Selasa, 23 November 2010

Pemuka Baduy Datangi SBY

Selasa, 23 November 2010 | 13:16 WIB


KOMPAS/NASRULLAH NARA
ilustrasi


Oleh Mansyur

Komunitas Suku Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, mendambakan Rancangan Undang-undang (RUU) Adat sehingga memiliki legalitas hukum yang kuat dibandingkan peraturan daerah.

Selama ini, masyarakat adat di Indonesia belum memiliki perlindungan hukum atas adat mereka.

Karena itu, pemuka Baduy belum lama ini mendatangi kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan berjalan kaki selama 12 hari ke Cikeas, Bogor, Jawa Barat.

Sepanjang jalan kurang lebih 200 kilometer mereka berjalan tanpa sandal, dan mereka tidak terasa sakit menginjak kerikil bebatuan dengan panasnya terik matahari.

Wajahnya bersemangat ingin bertemu dengan "Bapak Gede", yakni Bapak Presiden SBY.

Ayah Mursid, seorang pemuka adat Baduy Dalam dari Cibeo mengaku merasa bersyukur bisa bertemu dengan Bapak Presiden SBY selama satu jam di kediamannya.

Dari pertemuanya itu, Bapak Presiden sangat serius terhadap RUU adat untuk melindungi masyarakat adat.

Bahkan, Presiden memerintahkan kepada Kementerian Sosial Salim Segaf Al Jufri agar mendatangi masyarakat adat Baduy di Kabupaten Lebak.

Apalagi, Presiden SBY pernah berjanji akan memperjuangkan RUU adat saat pertemuan dengan masyarakat adat Se-Indonesia tahun 2006 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

Pemuka Baduy sangat mendambakan RUU adat untuk melindungi dan melestarikan masyarakat adat.

Saat ini, masyarakat adat hanya dilindungi dengan peraturan daerah (Perda) setempat. "Kami datang ke sini juga atas janji Bapak Presiden SBY, dan kami ingin memiliki legalitas hukum yang kuat bagi masyarakat adat," katanya.

Menurut dia, masyarakat Baduy Dalam (pakaian putih-putih) dan masyarakat Baduy Luar (pakaian hitam-hitam) saat ini tanah hak ulayatnya hanya dilindungi peraturan daerah dan belum memiliki undang-undang adat secara nasional.

Karena itu, pihaknya berharap pemerintah menerbitkan UU perlindungan adat untuk pemberdayaan kesejahteraan masyarakat adat tersebut.

Saat ini, warga Baduy terus bertambah dan lahan pertanian cukup terbatas sehingga perlu adanya undang-undang perlindungan adat.

Penerbitan undang-undang adat tentu memiliki payung hukum yang kuat untuk jaminan hidup yang lebih baik. "Dengan adanya undang-undang tersebut tentu diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan," kata Ayah Mursid yang kini menjabat Jaro Tangtu Tujuh.

Kepala Pemerintahan Baduy juga sebagai Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Jaro Dainah mengaku selama ini masyarakat Baduy hanya dilindungi dengan Perda Nomor 32 Tahun 2001 tentang perlindungan atas hak ulayat masyarakat Baduy seluas 5.136,58 hektare dengan penduduk 11.800 jiwa.

Perda tersebut menyangkut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak, dan Keputusan Bupati Lebak Nomor 590/Kep.233/Huk/2002 tentang Penetapan Batas-batas Detail Tanah Ulayat Masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes.

Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah menerbitkan payung hukum yang lebih kuat, seperti UU, Keputusan Presiden maupun Peraturan Pemerintah. "Kami berharap janji Bapak Presiden SBY tahun 2006 bisa direalisasikan UU perlindungan masyarakat adat," katanya.

Mendesak
Di tempat terpisah, Ketua Wadah Musyawarah Masyarakat Baduy (Wamby) Kasmin Saelani, mengatakan pihaknya sangat mendesak pemerintah menerbitkan undang-undang perlindungan adat. "Jika diterbitkan Undang-undang adat, kami yakin mereka bisa memiliki jaminan hidup yang lebih baik juga kepastian payung hukum yang kuat," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, dalam kunjungan kerja ke kawasan Baduy mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan dan memperhatikan RUU perlindungan masyarakat adat.

Sebab di Indonesia jumlah masyarakat adat sebanyak 282.000. "Dengan payung hukum itu tentu diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat," ujarnya.

Ia mengutarakan, permintaan masyarakat Baduy sangat luar biasa karena ungkapan mereka wajar untuk memiliki payung hukum demi kesejahteraan masyarakat adat.

Selain itu juga mereka ingin memperluas peluang memiliki lahan pertanian adat menyusul bertambahnya jumlah penduduk.

Kementerian Sosial akan memperhatikan dan memperjuangkan permintaan masyarakat Baduy tersebut.
Masyarakat Baduy yang selama kini masih mempertahankan adat istiadat setempat, tentu harus dihormati karena mereka juga merupakan bagian warga Indonesia.

"Saya akan datang lagi ki sini 28 November 2010 dan ingin bertemu dengan tokoh adat Baduy Dalam, meskipun berjalan kaki selama tiga jam," kata Menteri Sosial Salim Segaf.
ANT
Sumber :
Editor: Jodhi Yudono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar