www.TPGImages
JAYAPURA, KOMPAS.com--Gubernur Provinsi Papua Barnabas Suebu mengatakan, dalam rangka perlindungan budaya Papua, maka ke depan, maka mata pelajaran bahasa daerah akan dimasukkan kurikulum di sekolah-sekolah.
"Keberadaan bahasa daerah di Papua mulai ditinggalkan dan tidak diketahui generasi saat ini," ujar Barnabas Suebu, ketika membawa materi pada kegiatan seminar mengenai budaya Papua, di Jayapura, Rabu.
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Papua bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, UNDP Indonesia, dan UNESCO.
Acara yang berlangsung di Sasana Krida, Jayapura itu berlangsung sejak tanggal 8 dan akan berakhir pada Kamis (11/11). "Anak saya saja yang paling bungsu belum bisa bicara bahasa daerah, sedangkan kalau anak pertama mungkin bisa tetapi tidak terlalu banyak," kata Bas, sapaan Gubernur Papua ini.
Ia mengakui, dengan adanya kegiatan budaya akan lebih mendorong pemerintah dan masyarakat untuk lebih menghargai budaya Papua. "Termasuk upaya melestarikan bahasa daerah, dengan memasukannya pada kurikulum pengajaran di sekolah-sekolah," katanya.
Dia mengucapkan terima kasih atas kunjungan dari wakil beberapa negara-negara yang mengambil bagian dalam acara ini. "Secara tidak langsung keanekaragaman budaya Papua yang terdiri atas lebih dari 250 suku ini, dapat terkenal di manca negara," katanya.
Informasi yang diterima ANTARA, budaya Papua, juga meliputi bagian barat seluruh pulau Nugini, yang terdiri atas Provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia, dengan sekitar 250 kelompok etnis dan bahasa, di mana kelompok masing-masing memiliki karakteristik sendiri, tradisi dan kekhususan.
Suebu berharap setiap peserta dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik dan dapat memberikan masukan pula demi kelangsungan kelestarian budaya Papua di mata dunia. "Pentingnya budaya, karena dengan budaya kita dituntun semakin maju dalam cara berpikir dan bertindak," katanya tandasnnya.
ANT"Keberadaan bahasa daerah di Papua mulai ditinggalkan dan tidak diketahui generasi saat ini," ujar Barnabas Suebu, ketika membawa materi pada kegiatan seminar mengenai budaya Papua, di Jayapura, Rabu.
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Papua bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, UNDP Indonesia, dan UNESCO.
Acara yang berlangsung di Sasana Krida, Jayapura itu berlangsung sejak tanggal 8 dan akan berakhir pada Kamis (11/11). "Anak saya saja yang paling bungsu belum bisa bicara bahasa daerah, sedangkan kalau anak pertama mungkin bisa tetapi tidak terlalu banyak," kata Bas, sapaan Gubernur Papua ini.
Ia mengakui, dengan adanya kegiatan budaya akan lebih mendorong pemerintah dan masyarakat untuk lebih menghargai budaya Papua. "Termasuk upaya melestarikan bahasa daerah, dengan memasukannya pada kurikulum pengajaran di sekolah-sekolah," katanya.
Dia mengucapkan terima kasih atas kunjungan dari wakil beberapa negara-negara yang mengambil bagian dalam acara ini. "Secara tidak langsung keanekaragaman budaya Papua yang terdiri atas lebih dari 250 suku ini, dapat terkenal di manca negara," katanya.
Informasi yang diterima ANTARA, budaya Papua, juga meliputi bagian barat seluruh pulau Nugini, yang terdiri atas Provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia, dengan sekitar 250 kelompok etnis dan bahasa, di mana kelompok masing-masing memiliki karakteristik sendiri, tradisi dan kekhususan.
Suebu berharap setiap peserta dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik dan dapat memberikan masukan pula demi kelangsungan kelestarian budaya Papua di mata dunia. "Pentingnya budaya, karena dengan budaya kita dituntun semakin maju dalam cara berpikir dan bertindak," katanya tandasnnya.
Sumber :
Rupanya Gubernur baru kaget kalau Bahasa daerah harus dimasukkan dalam Kurikulum sekolah. Jika sebuah proyek pembangunan dijalanakan atas alasan pesan sponsor maka jangan harap pembangunan itu bisa diterima rakyat jelata. Dan sesungguhnya hal bahasa daerah harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah sudah diperjuangkan oleh para aktivis bahasa sejak beberapa tahun yang lalu, persoalannya adalah seberapa besar dukungan dan kesadaran pemerintah akan hal ini. itu yang tunggu, bukan hanya bicara harus dimasukan dalam kurikulum.
BalasHapus