Kamis, 11 November 2010

20 Persen Kursi PTN untuk Rakyat Miskin

BANDUNG, (PR).-
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Prof. Djoko Santoso menegaskan, seluruh perguruan tinggi harus menyediakan kuota 20 persen bagi mahasiswa baru yang berasal dari keluarga kurang mampu. 

Hal itu dilakukan mengingat masih tinggi angka drop out (DO) di kalangan pelajar dan mahasiswa. "Ini untuk menghindari perbedaan antara siswa miskin dan siswa yang mampu," ujar Djoko.
 
Berdasarkan data dari sekitar 9,11 juta jumlah lulusan tingkat SMA/SMK/MA, hanya 59,8 persen yang melanjutkan ke tingkat pendidikan tinggi. Sementara dari jumlah 4,6 juta jumlah mahasiswa di seluruh Indonesia, hanya 6,3 persen siswa miskin yang bisa kuliah. 

"Artinya siswa miskin yang berhasil sampai ke tingkat pendidikan tinggi sangat kecil. Ini artinya disparitas antara siswa miskin dan siswa yang mampu masih sangat jauh," ujarnya.

Djoko juga menjelaskan, 60 persen untuk mahasiswa baru yang diterima suatu perguruan tinggi negeri (PTN) harus berasal dari jalur nasional. Jalur nasional ini adalah Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang digelar secara nasional.

"Ujian mandiri di semua perguruan tinggi memang berskala nasional, tetapi panitianya tidak nasional. Maksudnya, 60 persen ini harus dari SNMPTN," ujar Djoko yang ditemui seusai membuka Konferensi Internasional Technical and Vocational Education and Training di Balai Pertemuan Umum Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jln. Dr. Setiabudhi Bandung, Rabu (10/11).

Sebelumnya, tiga rektor perguruan tinggi yang ada di Bandung yakni dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengaku tidak memiliki masalah dengan keharusan menyediakan kuota 60 persen dari SNMPTN dan 20 persen untuk siswa tidak mampu. Selama ini pun, menurut ketiganya, kisaran penerimaan antara jalur mandiri dan SNMPTN tidak berbeda jauh dengan apa yang diamanatkan dalam PP tersebut.

Rektor Unpad Prof. Ganjar Kurnia mengatakan, saat ini kuota penerimaan mahasiswa Unpad melalui SNMPTN baru 50 persen. Sementara 50 persen lainnya masuk melalui jalur Seleksi Masuk Universitas Padjadjaran (SMUP). Oleh karena itu, tahun depan Unpad akan menambah kuota untuk penerimaan mahasiswa melalui SNMPTN dari biasanya menerima sekitar 3.700 mahasiswa.
"Pada dasarnya kami tidak ada masalah dengan PP No. 66/2010 tersebut, karena kami siap untuk menambah kuota penerimaan mahasiswa melalui jalur seleksi nasional. Saat ini perbandingannya 50:50, tidak masalah kalau menjadi 60:40," tutur Ganjar.

Terkait dengan ketentuan pemberian beasiswa kepada 20 persen mahasiswa tidak mampu, Unpad telah memenuhi 15 persen. Hal ini belum ditambah program beasiswa Bidik Misi, yang bisa memberikan kontribusi tambahan sampai 10 persen. "Yang menjadi masalahnya adalah bagaimana jika calon mahasiswa tidak mampu tersebut tidak lulus SNMPTN, karena akses mereka untuk mempersiapkan diri menghadapi SNMPTN lebih sulit," ujarnya. 

Senada dengan Ganjar, Rektor ITB Prof. Akhmaloka juga mengaku tidak memiliki masalah dengan ketentuan ini. Jika tahun depan Fakultas Seni Rupa dan Desain serta Sekolah Bisnis Manajemen masuk di jalur SNMPTN, ITB akan memenuhi kuota 60 persen dari SNMPTN. "Begitu juga dengan kuota 20 persen mahasiswa miskin. ITB tidak ada masalah. Dengan Bidik Misi, jumlahnya sudah lebih dari 20 persen," ujarnya.

Rektor UPI Sunaryo Kartadinata menuturkan, untuk mengantisipasi ketentuan tersebut, UPI akan membuat kebijakan yang memungkinkan subsidi silang dari pihak-pihak yang memiliki kelebihan kemampuan secara ekonomi untuk dapat membiayai mahasiswa kurang mampu. 

"Skema yang kami pikirkan saat ini harus memungkinkan bisa diterapkan secara bertahap pada tahun 2011/2012 tanpa menimbulkan gejolak yang berarti," ujarnya. (A-157/A-187)***

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=163725

Tidak ada komentar:

Posting Komentar