Senin, 22 November 2010

Batu Empedu Sering Dikira Sakit Maag

Senin, 22 November 2010 | 12:28 WIB
 SHUTTERSTOCK
 
Kompas.com - Gejala penyakit batu empedu mirip sekali dengan maag, yaitu nyeri di sekitar lambung. Karena itu, tak sedikit penderita yang merasa sakit maag dan kerap bolak-balik ke dokter lalu diberi obat maag. Tentu saja kondisi tak kunjung membaik. Bagaimana membedakan ke1uhan batu empedu dengan maag?

Seperti diungkapkan Dr. H. Ari Fahrial S, SpPD-KGEH, MMB, spesialis penyakit dalam dari RS Cipto Mangunkusumo, keluhan bisa serupa karena letak lambung dan kantong empedu berdekatan, yakni di ulu hati. Jika salah satu organ ini rnengalami peradangan, rasanya hampir sama.

"Orang mengira maag dan kembung, tapi setelah beberapa kali pemeriksaana diketahui ada batu di kantong atau saluran empedu," ungkap Dr. Ari.

Untuk membedakan dengan maag, kita perlu memperhatikan penjalaran dan frekuensi  nyeri. "Kalau maag, frekuensi sakit biasanya pelan-pelan hingga akhirnya begitu hebat. Bila batu empedu, sakitnya tiba-tiba timbul dengan sangat dan kemudian bisa hilang begitu saja," tutur dosen di FKUI ini.

Peradangan pada kantong dan saluran menimbulkan nyeri di bawah tulang iga, sedikit ke kanan. Nyeri itu berpotensi menjalar hingga ke pinggang bagian kanan dan bahu kanan. Bila lambung yang meradang. nyerinya terasa lebih sedikit ke atas ulu hati dan ke kiri.  "Rasa sakit biasanya juga terjadi dalam 2 hingga 4 jam setelah menyantap makanan berlemak. Timbulnya seringkali antara pukul 21.00 hingga 06.00," katanya.

Kecil lebih berbahaya
Batu empedu biasanya terbentuk di dalam kantong empedu atau di saluran empedu dan saluran hati. Batu ini dapat memicu radang dan infeksi pada kantong empedu dan di saluran lain bila batu keluar dari kantong empedu dan menimbulkan penyumbatan di saluran lain.

"Batu empedu berukuran kecil lebih berbahaya daripada yang besar. Batu kecil berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat lain dan memicu masalah baru," ujarnya.
Riset menunjukkan, penyakit batu empedu di Asia umumnya disebabkan infeksi di saluran pencernaan. Di Barat dipicu empat faktor risiko, yakni jenis kelamin wanita, usia di atas 40 tahun, diet tinggi lemak, dan masalah kesuburuan.

Di Indonesia, faktor pencetus infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu. "Penyebab paling utama di Indonesia adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu, sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu," paparnya.

Infeksi tersebut kebanyakan berupa tifoid atau tifus. "Kuman tifus bila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit maupun demam," katanya.
Kebiasaan pasien yang tidak menghabiskan penggunaan obat antiobiotik juga dapat memicu timbulnya batu empedu. Kuman akan terus berada di kantong empedu karena dalam siklus perjalanannya akan bermuara di kantong empedu.

"Itu alasannya antibiotik harus dihabiskan supaya kuman di kantong  empedu benar-benar habis," ujarnya.

Akibat tumpukan lemak
Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh, sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Cairan empedu yang berwarna hijau kecokelatan bertugas dalam proses penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, dan K. Cairan empedu penting dalam proses pencernaan, terutama lemak.

Cairan empedu disimpan di kantong empedu yang terletak di bawah organ hati. Bentuknya seperti buah pir dan bisa menampung 50 ml cairan empeclu. Kantong sepanjang 7-10 cm ini terhubung dengan hati dan usus 12 jari melalui saluran empedu.

Bila kadar kolesterol dalam tubuh meningkat dan hati tak bisa lagi mengeluarkannya, bisa terbentuk batu empedu. "Pada orang yang memiliki bakat kolesterol tinggi, ada lebih banyak lagi tumpukan kolesterol, dan sangat bisa mencetuskan batu empedu. Kecenderungannya sampai 30 persen," ujarnya.

Awalnya kolesterol mengendap, lalu biasanya terjadi penebalan dinding empedu. Selanjutnya akan terjadi perubahan kimiawi pada empedu yang disebut batu empedu.

Batu empedu juga bisa disebabkan tumpukan pigmen bilirubin dan garam kalsium yang membentuk partikel seperti kristal padat. Karena itu cirinya berbeda. Batu empedu dari tumpukan kolesterol berwarna kekuningan dan tampak mengilap seperti minyak, sedangkan dari tumpukan pigmen bilirubin berwarna hitam tapi keras atau berwarna cokelat tua, tapi rapuh.

Batu empedu dapat menyebabkan berbagai masalah bila masuk ke saluran pencernaan atau usus halus. Terkadang batu juga muncul pada saluran empedu. Bila batu ini terdapat pada kandung empedu, bisa terjadi peradangan kolestitis akut. Itu karena adanya pecahan batu di dalam saluran empedu yang menimbulkan rasa sakit berlebihan.

Obat hanya mencegah
Penegakan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan USG. Bisa juga dilakukan foto sinar X dan pemeriksaan darah di laboratorium. Perawatan dengan mengistirahatkan kantong empedu. Pengobatan terapi yang biasa dilakukan adalah kombinasi obat Chenodeoxycholic Acid (CCDA) dan Ursodeoxicholic Acid (UDCA).
"Pengobatan terapi kombinasi CCDA (mengurangi sintesis kolesterol) dan UDCA (mengurangi penyerapan kolesterol) diharapkan bisa menyembuhkan batu empedu tanpa efek samping," katanya.

Berdasarkan penelitian, terapi tersebut hanya bisa mencegah, tetapi tidak menghilangkan batu empedu. Untuk menghilangkan batu, tetap dperlukan tindakan medis. Pilihan ada dua, yakni laparoskopi atau operasi biasa.
Laparoskopi hanya menimbulkan bekas seperti tusukan di perut dan prosesnya menggunakan kontrol komputer. Sebaliknya, operasi bedah biasa akan menimbulkan bekas robekan. Intinya, tindakan medis tersebut bertujuan mengangkat kantong empedu. Konsekuensinya, pasien tak bisa lagi mengonsumsi makanan berlemak karena tidak ada lagi organ yang memroses lemak di tubuh. (Putri)
Editor: Lusia Kus Anna   |   Sumber :Tabloid Gaya Hidup Sehat
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar