di atas pundak mereka.

Di antara ratusan kuli panggul itu, tampak seorang pria separuh baya yang berjalan terhuyung membawa tiga kardus besar. Sesekali ia berhenti mengatur napasnya yang tersengal. Keringat mengucur deras dari dahinya yang mulai keriput.

Seorang ibu, yang ternyata pemilik barang, berjalan di belakangnya. Saat sampai di area parkir, wanita itu memintanya berhenti dan meletakkan barang. Selembar uang Rp 20.000 diberikannya kepada kuli itu.

Setelah mengantongi uang, kuli yang mengaku bernama Haji Salim ini kembali berjalan cepat ke dalam kapal mencari penumpang lain.

Sayang, usahanya tidak berhasil. Pria berusia 55 tahun ini pun berjalan gontai ke dermaga. Di trotoar, ia mengempaskan tubuhnya yang bersimbah peluh. ”Hari ini rezeki saya sedikit, cuma dapat Rp 20.000, padahal harus menabung buat Lebaran. Sudah beberapa tahun ini keluarga kami tidak pulang karena tidak ada uang,” katanya.

Menjadi kuli panggul telah dilakoninya sejak 1990. Ia terdaftar sebagai kuli dengan nomor 72. ”Dulu, kuli panggul belum banyak diminati. Sekarang hampir 300 orang,” ujarnya.

Dengan penghasilan Rp 20.000 per hari, Salim tak mampu menabung. Istrinya juga tidak kerja karena sibuk mengurus anak. Jika lagi mujur, ia bisa mendapat Rp 50.000 sehari. Namun, sudah mendekati Lebaran, penumpang tidak banyak.

Melihat tabungannya tak kunjung terisi, ia pun segera memupus harapannya merayakan Lebaran di kampung halaman di Sampang, Madura, bersama keluarga besarnya. ”Yah, mau apa lagi, saya akan merayakan di rumah saja. Semoga anak-anak mau mengerti,” ucapnya lirih.

Salim adalah potret kuli angkut yang hidupnya selalu pas-pasan walau telah membanting tulang memeras keringat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar