Kamis, 25 November 2010

Waspadai Kaki Gajah!


Penyakit kaki gajah (Filariasis) merupakan penyakit disebabkan oleh parasit cacing filaria, yang menyerang kelenjar dan pembuluh getah bening (pembuluh limfe). Di Indonesia filariasis dikarenakan oleh tiga jenis cacing yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. 

Cacing jenis Brugia malayi dan Brugia timori ditemukan pertama kali di Indonesia. Sejak 1975, program pemberantasan penyakit kaki gajah dilakukan mencakup 1.860 daerah kantong endemis filariasis meliputi 21 dari 27 provinsi seluruh Indonesia. Hasil yang dicapai cukup memuaskan, prevalensi penyakit secara nyata turun dari 13,3% menjadi 3,29% pada 1987.

Namun, penyakit kaki gajah kembali menjadi masalah kesehatan sejak 1990. Kasus-kasus baru kembali dilaporkan di Indonesia dan di beberapa negara di dunia. Kini, lebih dari satu miliar manusia di dunia dilaporkan memiliki risiko menderita penyakit ini dan lebih dari 120 juta orang di dunia dari 81 negara telah terinfeksi penyakit ini. Pada 2000, ribuan desa di Indonesia dinya-takan endemis penyakit ini dan tersebar di 26 provinsi termasuk Jawa Barat. Pada 2009 kasus kronis dengan pembengkakan anggota tubuh dilaporkan sebanyak 11.914 orang, yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di 33 provinsi. Penyakit ini menjadi perhatian WHO hingga ditetapkan kesepakatan global untuk memberantas filariasis pada 2020 (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). 

Penularan
Pertumbuhan dan perkembangan cacing filaria, terjadi pada dua fase yaitu fase di tubuh nyamuk dan pada manusia. Nyamuk berperan sebagai vektor (penular) penyakit. Tubuh nyamuk dibutuhkan untuk pertumbuhan dan transmisi cacing. Sewaktu nyamuk menghisap darah manusia, cacing fila-ria stadium mikrofilaria yang ada pada darah manusia ikut tertelan, dan masuk ke dalam saluran pencernaan nyamuk. 

Mikrofilaria kemudian melepas selubungnya dan menembus lambung nyamuk menuju otot thoraks di mana mikrofilaria akan tumbuh, berganti kulit, dan berkembang menjadi larva infektif L1, L2, serta terakhir menjadi larva infektif stadium 3 (L3). Nyamuk terbang dan menghisap darah dari satu manusia ke manusia lain, sambil menularkan cacing stadium L3 yang masuk ke dalam darah melalui luka oleh gigitan nyamuk. Larva bermigrasi ke kelenjar limfe yang terdekat selanjutnya menjadi cacing dewasa dalam waktu sekira 6-12 bulan. Setelah menjadi dewasa, terjadi kopulasi (kawin) cacing betina dan cacing jantan. Satu ekor ca-cing dewasa betina dalam sehari dapat mengeluarkan hingga 10.000 mikrofilaria! Cacing dewasa dapat hidup dalam tubuh manusia hingga 5- 10 tahun dan menyebabkan berbagai masalah, karena kerusakan pembuluh limfe dan respons sistem imun yang dihasilkan.

Gejala
a. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut terjadi setelah 6-16 bulan sejak cacing masuk ke dalam tubuh manusia lewat cucukan nyamuk. Pada mulanya, gejala penyakit kaki gajah dapat berupa pembesaran/peradangan kelenjar getah bening (limfadenitis dan limfangitis) di sekitar pangkal paha, ketiak atau di belakang lutut disertai panas tidak begitu tinggi hilang timbul, nyeri kelenjar, dan lesu. Keluhan biasanya terjadi setelah beraktivitas. Pada beberapa kasus serangan bisa hebat, sehingga penderita tidak dapat bekerja selama beberapa hari bahkan dapat terjadi abses kelenjar, memecah, membentuk lekukan (ulkus ), dan meninggalkan parut yang khas, setelah tiga minggu tiga bulan. Pada kasus yang ringan gejala akut seringkali hanya dianggap reumatik dan tidak dirasakan sebagai sesuatu yang penting. Serangan ini dapat terjadi 12 x/tahun sampai beberapa kali per bulan. 

b. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi sekitar 4-10 tahun, setelah serangan akut pertama. Gejala menahun ini ditandai dengan terjadinya pembesaran kaki/paha/lengan/buah zakar/payudara yang menyebabkan cacat dan mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya. Pada pemeriksaan darah tahap ini jarang ditemukan cacing stadium mikrofilaria.

Endemisitas
Endemisitas filariasis suatu daerah ditentukan dengan menentukan microfilarial rate (mf rate), Acute Disease Rate (ADR), dan Chronic Disease Rate (CDR). Pengukuran dilakukan dengan memeriksa sedikitnya 10 persen dari jumlah penduduk. Pemeriksaan darah yang biasa dilakukan untuk penyakit kaki gajah, bergantung kepada keberadaan cacing stadium mikrofilaria dalam darah tepi atau dikenal dengan periodisitas. Uniknya, periodisitas untuk filariasis di Indonesia paling banyak malam hari (nokturna), sehingga pemeriksaan darah dilakukan pada malam hari. Suatu daerah dinyatakan endemis, bila minimal ditemukan lima orang positif mikrofilaria dari 500 penduduk yang diperiksa. Pendekatan praktis untuk menentukan daerah endemis filariasis, dapat juga dilakukan melalui penemuan penderita yang sudah menunjukkan bentuk kaki gajah/gejala menahun (elefantiasis). Dengan ditemukannya satu penderita elefantiasis di antara 1.000 penduduk, dapat diperkirakan ada sepuluh penderita klinis akut dan seratus yang mikrofilaremik (WHO). Hal ini diperhitungkan dari lamanya perjalanan penyakit untuk mencapai gejala elefantiasis membutuhkan waktu 4-10 tahun. Artinya, proses penularan ke penduduk sekitar oleh cucukan nyamuk dari penderita ke manusia lain sudah terjadi selama itu. (Dr. Ambar Sulianti, M.Kes., pemerhati penyakit tropis, mahasiswa S-3 FK Unpad) ***

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=165338

Tidak ada komentar:

Posting Komentar