Senin, 19 Mei 2008

Wahidin dan Boedi Oetomo

Oleh KI SUPRIYOKO

PERTENGAHAN Maret 2008 lalu, seorang guru besar sejarah dan sekaligus ahli sejarah Indonesia kelas dunia, Prof. M. C. Ricklefs, sengaja datang ke Indonesia untuk menemui saya di pesantren yang sedang saya kembangkan, Pesantren Ar-Raudhah Yogyakarta. Ia adalah dosen senior di Department of History, National University of Singapore (NUS).

Kedatangan Ricklefs sangatlah tepat. Di satu sisi, ia sengaja melakukan dialog dengan saya tentang berbagai organisasi pergerakan di Indonesia termasuk Boedi Oetomo (BO) guna memperkuat bahan perkuliahannya. Pada sisi lain, ketika itu keluarga BO atau tepatnya Paguyuban Keluarga Besar Pendiri Boedi Oetomo yang notabene adalah keturunan pendiri BO, menuntut dilakukannya pelurusan sejarah. Menurut paguyuban ini, Wahidin Soedirohoesodo bukanlah pendiri BO.

Tuntutan tersebut tentu saja menarik. Di tengah-tengah persiapan bangsa Indonesia memperingati "Satu Abad Kebangkitan Nasional" (waktu itu) yang notabene tanggal peringatannya, 20 Mei, ditetapkan oleh pemerintah RI bersamaan dengan tanggal berdirinya BO, terjadi tuntutan keluarga yang hampir tidak pernah dibayangkan oleh bangsa Indonesia.

Bukan pendiri

Ketika masalah tuntut-menuntut atau gugat-menggugat tersebut saya sampaikan kepada Ricklefs, dengan tegas ia menyatakan bahwa tuntutan keluarga itu betul. Memang benar bahwa Wahidin itu mengilhami berdirinya BO, namun sebenarnya bukan Wahidinlah yang mendirikan BO.

Anggota masyarakat kita, termasuk guru sejarah di Indonesia barangkali banyak yang terkejut demi mendengar pernyataan ahli sejarah kelas dunia tersebut. Pasalnya, mereka selama ini mengetahui bahwa Wahidin bersama Soetomo dan kawan-kawan adalah penggagas dan sekaligus pendiri BO. Bahkan, sebagian guru sudah terlanjur mengajarkan bahwa Wahidin Soedirohoesodo adalah pendiri BO.

Penekun ilmu sejarah Indonesia barangkali banyak yang sudah membaca buku karya M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Sejarah Indonesia Modern. Di dalam buku tersebut, Ricklefs menyatakan bahwa pada tahun 1907 Wahidin telah berkunjung ke STOVIA, mendapat tanggapan sangat antusias dari pelajar di sana sebelum pada akhirnya para pelajar tersebut mendirikan BO pada Mei 1908. In 1907, Wahidin visited STOVIA and there... he encountered an enthusiastic response from the students. It was decided to create a student organisation to further the interests of the lesser priyayi and in May 1908, a meeting was held at which Boedi Oetomo was born.

Pandangan Ricklefs tersebut sama dengan informasi dalam situs Wikipedia Indonesia dalam Wahidin Sudirohusodo. Di dalam situs ini, secara eksplisit diinformasikan bahwa Wahidin Sudirohusodo, dr. (Melati, Yogyakarta, 7 Januari 1852-26 Mei 1917) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia. Namanya selalu dikaitkan dengan Boedi Oetomo karena walaupun ia bukan pendiri organisasi kebangkitan nasional itu, dialah penggagas berdirinya organisasi yang didirikan oleh para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen Jakarta itu.

Keterangan yang sama disebutkan oleh situs TokohIndonesia.com yang di-update 2 Mei 2004, dalam Wahidin Sudirohusodo (1852-1917). Di situs ini disebutkan, kendati ia tidak termasuk pendiri Boedi Oetomo (20 Mei 1908), namanya selalu dikaitkan dengan organisasi kebangkitan nasional itu. Sebab, sesungguhnya dialah penggagas berdirinya organisasi yang didirikan oleh para pelajar STOVIA Jakarta itu. Pahlawan Nasional ini lahir di Desa Mlati, Yogyakarta, pada tanggal 7 Januari 1852.

Wajib dihormati

Kiranya benar bahwa Wahidin bukanlah pendiri BO, namun janganlah keliru interpretasi karena ia sesungguhnya adalah penggagas berdirinya organisasi pergerakan bangsa Indonesia yang sangat monumental itu.

Mana yang lebih penting, penggagas atau pendiri? Dalam hal ini, kiranya sama-sama penting. Kalau tidak ada gagasan tentu saja tidaklah mungkin sebuah organisasi bisa didirikan, sebaliknya kalau ada gagasan tetapi tidak didirikan, gagasan itu hanya ada di angan-angan. Menggagas berdirinya BO sama pentingnya dengan mendirikan BO.

Beberapa buku sejarah menyebutkan bahwa sejak mudanya Wahidin sering berkeliling kota-kota besar di Jawa mengunjungi tokoh masyarakat untuk menyampaikan gagasan dana pelajar guna menyekolahkan para pemuda cerdas yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya. Pada suatu waktu, ia bertemu Soetomo dan para pelajar STOVIA lainnya di Jakarta. Pada pertemuan ini, di samping menyampaikan gagasan dana pelajar, Wahidin juga menyampaikan gagasan perlunya didirikan organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan martabat bangsa.

Dari gagasan Wahidin itulah, kemudian lahir BO di bawah pendirinya Soetomo, dkk. Bahkan pada periode yang kedua, Wahidin sempat menjadi ketuanya alias memimpin BO.

Jadi, meskipun Wahidin Soedirohoesodo bukan pendiri BO, tetapi jasanya dalam pergerakan nasional Indonesia, termasuk menggagas dan memimpin BO, sangatlah besar. Sebagai bangsa yang besar kita wajib menghormati jasanya itu.***

Penulis, pamong Taman Siswa, pembina sekolah unggulan "Insan Cendekia" Yogyakarta, serta pengasuh Pesantren "Ar-Raudhah" Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar