Selasa, 23 September 2008

Nun di London, Mereka Memilih Islam


By Republika Contributor
Minggu, 21 September 2008 pukul 17:04:00 


LONDON -- Dalam ruang tamu rumah teras di London Utara, Islington dengan terbata-bata Tony, pria Inggeris belajar mengaji dengan metode Iqro dibimbing Muhammad Hilaal Abubakar, pria kelahiran Singapura yang beribu asal Yogyakarta. Sore itu di tengah hujan rintik rintik, Tony yang baru masuk Islam beberapa bulan lalu bertekad untuk belajar dan mengetahui lebih banyak mengenai Islam. 

Sejak kejadian pemboman di kota London, 7 Juli 2005, dan juga gencarnya media massa memojokan Muslim dan Islam tidak menyurut keinginan masyarakat Inggeris dan lainnya mencari tahu mengenai agama yang dianggap agama jahat dan teroris. Di ruang tamu yang tidak terlalu luas itu, selain Tony dan Gaffar asal Inggris juga ada Ciraan dan Cullan, keduanya dari Irlandia, dan wanita semampai Aisya dari Ceko yang baru tamat belajar Iqra, buku kecil metode belajar Al Qur'an yang diterbitkan di Indonesia. 

Buku Iqro yang biasa digunakan mereka yang baru belajar membaca Al Qur'an di tanah air itu digunakan Hilaal untuk mengenal dan membaca ayat ayat suci Al Qu'ran. Ahli hukum yang mendirikan komunitas pengajian yang "Step to Allah" itu khusus ditujukan bagi kaum muallaf yang multinatioanal dan warna itu untuk belajar dasar-dasar rukun agama Islam serta fondasi dengan Tauhid dan Aqidah. 

Banyak pria lainnya seperti Lukman, pria Inggeris asal Lagos, dan James yang kini menjadi Jamal mengikuti pengajian setiap dua mingguan di ruang tamu rumah Hilaal yang bermula dari acara minum kopi kelompok Laywers muda di perusahaan Advokasi di kawasan Euston, London. Mereka adalah Mohammad Hilaal, Simon, Farhana, Yunus dan lainnya sering berkumpul untuk makan bersama atau sekedar minum kopi yang akhirnya membentuk kelompok pengajian. 

Acara minum kopi memberikan inspirasi bagi Hilaal untuk membuat suatu pengajian kecil-kecilan yang kini berkembang dan bahkan mereka juga melakukan umroh bersama. Pengajian yang dimulai ba`da Asyar, Hilaal yang sebelumnya tidak pernah belajar bagaimana berdakwah memberikan ceramah mengenai Islam dan melakukan shalat bersama dan diakhiri makan malam. 

Meskipun ia bukan seorang pendakwah, Hilaal yang merupakan seorang ahli hukum yang dulunya adalah seorang dokter gigi dengan mahirnya menyampaikan ajaran Muhammad kepada muallaf Inggris. Berkumpul bersama sambil mempelajari Islam dan yang telah melahirkan rasa persaudaraandan keakraban di antara mereka. 

Dari Hukum ke Agama
Tidak pernah terfikir dibenak Hilaal di saat ia harus menterjemahkan bahasa agama dalam bahasa Inggris dari bahasa Melayu.Menurutnya cukup pening mempelajari bahasa-bahasa hukum yang tengah ia geluti saat itu. Karenanya, tak pernah terlintas bahwa ia akan berhadapan dengan orang-orang atau teman-temannya yang bertanya dan minat tentang agama Islam. 

Hilaal, seperti kebanyakan kaum muda yang hari-harinya sibuk bekerja membina karir, rasa-rasanya tak mungkin melakukan kegiatan ekstra di akhir pekan sampai pada suatu hari ia dituntut oleh suatu keadaan. Simon teman seprofesi sering main ke rumah begitu tertarik tentang Islam. Buku-buku, leaflet, literature tentang Islam yang bertumpuk dirak buku atau meja kecil di ruang tamu itu menarik bagi Simon. 

Konon Simon, pada saat itu tidak memiliki agama apapun, ia meminta izin pada Hilaal untuk membawa pulang beberapa literatur agama Islam dan ia juga banyak bertanya karena begitu minatnya dengan Islam.Hal ini membuat Hilaal terpaksa belajar istilah agama Islam dalam bahasa Inggris, yang membuatnya tertantang. 

Selang beberapa pekan Simon begitu yakin dengan agama Islam, lalu ia meminta Hilaal untuk menemani dan mengantarnya untuk bersyahadat, pergilah mereka ke masjid besar Regent Park Mosque, di Park Road, London. Usai bersyahadat Imam masjid menyarankan untuk bergabung dengan "Islamic Circle" mendengarkan ceramah yang berlangsung setiap hari Sabtu diselenggarakan di mesjid raya London itu. 

Hilaal pun merasa bertanggung jawab mendampingi Simon yang berganti nama menjadi Syaiful. Ia mengajarinya bagaimana berwudhu, shalat, melafazkan surat-surat pendek saat shalat serta doa-doa yang mudah. Di masjid, Hilaal banyak bertemu dengan para muallaf baik yang muda, setengah baya dan ia merasa banyak teman dan terasa bersaudaraan yang mendalam di antara mereka. 

Seringnya mereka berteman dengan kelompok yang berjumlah enam orang ini, sambil berdiskusi dan belajar agama terbesitlah untuk membentuk sebuah peguyuban, "circle" atau pengajian untuk belajar agama. Di kelompok itu tidak semua muallaf, bahkan ada yang lahir Muslim, namun tidak mempraktikkan shalat dan puasa dengan ikut pengajian mereka mulai shalat dan belajar agama Islam. 

Datanglah James, Jason, Peter, Gavin, Stewart dan sebagainya yang kini namanya berubah. Jamal adalah nama yang paling banyak disukai muallaf Inggris yang kebanyakan berasal dari James. Kelompok yang berjumlah enam orang membengkak dan kian membesar hingga mencapai 25-30 orang. 

Akhirnya terbentuklah pengajian kecil yang diselenggarakan setiap hari Ahad atau Minggu yang juga kunjungan rutin ke masjid setiap hari Sabtu untuk mendengar ceramah dari para ustadz yang yang datang dari berbagai bangsa dan banyak memilki ilmu agama.Menurut Nizma Agustjik yang dari awal pembentukan pengajian ikut membantu penuh mengatakan tadinya mereka tidak berminat untuk diberi nama untuk kelompok pengajian. 


Umroh Bersama 
Mereka juga sepakat untuk memberi nama kelompok pengajian dengan nama "Langkah Menuju Allah" atau "Steps to Allah" dan sekaligus mereka mendirikan mailing list terbentuk di pekan ketiga Mei 2006. Saat ini menurut Nizma, "Steps to Allah" akan mencapai tiga tahun pada bulan Desember tahun ini dan anggotanya berjumlah 79 walaupun tidak selau datang semua. "Saya tidak perlu kuantitas, jamaah yang banyak, namun kualitas adalah yang saya tekankan," ujar Hilaal.

Keseharian Hilaal yang penuh dedikasi terhadap kegiatan dakwahnya yang cukup unik. Dia selalu berada di masjid usai bekerja untuk shalat maghrib lalu dilanjutkan mengajar Iqro dari buku Iqro Indonesia pada teman-teman muallaf hingga beberapa muridnya telah tamat dan bisa membaca Juz`ama. Ramadhan tahun lalu Hilaal memimpin rombongan kecil sejumlah 12 orang untuk melakukan umrah pada 10 hari terakhir dan dirasakan bagaimana indahnya melakukan umrah bersama mereka. 

Mereka begitu bersemangat melakukan ibadah dan berupaya berada di garis terdepan pada saat shalat, baik di Masjid Nabawi atau di Masjidil Haram, Mekkah. Yang lebih uniknya lagi di antara mereka ada yang baru pertama kali melakukan ibadah puasa.Rombongan ini terdiri dari empat orang Inggeris, dua asal Filipina dan masing masing seorang dari Afrika, Malaysia dan Indonesia serta Bangladesh. 

Pada bulan Ramadhan tahun ini merupakan penyelenggaraan umroh kedua yang berjumlah 14 orang yang dipimpinnya yang juga dilakukan pada sepuluh hari terakhir, di antaranya Miya, wanita Indonesia dengan sang suami muallaf, Amin asal Belgia. Zeynita Gibbons/ant/kp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar