Sabtu, 27 November 2010

Menikmati Situ Kala Senja

Situ Wanayasa

 

 SITU Wanayasa yang berhawa sejuk, banyak dikunjungi pelancong dari berbagai daerah.* AAN MERDEKA PERMANA


BILA Anda melakukan perjalanan antara Purwakarta dan Subang, sebelum masuk ke Kota Kecamatan Wanayasa, akan melewati satu danau yang cukup luas. Danau itu dikenal dengan sebutan Situ Wanayasa.

Tempat ini semakin hari kian semakin banyak dikunjungi, baik oleh mereka yang sengaja melakukan kunjungan wisata, maupun yang secara kebetulan melakukan perjalanan Purwakarta-Subang. Danau asri ini memang tepat berada di sisi jalan provinsi sehingga siapa pun yang lewat pasti akan tergerak hatinya untuk sekadar beristirahat sejenak.

"Kan di sana banyak rumah makan yang menyediakan sajian khas seperti sate maranggi atau manisan pala," kata Mansyur (45) penduduk Karawang, yang sedang dalam perjalanan menuju Subang. Kedua jenis makanan ini memang khas terdapat di sepanjang jalan dari Purwakarta hingga Wanayasa. "Bahkan, manisan pala yang diramu seperti ini hanya ada di Wanayasa," tutur Mansyur. Memang, ada banyak jenis manisan pala, seperti yang ada di Bogor, Sukabumi atau Cianjur. Akan tetapi, manisan pala produksi Wanayasa rasanya sungguh amat manis sebab takaran gula putihnya cukup banyak sehingga terlihat kental, lalu cairan gula ini akan meresap ke dalam pori-pori buah pala.

Sate maranggi juga merupakan sajian khas wilayah Purwakarta dan Wanayasa. Bila pagi hari, di salah satu pasar tradisional di Wanayasa akan berderet jongko-jongko pedagang sate maranggi. Mereka melayani sesama pedagang di pasar yang sejak subuh sudah berkumpul di sana atau juga melayani para pengunjung pasar. 

Mulai subuh hingga pukul 8.00 WIB, suasana pasar akan dipenuhi "kabut asap sate" sebab di pagi hari banyak orang gemar sarapan sate maranggi. Karena sate maranggi sudah jadi ikon daerah Wanayasa maka tak aneh di setiap kelokan jalan di Wanayasa akan mudah didapat penjaja sate maranggi. 

Sebetulnya sate merupakan makanan yang tak asing, apakah itu dibuat dari daging sapi atau kambing. Hanya bedanya, sate maranggi sebelum dibakar sudah dilumuri bumbu-bumbu. "Dengan demikian, bila sudah masak, sebetulnya sudah tak perlu bumbu kacang atau kecap lagi sebab sudah terasa enak beraroma," tutur Totong, pedagang cuka tradisional. Sate maranggi bisa dimakan bersama nasi ketan, tetapi nasi timbel pun sudah disiapkan bila konsumen memerlukan.

Indahnya saat berkabut
Hari itu kala senja, serombongan pelaku perjalanan turun dari kendaraan jenis niaga, belasan jumlahnya. Mereka memasuki salah satu rumah makan sate maranggi dan memesan sate banyak-banyak. Mereka makan sate sambil menghadap ke hamparan Situ Wanayasa yang sedang berkabut tebal. Mungkin mereka juga ikut menyaksikan sepasang muda-mudi yang asyik masyuk di bawah pepohonan yang diselimuti kabut, walau tentu lebih berselera menekuni sajian sate maranggi di piring dengan asap tipis mengepul. Sate itu ditemani oleh sejumput sambal goang di piring kecil dan satu mangkuk kecap tradisional (bukan di botol) yang bercampur tomat hijau. Cara makannya pun unik, sate maranggi dicelupkan ke dalam kecap di mangkuk, lalu langsung masuk mulut. Sementara nasi timbel dimakan sesudah dicocolkan ke sambal goang. Mungkin akan terasa pedas, tetapi teh panas satu gelas sudah siap menolong menguasai keadaan.

Itulah sepenggal atraksi wisata kuliner di Situ Wanayasa, saat senja hari yang penuh kabut. Tidak selamanya senja di Wanayasa adalah senja berkabut. Namun, bila Anda datang senja hari saat Situ Wanayasa berkabut maka inilah panorama paling indah di objek wisata lokal ini.

Mari kita pesiar ke Situ Wanayasa di saat kabut membayang. (Aan Merdeka Permana)***

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar