Jumat, 30 Mei 2008

Di Kota Bandung, 80% Usia SD Tidak Bisa Baca Tulis Alquran

DEWI SARTIKA, (GM).-
Maraknya tayangan televisi yang menyiarkan acara anak-anak pada saat menjelang dan sesudah azan magrib, ternyata mengancam terjadinya krisis akhlak. Sebanyak 80% anak-anak usia SD di Kota Bandung, ternyata tidak memiliki kemampuan baca tulis Alquran (BTAQ).

"Jumlah itu membuat saya miris dan khawatir. Apalagi persentase umat muslim di Kota Bandung ini hampir 89% dari keseluruhan jumlah warga," ungkap Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Bandung, Drs. H. Buchori Muslim kepada "GM", Kamis (29/5).

Selain pengaruh media, dikatakan, perhatian orangtua dalam hal pendidikan agama juga kurang. Mereka terkesan tidak mengenalkan agama Islam kepada anak-anaknya. Misalnya tidak mengajak anak ke masjid atau salat di sana.

"Akibatnya, anak-anak juga kurang perhatian dan minat. Padahal bagi seorang muslim Alquran merupakan petunjuk, peringatan, dan pengobat. Selain itu jika hafal ayat-ayat dalam Alquran, perilaku anak-akan juga setidaknya sesuai dengan apa yang ada dalam Alquran. Sekarang, baca saja tidak bisa, bagaimana bisa berperilaku seperti ajaran dalam Alquran?" paparnya.

Hal senada dikatakan Kakandepag, Drs. H. Tjetjep Alamsyah. Ia juga merasa khawatir melihat kondisi negara saat ini yang diserbu banyak informasi dari luar.

"Arus globalisasi yang masuk 'kan tidak hanya membawa hal positif. Tetapi juga banyak sekali yang negatifnya, seperti tayangan pornografi yang dengan mudah dapat ditemukan di mana-mana," tambahnya saat ditemui di Pendopo, Jln. Dewi Sartika, baru-baru ini.

Perwal

Menyikapi kondisi tersebut, Kakandepag meminta Pemkot Bandung untuk membuat peraturan wali kota (perwal) mengenai aturan anak-anak usia SD dan SMP, yang wajib ikut pembelajaran pendidikan keagamaan di luar jam sekolah. "Saya juga mengharapkan, ini tidak hanya berlaku untuk anak-anak umat muslim. Tetapi semua umat beragama yang menjadi warga Kota Bandung," tegasnya.

Dijelaskan, pendidikan keagamaan ini berbeda dengan yang diajarkan di sekolah, misalnya dengan mengajarkan BTAQ. Karena untuk pendidikan keagamaan secara umum telah diberikan di sekolah dalam kegiatan belajar mengajar.

"Jadi bukannya kurang atau ada yang salah dalam kurikulum di sekolah. Pemberian jam tambahan di luar sekolah merupakan langkah antisipasi dan untuk memperkuat posisi pendidikan keagamaan," katanya.

Sementara itu, DMI Kota Bandung yang juga menyatakan dukungannya terhadap rencana Kakandepag, dalam waktu dekat akan mengumpulkan pengurus masjid se-Kota Bandung. Langkah itu ditempuh untuk memberikan motivasi agar anak-anak mau masuk dan belajar BTAQ di masjid terdekat di wilayah tempat tinggalnya. (B.107)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar