Selasa, 27 Mei 2008

Trans Metro Bandung, Apa Kabar?

Bila melewati jalan sepanjang Soekarno-Hatta Bandung, mulai dari Cibiru hingga Cibeureum, kita akan melihat jalur dengan pembatas warna kuning yang bertuliskan TMB. Jalur yang sudah memudar ini, dikhususkan untuk Trans Metro Bandung (TMB).

Memang rencana pengoperasian jalur TMB bukanlah hal yang baru didengar masyarakat Kota Bandung. Tidak hanya karena sudah terpasangnya jalur di sepanjang Jalan Soekarno-Hatta, Departemen Perhubungan juga telah menyerahkan 10 bus TMB kepada Dinas Perhubungan Kota Bandung sejak Desember 2006. Rencana pengoperasian kemudian ditunda sampai dengan April 2007, karena infrastruktur penunjang seperti shelter dan jembatan penyebrangan belum terbangun. Akan tetapi, sampai awal 2008, jangankan sudah beroperasi, infrastruktur penunjangnya saja sampai saat ini belum terpasang.

Menurut Kabid Lalu Lintas dan Parkir Dinas Perhubungan Kota Bandung E.M. Ricky. B., mundurnya pengoperasian TMB terhambat oleh proses perizinan. Ia mengatakan, jalur yang digunakan untuk TMB merupakan jalan nasional sehingga pembangunan tidak sepenuhnya milik pemerintah kota. "Untuk membangunnya masih harus menunggu proses perizinan dari pusat terlebih dahulu," ujarnya. Izin yang diperlukan bukan hanya dari Departemen Perhubungan melainkan juga dari Departemen PU sebagai penanggung jawab pembangunan jalan nasional.

Hal serupa juga diungkapkan Kepala Dinas Bina Marga Kota Bandung Rusjaf Adimenggala, Jln. Soekarno-Hatta yang dijadikan rute TMB merupakan jalan nasional atau arteri primer. Oleh karena itu, pembangunan tersebut bukan kewenangan Dinas Bina Marga melainkan Dirjen Bina Marga.

"Fungsi jalan arteri primer tidak boleh ada gangguan, harus bisa melayani lalu lintas yang menghubungkan antarpusat kegiatan nasional. Dengan adanya jalur bus, maka perlu diadakan pengkajian terlebih dahulu. Bukan hanya dilihat dari transportasi masalnya saja," kata Rusjaf menerangkan.

Secara pribadi, dia setuju dengan adanya busline di Kota Bandung. Hanya, diperlukan pengkajian untuk menentukan di lajur mana busline dioperasikan. Selain itu, menurut dia letak shelter juga harus diperhitungkan terlebih dahulu.

Menurut Associate Professor Transportation Research Group-ITB Harun al-Rasyid Lubis, lambatnya realisasi rencana pengoperasian TMB disebabkan karena sebelumnya pemerintah pusat tidak mengizinkan penggunaan lajur kanan di jalan nasional tersebut. "Apalagi mau buat jembatan atau halte di tengah-tengah," ujarnya.

Setelah melalui proses yang panjang, 28 April 2008 Dirjen Perhubungan Darat mengeluarkan laporan pengoperasian TMB yang ditujukan kepada Dinas Perhubungan Kota Bandung. Laporan tersebut sekaligus menandakan Dinas Perhubungan Kota Bandung telah mengantongi izin pengoperasian TMB, berikut pembangunan infrastruktur pendukungnya.

Dinas Perhubungan juga telah menunjuk Yadi Haryadi sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis TMB (UPTB). Menurut Yadi, UPTB yang ditetapkan 5 Mei 2008 ini merupakan embrio dari Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum ini merupakan organisasi profit yang ada di bawah pemerintah. "Selanjutnya akan dilakukan prekrutan anggota dari (intern) Dinas Perhubungan," ujarnya.

Lelang operator

Sebagai langkah ‘awal’, Dishub akan melakukan pelelangan terhadap operator yang mengoperasikan 10 bus TMB. Selain itu, operator Dishub juga akan melakukan pelelangan terhadap investor yang akan membangun sarana penunjang, seperti shelter dan mesin tiket. Ia mengatakan, investor yang mengikuti pelelangan harus berbadan hukum Indonesia dan menyepakati standar harga serta gambar desain yang telah ditentukan. Pengumuman lelang sendiri akan dilakukan awal Juni.

Menanggapi pelelangan tersebut, Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung Yod Mintaraga, menyambut baik adanya sistem tersebut. Ia mengatakan, pemerintah kota tidak memiliki keahlian untuk mengoperasikan salah satu usaha transportasi. "Kita beri kesempatan pada pengusaha transportasi untuk menangani itu. Kan kalo ditangani yang sudah profesional, secara teoretis bisa memberikan harapan yang lebih bagus ketimbang mengoperasikan sendiri," ujarnya

TMB yang akan dioperasikan menggunakan sistem mixed traffic sehingga tidak ada jalur khusus layaknya busway di Jakarta. Berdasarkan perundingan dengan Dirjen Bina Marga, jalur TMB akan dioperasikan di tengah sedangkan pembangunan Shelter akan dilakukan di sebelah kiri jalan.

Ricky mengatakan, harga tiket yang diberlakukan tidak akan memberatkan masyarakat. Saat ini, sudah ditetapkan bahwa harga tiket TMB Rp 3.000,00 untuk umum, sedangkan pelajar bisa mendapatkan tarif murah Rp 1.500,00, dengan menunjukkan kartu pelajar atau kartu tanda mahasiswa (KTM). Seperti bus Damri, tarif ini berlaku untuk perjalanan jauh maupun dekat. Menurut Ricky, tarif murah diberlakukan disebabkan karena adanya subsidi dari pemerintah kota.

Namun, rencana subsidi tersebut belum disosialisasikan kepada DPRD. "Saya sebagai Ketua Komisi C belum pernah mendengar mengenai rencana subsidi tersebut," ujar Yod. Padahal, ia mengatakan, anggaran yang diusulkan pemkot harus dilakukan pembahasan terlebih dahulu. "Setiap rupiah yang dikeluarkan pemkot harus mendapatkan persetujuan dari DPRD Kota Bandung," ujarnya.

Sebelumnya, memang sudah disediakan anggaran untuk operasional TMB pada APBD Kota Bandung 2008. Namun menurut Yod, untuk mengeluarkan anggaran tersebut perlu dibuat proposal kebutuhan operasional. Apabila dikenakan sistem pelelangan untuk bekerja sama dengan pihak ketiga, menurut dia, berarti seharusnya pemkot tidak mengeluarkan biaya dari anggran APBD lagi. "Menurut saya, seharusnya (anggaran) ditanggung pihak ke tiga, karena kemungkinan nanti bagi hasil kecuali kita (pemkot) ingin melakukan sendiri penanganannya," ujarnya.

Jalur Cibiru-Cibeureum melalui Jalan Soekarno-Hatta ini merupakan koridor awal dari pengoperasian TMB. Total operasi TMB direncanakan terdiri dari lima shelter. Namun, saat ini ke empat koridor lainnya masih dalam tahap studi kelayakan pengembangan. Terpilihnya Jalan Soekarno-Hatta sebagai koridor awal disebabkan karena infrastruktur jalan yang cukup memadai serta memiliki jalan yang lurus sehingga mudah dilalui.

Pembukaan jalur tersebut juga dijadikan sebagai projek percontohan untuk pembukaan jalur lainnya. Dia berharap, keberhasilan trayek Cibiru-Cibeureum melalui Jln. Soekarno-Hatta bisa mempermudah proses pembangunan trayek lainnya. "Untuk jalur lainnya, itu menunggu pilot project ini berhasil nggak. Apabila berhasil mudah-mudahan pembukaan jalur lain bisa lebih cepat membangunnya," ujarnya.

Selain aspek fisik dan legalitas atau perizinan, menurut Yod, ada hal lainnya yang perlu diperhatikan yaitu masalah sosial. Hal itu, disebabkan karena trayek TMB bersinggungan dengan jalur angkutan kota.

Menurut Yod, pemkot harus punya komitmen untuk mengatasi masalah sosial tersebut. Tidak hanya dari pemerintah, masyarakat pemakai, pekerja, dan pengusaha angkutan umum harus memiliki komitmen bersama untuk memecahkan masalah transportasi di Kota Bandung. Untuk mengatasi masalah sosial yang terjadi di masyarakat, menurut Yod, hal itu bisa didukung dengan kerja sama para penegak hukum baik dari kepolisian maupun Satpol PP. "Kita harus tegas, mereka harus punya komitmen, sebaiknya laksanakan sesuai dengan konsep kalau enggak bisa ya harus sampai kapan lagi," ujarnya.

Lepas dari kelemahannya, menurut Harun, pengembangan TMB perlu mendapatkan dukungan. Namun, ia mengatakan, agenda yang cukup sederhana ini pun masih memerlukan persiapan dan antisipasi yang matang. "Khususnya bagaimana membuat agenda ini juga sebagai pintu masuk, mengurangi populasi angkot yang sudah tak karuan masa depannya, akibat berjibunnya motor," ujarnya. Apalagi, di tengah menjulangnya harga BBM, hampir tak ada alasan untuk memperlambat agenda pengembangan pelayanan angkutan umum bagi warga kota. (Mega Julianti/Tia Komalasari)

                                                                               ***

Beroperasi Tahun Ini


BUS Trans Metro Bandung (TMB) saat tiba di Kantor Wali Kota Bandung, akhir tahun 2006 lalu. TMB yang berkapasitas 21 penumpang duduk dan 15 penumpang berdiri itu, direncanakan beroperasi tahun ini.* DOK. "PR"


Berdasarkan rencana Dishub, pengoperasian Trans Metro Bandung (TMB) akan diberlakukan pada tahun ini. Jenis bus yang digunakan TMB hampir sama dengan Transjakarta hanya TMB menggunakan bus yang lebih kecil. TMB menggunakan mikrobus dengan panjang kira-kira enam meter dan lebar sekitar dua meter.

Kapasitas bus ber-AC ini mampu menampung 36 penumpang dengan jumlah tempat duduk 21 yang terdiri lima kursi ditempatkan di bagian belakang, dua kursi yang ditempatkan dalam lima baris di sebelah kanan, satu kursi yang ditempatkan dalam dua baris di sebelah kiri, dan dua kursi yang ditempatkan dalam dua baris di sebelah kanan hampir sejajar dengan kursi sopir.

Bus dengan perpaduan warna kuning, hijau, dan biru ini hanya akan mengaktifkan pintu sebelah kirinya meski pintu TMB tersebut ada di samping kiri dan kanannya. "Shelter TMB diletakkan di samping kiri maka pintu sebelah kanannya akan kami kunci," kata Yadi.

Pengoperasian TMB ini akan diberlakukan sejak pukul 06.00 WIB hingga 22.00 WIB. Mendekati pemberhentian shelter, TMB berbeda dengan Transjakarta tidak ada suara peringatan yang mengatakan lokasi pemberhentian. Hanya, di dalam TMB ditempatkan satu orang petugas yang akan memberikan informasi bagi penumpang.

Ke depannya, TMB akan diarahkan seperti Transjakarta dengan menggunakan shelter di tengah. Renacana ke arah sana, masih dalam pertimbangan, setelah melihat kesuksesan pada peluncuran perdana TMB.

Dengan melihat jumlah armada yang tersedia dan panjang jalan Soekarno-Hatta, Yadi Haryadi, Kepala Unit Pelaksana Teknis TMB (UPTB) mengatakan akan memberangkatkan TMB setiap 25 menit sekali. "Ini kan baru perdana, nanti setelah 2-3 bulan jika animo masyarakat meningkat. Ada kemungkinan akan ada penambahan armada hingga 30," kata Yadi.

Idealnya memang 30 bus agar bisa diberangkatkan setiap 15 menit sekali sehingga tidak akan terjadi penumpukan di setiap shelter.

Untuk mengantisispasi adanya penumpukan kendaraan lainnya ketika akan berhenti, Dishub akan mengerahkan petugas yang melakukan penertiban di jalur TMB. Selain itu, sebelum mengoperasikan TMB, Dishub bekerja sama dengan pihak terkait akan melakukan penertiban terhadap badan jalan, baik dari PKL maupun parkir.

Yadi mengatakan, rencananya akan dibangun 16 shelter dari arah utara ke selatan dan juga sebaliknya sehingga totalnya berjumlah 32. Namun, saat ini belum disediakan jembatan penyeberangan orang (JPO) sebagai infrastruktur penunjang. Untuk sementara akan digantikan terlebih dahulu dengan zebra cross.

Sebelumnya memang telah ditentukan terlebih dahulu lokasi shelter yaitu di Cibiru, Cempaka Arum, Pasar Gedebage, depan Perum Sarana, Riung Bandung, Metro, MTC/Jasa Raharja, Cidurian, LPKIA, Mekarwangi, Terminal Leuwipanjang, Caringin, Holis, Cibeureum, Cijerah, dan Elang.

Namun, mengenai titik pastinya lokasi shelter perlu dilakukan pengkajian terlebih dahulu. "Pembuatan shelter harus lah memenuhi ketentuan, antara lain tidak boleh berada dekat persimpangan karena dikhawatirkan akan memicu kemacetan," tutur Yadi. (Mega Julianti/Tia Komalasari)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar