BANDUNG, (PR).-
Meski pemerintah sudah mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), aksi unjuk rasa menolak kebijakan tersebut terus berlangsung. Ribuan orang berunjuk rasa di depan Gedung Sate Jln. Diponegoro Bandung, Senin (26/5).
Di Cimahi, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia menuntut peninjauan kembali UMK, berkaitan dengan naiknya harga BBM.
Para demonstran terdiri atas lima kelompok yang datang bergantian yaitu KAMMI, BEM Bandung Raya, Forum Perjuangan Rakyat (FPR), Forum Relawan Selamatkan Indonesia (FRSI), dan Ikatan Mahasiswa Hukum Seluruh Indonesia (Ismahi). Banyaknya pengunjuk rasa membuat Jln. Diponegoro sempat ditutup untuk beberapa saat.
Tuntutan mereka masih sama yakni menolak kenaikan harga BBM. "Kebijakan menaikkan harga BBM bukan kebijakan yang prorakyat. Pemerintah harus membatalkan kenaikan ini," ujar seorang orator.
Alternatif solusi yang mereka tawarkan juga bernada sama, yaitu mengusut tuntas kasus korupsi yang merugikan bangsa, renegosiasi utang luar negeri, dan mengelola sendiri sumber-sumber energi negeri ini. Kasus korupsi yang mereka soroti terutama adalah kasus BLBI. Di samping itu, mereka juga mengecam kasus pembalakan hutan yang merugikan negara hingga Rp 220 triliun.
FRSI juga menawarkan kepemimpinan alternatif yang banyak diisi tenaga muda yang memiliki pemikiran bebas, merdeka, dan mandiri. "Kepemimpinan ini harus berwawasan nasional dan internasional, mencerminkan berbagai elemen penting bangsa. Bersifat lintas suku, agama, partai politik, dan lintas latar belakang ekonomi dan sosial," tutur Ali Wardhana Isa, Koordinator Umum FRSI.
Pada kesempatan ini, FRSI juga kembali menggelar deklarasi "Selamatkan Indonesia". Deklarasi tersebut berisi tuntutan bahwa bangsa Indonesia harus memiliki kedaulatan energi. "Kita seharusnya mengelola sendiri sumber-sumber energi yang melimpah di negeri ini. Tapi selama ini pengelolaannya justru diserahkan ke pihak asing. Kenapa tidak kita kelola sendiri?," ujar Ali. Untuk memperoleh kedaulatan energi tersebut, pemerintah harus membeli kembali aset-aset negara yang dijual ke pihak asing. "Pemerintah harus mengambil alih pengelolaan sumber energi, misalnya pengelolaan minyak di Blok Cepu oleh ExxonMobil," ujarnya.
FRPB juga mengecam rencana pemerintah yang akan menjual 44 BUMN ke pihak asing. "Saat ini pemerintah sudah menyiapkan 44 BUMN untuk dijual ke pihak asing. Jika hal tersebut benar-benar terjadi, bangsa kita yang sebenarnya sangat kaya akan semakin terpuruk dalam kemiskinan," ungkapnya.
Para demonstran juga menolak program bantuan langsung tunai (BLT), yang dianggap sebagai salah satu bentuk pembodohan. "BLT bukan solusi. BLT justru menciptakan masalah baru yaitu kecemburuan sosial. BLT tahun 2006 juga terbukti tidak dapat menyejahterakan masyarakat," seru orator dari BEM Bandung Raya.
Para buruh yang tergabung dalam FKR juga tak ketinggalan. Mereka melakukan long march dari Cimahi, dan melakukan aksi teatrikal di depan Gedung Sate, yang menggambarkan penderitaan rakyat akibat kenaikan harga BBM. Meski massa yang berunjuk rasa terbilang banyak, demonstrasi berlangsung aman dan akhirnya masing-masing membubarkan diri dengan tertib.
Tinjau ulang UMK
Sementara itu, sekitar 100 orang perwakilan anggota Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Kota Cimahi, berunjuk rasa ke gedung DPRD Kota Cimahi Jln. Hj. Djulaeha Karmita, Cimahi, Senin (26/5). Mereka menolak kenaikan harga BBM dan menuntut peninjauan upah minimum kota (UMK) tahun 2008.
Sementara itu, massa SPSI lainnya bertolak ke Istana Presiden, untuk memperjuangkan aspirasi yang sama. Mereka berangkat ke Jakarta dengan menggunakan sedikitnya 12 bus dan beberapa kendaraan pribadi. Mereka berkumpul di sekitar pertigaan akses tol Baros Cimahi dan meluncur ke Jakarta.
Aksi penolakan terhadap kenaikan harga BBM juga dilakukan ratusan buruh Kota Cimahi, yang tergabung dalam KASBI Kota Cimahi dan SBSI ‘92 Kota Cimahi. Sebelum melakukan aksi di Gedung Sate Jln. Diponegoro Bandung, massa buruh sempat menyisir dan menggedor pintu gerbang pabrik-pabrik di kawasan industri, di Kec. Cimahi Selatan. Mereka minta perwakilan buruh di pabrik-pabrik tersebut bergabung dalam aksi menolak kenaikan harga BBM.
Massa K-SPSI Kota Cimahi yang datang ke gedung DPRD Cimahi, diterima Wakil Ketua Komisi D Armet serta anggota Komisi D Angi Permana dan Dedeng Rustandi, di Ruang Panitia Musyawarah DPRD Cimahi. Hadir Kepala Satpol PP Cimahi H. Eddy Wahyudi.
Endang dan Yunus, perwakilan pengunjuk rasa menuntut DPRD Cimahi ikut menolak kenaikan harga BBM dan program bantuan langsung tunai (BLT). Selain itu, mereka menuntut Wali Kota Cimahi meninjau kembali UMK Cimahi tahun 2008. Sebab, UMK Cimahi tidak memperhitungkan kemungkinan rencana kenaikan harga BBM.
Menyikapi hal itu, Armet, Angi, dan Dedeng mengatakan, DPRD Cimahi juga menolak kebijakan pemerintah soal kenaikan harga BBM. Hanya, penolakan itu belum menjadi sikap resmi DPRD Cimahi karena harus diparipurnakan terlebih dahulu. Oleh karena itu, Komisi D akan mengeluarkan nota komisi agar DPRD segera menggelar sidang paripurna menolak kenaikan harga BBM.
Untuk menangani dampak kenaikan harga BBM, Armet mengusulkan kepada pemerintah agar melakukan efisiensi dengan memotong gaji antara 10% - 15%. "Kebijakan ini pun diharapkan bisa dimulai di Cimahi, baik untuk di lingkungan DPRD ataupun Pemkot Cimahi. Anggaran itu kemudian dimanfaatkan untuk membantu masyarakat mengurangi dampak kenaikan harga BBM," ujarnya. (A-136/CA-171)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar