Rabu, 14 Mei 2008

Douwes Dekker Sang Pelopor

Oleh Nina Herlina L.

Sudah diketahui umum bahwa Boedi Oetomo yang lahir 20 Mei 1908 di Gang Menjangan itu merupakan gagasan para siswa STOVIA (Soetomo, Gunawan Mangoenkoesoemo, Soewarno, dkk.) atas anjuran dr. Wahidin Soedirohoesodo. Namun, fakta sejarah juga berkata bahwa ternyata ada seorang tokoh yang tidak boleh dilupakan peran besarnya dalam membangkitkan rasa kebangsaan para pemuda. Itulah Ernest Francois Eugene Douwes Dekker alias Danu Dirja Setiabudi, namanya biasa disingkat "DD". Siapakah dia?

Ada berbagai tulisan tentang riwayat hidupnya, namun yang paling lengkap adalah yang ditulis oleh Paul W. van der Veur (2006), dengan judul The Lion and The Gadfly, terbitan KITLV Press, Leiden, Netherland. Berikut ini riwayat perjuangan "DD" bersumberkan buku tersebut .

E.F.E. Douwes Dekker (selanjutnya disingkat DD) dilahirkan sebagai orang Indo-Eropa, yang hanya memiliki seperempat darah Jawa. DD masih memiliki hubungan keluarga dengan Edouard Douwes Dekker (Multatuli), Asisten Residen Lebak yang terkenal dengan "Max Havelaar"-nya. Multatuli adalah adik kakek DD.

Setelah lulus HBS tahun 1897, DD menjadi opzichter (pengawas) di perkebunan kopi Sumber Duren di Gunung Semeru, kemudian menjadi laboran di pabrik Gula Pajarakan, dekat Pasuruan. DD dipecat dari kedua perusahaan ini karena terlalu membela pribumi. Pada 1900 DD bersama saudaranya Julius pergi ke Transvaal sebagai tenaga sukarela dalam "Perang Boer". Pengalaman di Transvaal memberi keyakinan pada DD bahwa "hanya dengan kekuatan dan kesadaran rakyat sendirilah kemerdekaan suatu bangsa dapat dicapai. DD kembali ke Hindia Belanda dengan membawa semangat untuk memerdekakan tanah airnya. Untuk itu, ia perlu menyadarkan rakyat, melalui propaganda dan dunia jurnalistik adalah pilihannya. Mula-mula DD bekerja di harian De Locomotif (Semarang), kemudian di Surabajas Handelsblad dan akhirnya menjadi pemimpin redaksi Bataviaasch Nieuwsblad (BN).

Saat itu, DD memiliki perpustakaan di rumahnya di Kramat. Kebetulan rumahnya ini dekat STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen–Sekolah Pendidikan Dokter Pribumi). Siswa-siswa STOVIA seperti Soetomo, Tjipto Mangoenkoesoemo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Soewarno, sering menggunakan perpustakaan DD dan berdiskusi dengan DD tentang politik. Di sinilah DD memompakan semangat nasionalisme kepada para pemuda itu. Pengaruh pribadi DD terhadap para pemuda itu begitu besar, oleh murid-murid STOVIA dia disebut sebagai "Kawan Orang Jawa Nomor Satu". Beberapa buku antara lain karya Multatuli disumbangkan DD ke STOVIA. Itulah sebabnya DD dijuluki sebagai opruier (penghasut) oleh pemerintah Hindia Belanda.

Semangat nasionalisme yang dipompakan DD kepada para pemuda STOVIA, ternyata berperan besar dalam melahirkan Boedi Oetomo (BO). Rapat persiapan BO pun antara lain dilakukan di rumah DD. Ketika Kongres BO yang pertama dilangsungkan di Yogyakarta pada 3-5 Oktober 1908, DD hadir dan menganjurkan agar BO memiliki corong berupa surat kabar. Sementara BO belum memiliki sendiri, DD menawarkan agar BN dijadikan alat propaganda BO. Mengingat hubungan yang erat antara DD dengan para siswa STOVIA yang melahirkan BO, bisa dikatakan bahwa "Jiwa BO sesungguhnya lahir di rumah DD di Kramat".

Perjuangan di Bandung

Pada 1912 DD mendirikan majalah bulanan Het Tijdschrift yang berhaluan revolusioner untuk propagandanya dan pada 1 Maret 1912 DD mendirikan harian De Express di Bandung, sebuah harian revolusioner nasionalistis. Harian ini kemudian menjadi harian terbesar di Jawa waktu itu.

Selanjutnya DD mendirikan Indische Partij (IP) pada 6 September 1912 di Bandung, dengan keanggotaan bebas (siapa saja yang mengaku Indonesia sebagai tanah airnya). Meskipun partai ini dibubarkan pada Maret 1913, pengaruhnya luar biasa. Cita-cita DD diteruskan melalui De Express. Akibat tulisan-tulisan yang bernada mengecam kebijakan pemerintah kolonial, "Tiga Serangkai" (DD-Dr. Tjipto-Soewardi Soerjaningrat) dibuang ke Negeri Belanda selama 3 tahun.

Di Belanda, Tiga Serangkai terus berjuang. DD kemudian aktif dalam Indische Vereniging (yang didirikan tahun 1908 dan 1924 menjadi Perhimpunan Indonesia). Di sini pula ketiganya melahirkan majalah De Indier untuk para pembaca di Hindia Belanda. Pada 1915, DD diizinkan keluar dari Belanda. DD pergi ke Zurich, kuliah di bidang ilmu ekonomi dan politik di Universitas Zurich, dalam kolom identitasnya ia menulis sebagai "Bangsa Jawa" (indie=India). DD berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Indie" dengan yudisium cum laude.

Dalam perjalanan pulang ke Batavia, DD singgah di India dan Hong Kong. Di sini DD ditangkap polisi Inggris dengan tuduhan menyelundupkan senjata ke India dan diancam hukuman mati. Untunglah lolos. Namun, sesampai di Batavia tahun 1917, DD sempat dipenjarakan di Banceuy (Bandung) dan Semarang, sebelum akhirnya dibebaskan Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum dari penjara di Batavia tahun 1918.

Setelah aktif dalam National Indische Partij (NIP), yang dibubarkan Juli 1923, DD sepenuhnya aktif dalam dunia pendidikan. Sebelumnya, pada September 1922 DD bekerja sebagai guru di Sekolah Rendah yang terletak di Jalan Kebon Kalapa 17, pimpinan Ny. H.E. Meyer Elenbaas.. Setahun kemudian, sekolah dasar itu dijadikan Preanger Instituut van de Vereniging Volksonderwijser . Pada 1 Juli 1924 DD mengubah Preanger Instituut menjadi Schoolvereniging het Ksatriaan Instituut (disingkat dengan Ksatriaan Instituut). Institut ini mendirikan beberapa sekolah, yaitu Nationale Lagere School-7 tahun :didirikan di Nieuwstraat di Bandung (1924) (sekarang menjadi SMPN 1 Jalan Ksatriaan), Ciwidey (1925), Cianjur, dan Sukabumi. Ada lagi MMHS (Moderne Middelbare Handels School, 1932), Middelbare Journalistenschool, Kweekschool Ksatriaan Instituut (1932) dan Moderne Vakschool voor Jonge Dames.

Pengasingan terakhir

Pada 1941 DD ditangkap dengan tuduhan menjadi kaki tangan Jepang. Setelah berpindah-pindah penjara di dalam negeri, pada 1942 DD dibuang ke Suriname. Di sini penderitaannya sangat berat yang mengakibatkan kebutaan secara psikologis dan baru sembuh kembali setelah bebas. Ketika Perang Dunia II berakhir, DD dibebaskan dan dengan susah payah bisa kembali ke Jakarta.

Dari Jakarta DD langsung kembali ke Yogyakarta tahun 1947. Nama DD pun diganti menjadi Danu Dirja (Banteng yang Kuat) Setiabudhi (Jiwa kuat yang setia). DD diangkat dalam beberapa jabatan, yaitu menteri negara dalam Kabinet Syahrir III, anggota Dewan Pertimbangan Agung, mahaguru di Akademi Ilmu Politik, pegawai tinggi Deppen, penasihat pribadi Presiden (khusus menjadi penasihat delegasi RI dalam perundingan dengan Belanda).

Ketika Yogyakarta diduduki Belanda dalam Agresi Militer II, bersama para pemimpin RI, DD ditangkap dan kemudian diasingkan ke Parapat. Setelah dibebaskan pada 1949, DD tinggal di Jalan Lembang 410 Bandung bersama istrinya, Harumi Wanasita. DD akhirnya wafat 28 Agustus 1950, dalam usia 71 tahun. DD dimakamkan secara Islam di Taman Makam Pahlawan Cikutra.

Untuk menghargai jasa-jasa dan pengabdiannya, nama DD diabadikan sebagai nama jalan di Bandung dan di Jakarta. Selain itu, pada 1961 namanya juga diabadikan menjadi nama kapal perang RI: "KRI Setiabudhi". Akhirnya pada 1974 DD mendapat penghargaan sebagai Perintis Pers Indonesia dan juga sebagai pahlawan nasional. (Penulis, Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Unpad/Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat)***

1 komentar:

  1. Di Bandung ada gedung Dr.Setiabudhi-Douwes Dekker, yang sekarang dipakai gedung SMPN 1 Bandung di Jl.Kesatriaan-Bdg.

    Gedung itu gedung bersejarah, tetapi segera direnovasi menjadi gedung tingkat 3.

    Tentu nilai historisnya hilang.Dan gedung itu adalah gedung heritage yang harus dilestarikan.

    Sebaiknya yang ditingkat itu gedung bagian belakangnya saja, yang bagian depan tetap sebagai peringatan atas jasa-jasa Dr.Setiabudhi.

    Cobalah pemkot Bandung member saran dan mencari jalan keluar agar gedung tersebut tetap lestari.

    Kami :

    Para Alumni SMPN 1 Bandung merasa prihatin atas perombakan gedung bersejarah tersebut.

    Trims

    BalasHapus