SAAT ini, kita tidak peduli lagi pada tempat bobolnya Danau Bandung purba timur. Namun, pemerintahan Hindia Belanda sempat menjadikan lokasi ini sebagai daerah tujuan wisata, seperti dapat kita lihat dalam buku panduan wisata tahun 1927, Gids van Bandoeng en Midden-Priangan, door S.A. Reitsma en W.H. Hoogland.
Tentang kotor dan baunya air Ci Tarum adalah kenyataan akan buruknya pengawasan industri di sepanjang aliran sungai ini. Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sekadar menjadi kelengkapan pendirian pabrik, bukan menjadi bagian dari proses dan pengawasan industri yang ramah lingkungan. Air sungai yang cokelat dan licin berminyak itu, warna dan aromanya setiap waktu bisa berubah warnanya, bergantung pada pabrik tekstil itu sedang mencelup kain menggunakan warna apa. Bisa merah, hijau, kuning, hitam, atau warna-warna lainnya. Namun ada yang tidak berubah, yaitu bau busuk yang menyengat! Itulah air yang masuk ke Danau Saguling!
**
Antara 210 - 105.000 tahun yang lalu, Ci Tarum purba terbendung material dari letusan Gunung Sunda yang sangat dahsyat, membentuk Danau Bandung purba. Aliran Ci Tarum di cekungan Bandung mengarah ke utara, lalu berbelok ke barat, sesuai dengan arah kemiringan kawasan ini, lalu tertahan oleh perbukitan batuan terobosan yang berumur 4 juta tahun yang lalu.
Alirannya kemudian berbelok ke arah utara hingga di utara Padalarang. Aliran ini agak berbelok lagi ke arah barat laut, lalu berbelok menukik ke arah barat.
Material letusan Gunung Sunda telah membajak Ci Tarum purba. Dari bendungan alami itu ke hilir, saat ini lembah yang lebar dan dalam itu hanya dialiri sungai kecil yang bernama Ci Meta.
Makin lama paras air danau makin tinggi hingga mencapai ketinggian 725 meter dari permukaan laut (dpl). Itulah paras danau tertinggi yang diketahui.
Letusan-letusan Gunung Tangkubanparahu, anak Gunung Sunda, material letusannya melebar ke selatan hingga dekat Ci Tarum di sekitar Curug Jompong sekarang. Material letusan Gunung Tangkubanparahu itu juga mengisi lembah-lembah di antara perbukitan di Pematang Tengah sehingga danau raksasa itu menjadi terbagi dua, Danau Bandung purba barat dan Danau Bandung purba timur. Pematang Tengah itu bila dilihat dari atas seperti biawak yang ngalogodor berenang di danau raksasa sehingga dinamai Lagadar.
Rangkaian perbukitan Pematang Tengah itu tingkat kekerasan batuannya sangat tinggi. Mulai dari Puncaksalam, Pasir Kamuning, Pasir Kalapa, Gunung Lalakon, Pasir Malang, Gunung Selacau, Gunung Lagadar, Gunung Padakasih, Gunung Jatinunggal, sampai Gunung Bohong.
Pada saat tergenangnya Danau Bandung purba, pada saat itulah air danau mulai bersentuhan dengan rangkaian perbukitan yang memanjang barat daya-timur laut, dari Puncak Larang hingga Pasir Kiara di selatan Rajamandala. Patahan yang mengarah ke utara telah merobek batuan yang amat keras itu, lalu di suatu daerah yang luas ambles, sekarang terlihat berbentuk setengah lingkaran yang ambles, dan secara sosial dicirikan dengan adanya kampung yang bernama Neundeut dekat bendungan Saguling.
Anak-anak sungai yang aktif mengerosi ke arah hulu semakin menemukan jalannya karena adanya patahan dan kawasan yang ambles, memudahkan air danau untuk membedah/membobol Danau Bandung purba barat yang sangat kuat.
Ketika Danau Bandung purba barat mulai menyusut, air Danau Bandung purba mulai menyayat-menyayat batuan di Pematang Tengah. Secara evolutif, air yang mahahalus itu telah menyayat batuan yang sangat keras, batuan dasit, andesit, dan basal. Akhirnya, sejak 16.000 tahun yang lalu Danau Bandung purba timur pun menyusut.
**
Curug (cai urug) atau air terjun, sedangkan jompong berarti mojang atau remaja putri.
Kerasnya batuan dianalogikan dengan mojang yang saat itu keras menjaga kehormatannya. Kemudian masyarakat menamai tempat ini Curug Jompong. Selaput dara bumi tersayat sehingga air Danau Bandung purba timur menembus bebatuan dan bobol di sini.
Curug Jompong dalam rangkaian sejarah bumi Bandung sangat berarti. Dalam buku-buku kebumian asing, Curug Jompong cukup populer. Tahun 1936, van Bemmelen, pakar geologi yang menyusun buku The Geology of Indonesia, sudah menuliskan dalam keterangan petanya bahwa di tempat pertemuan Ci Mahi dengan Ci Tarum di sekitar Curug Jompong, dijadikan contoh yang baik karena adanya batuan metamorf kontak antara batuan intrusif dan batu gamping. Di sana van Bemmelen menemukan garnet, batu mulia sebesar biji delima.
Curug Jompong adalah situs bumi, laboratorium, dan monumen bumi dalam rangkaian sejarah bumi Bandung. Kawasan ini mudah dijangkau, di selatan Nanjung, di pinggir jalan di Desa Korekotok, perbatasan antara Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat sehingga baik sebagai lokasi studi lapangan ilmu-ilmu kebumian.
Curug Jompong mengemuka kembali tahun 2006, sejak ada niatan batuan dasarnya dipapas, yang menurut Ir. Siswoko, Dipl. H.E. (Pikiran Rakyat, 7/3/2006) sebagai cara untuk menanggulangi permasalahan banjir di Bandung selatan. Kasubdin Operasional dan Pemeliharaan Sumber Daya Air (PSDA) Jawa Barat, Iding Prihadi mengatakan, "Hasil simulasi menunjukkan, jika Curug Jompong diturunkan 3 meter, permukaan air di Dayeuhkolot akan turun 1,68 meter. Tidak ada jalan lain untuk mengatasi banjir ini. Kalau banjir, upayanya harus mengeluarkan air dan pemangkasan Curug Jompong adalah salah satu upayanya" (Pikiran Rakyat, Jumat, 23/2/2007).
Betulkah Curug Jompong tempat bedahnya Danau Bandung purba timur 16.000 tahun yang lalu itu merupakan biang permasalahan banjir di Bandung selatan?
Curug Jompong yang selama ini dianggap tidak mempunyai arti apa-apa sesungguhnya mempunyai manfaat yang penting, misalnya sebagai base level, penahan erosi mudik yang dapat diandalkan karena berupa batuan dasit, andesit, dan basalt yang sangat kuat.
Bila Curug Jompong dipapas sedalam 3 meter, selain fondasi sepanjang itu akan menggantung karena adanya penyesuaian kedalaman dasar sungai, juga semua lumpur sepanjang 30 kilometer antara Curug Jompong hingga Dayeuhkolot akan segera berpindah ke Danau Saguling. Akankah volume air danau berkurang sehingga akan mengurangi kapasitas listrik Jawa-Bali? Bila itu yang terjadi, dampak ekonominya akan sangat besar.
Permasalahan sesungguhnya dari banjir di Bandung selatan adalah karena kerusakan hutan di Bandung utara dan di Bandung selatan yang termasuk ke dalam daerah aliran sungai (DAS) Ci Tarum. Lahan kritis sudah sangat meluas sehingga kawasan yang sangat peka erosi dan terancam bencana tanah longsor semakin luas pula. Inilah sesungguhnya inti dari permasalahan banjir di cekungan Bandung.
Upaya penanggulangan banjir di cekungan Bandung tidak sekadar mengutak-atik sungainya, melainkan harus ada upaya sepenuh hati untuk menghutankan DAS hulu dan tengah tanpa kompromi, serta penataan pengelolaan pertanian yang disertai perubahan perilaku masyarakatnya.
(T. Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung)***
setuju....
BalasHapushijaukan bumi...