Selasa, 09/04/2013 - 16:50
BANDUNG, (PRLM).- Keberadaan hutan adat di Jawa
Barat (Jabar) tidak mendapat jaminan hukum yang pasti dari negara untuk
dikelola masyarakat adat. Akibatnya, masyarakat adat kehilangan sumber
penghidupan dan hutan adat pun terancam kelestariannya karena aktivitas
pertambangan dan pembangunan sarana komersil.
Demikian kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar Dadan Ramdan dalam diksusi publik "Membangun Konsepsi Hutan Kelolal Rakyat Di Jawa Barat" di Wisma Bumi Kitri, Jalan Cikutra, Selasa (9/4/13).
"Seperti masyarakat Kesepuhan di Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak terancam kehilangan sumber penghidupan karena perluasan konservasi taman nasional. Kita sepakat dengan konservasi alam, namun akses rakyat untuk mengelola hutan dan merawatnya tetap harus diperbolehkan," ujarnya.
Dalam praktiknya, tutur Dadan, perluasan lahan konservasi justru mematikan mata pencaharian masyarakat tradisi dan membuka luas masuknya para pemodal yang mengeksploitasi alam. "Masuk ke dalam lahan konseravsi saja masyarakat adat tak diperbolehkan," katanya.
Lebih lanjut, Dadan mengungkapkan izin tambang, pariwisata, serta vila dibuka oleh balai taman nasional dengan izin Kementerian Kehutanan. "Contohnya di Taman Nasional Kawasan Gunung Halimun Salak, di mana sarana komersil serta pertambangan, gas berada kawasan konservasi sementara masyarakat adat sendiri tak memperoleh pengakuan. Keberadaan lahan pertambangan juga dikhawatirkan mengubah budaya kerja masyarakat sekitar untuk ikut menambang sehingga semakin merusak alam," tuturnya.
"Di daerah Cisolok Kabupaten Sukabumi, Lebak Banten dan Pongkor yang masih termasuk Kawasan Gunung Halimun Salak ditambang untuk diambil menjadi emas, galena dan panas bumi," tambah Dadan.
Selain itu, masyarakat adat di Kasepuhan Cipatagelar, Ciptarasa, Cipta Mulia, serta Sinar Resmi di sekitar lokasi penambangan juga rentan dikriminalisasi. (A-201/A_88)***
Demikian kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar Dadan Ramdan dalam diksusi publik "Membangun Konsepsi Hutan Kelolal Rakyat Di Jawa Barat" di Wisma Bumi Kitri, Jalan Cikutra, Selasa (9/4/13).
"Seperti masyarakat Kesepuhan di Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak terancam kehilangan sumber penghidupan karena perluasan konservasi taman nasional. Kita sepakat dengan konservasi alam, namun akses rakyat untuk mengelola hutan dan merawatnya tetap harus diperbolehkan," ujarnya.
Dalam praktiknya, tutur Dadan, perluasan lahan konservasi justru mematikan mata pencaharian masyarakat tradisi dan membuka luas masuknya para pemodal yang mengeksploitasi alam. "Masuk ke dalam lahan konseravsi saja masyarakat adat tak diperbolehkan," katanya.
Lebih lanjut, Dadan mengungkapkan izin tambang, pariwisata, serta vila dibuka oleh balai taman nasional dengan izin Kementerian Kehutanan. "Contohnya di Taman Nasional Kawasan Gunung Halimun Salak, di mana sarana komersil serta pertambangan, gas berada kawasan konservasi sementara masyarakat adat sendiri tak memperoleh pengakuan. Keberadaan lahan pertambangan juga dikhawatirkan mengubah budaya kerja masyarakat sekitar untuk ikut menambang sehingga semakin merusak alam," tuturnya.
"Di daerah Cisolok Kabupaten Sukabumi, Lebak Banten dan Pongkor yang masih termasuk Kawasan Gunung Halimun Salak ditambang untuk diambil menjadi emas, galena dan panas bumi," tambah Dadan.
Selain itu, masyarakat adat di Kasepuhan Cipatagelar, Ciptarasa, Cipta Mulia, serta Sinar Resmi di sekitar lokasi penambangan juga rentan dikriminalisasi. (A-201/A_88)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar