Jumat, 02 Mei 2008

Target Satu Juta Lapangan Kerja

Oleh Atih R. Dariah

Prosesi pemilihan Gubernur Jawa Barat sudah selesai. Lima tahun ke depan, Jawa Barat akan dipimpin pasangan Hade. Pasangan yang semula kurang diperhitungkan ini ternyata menarik minat sebagian besar pemilih. Entah karena kemudaan dan ikon perubahan yang diusungnya, entah karena programnya.

Salah satu program menarik dari pasangan muda ini adalah penciptaan satu juta lapangan kerja baru dalam waktu tiga tahun. Ini harapan besar bagi kelompok penganggur. Namun, apa jenis pekerjaannya dan dimana? Jangan-jangan tidak sesuai dengan kapasitas domestik penganggur Jawa Barat, dan malah terisi kaum imigran, sehingga pengangguran tetap menumpuk di perkotaan atau kawasan industri.

Entah dari mana angka satu juta itu muncul. Apakah sudah melewati perhitungan matang atau sekadar politis. Dari mana pun, jelas ada konsekuensi logisnya. Satu juta bukanlah angka yang kecil. Bagaimana pula pola distribusi per region dan sektor ekonominya? Jawa Barat terdiri atas 26 kabupaten/kota yang memiliki karakteristik daerah yang berbeda. Tentunya, terdapat pola dominasi sektor ekonomi dan tenaga kerja yang beragam.

Tim peneliti Program Studi Ilmu Ekonomi Unisba telah melakukan pemetaan kabupaten/kota di Jawa Barat yang terkait dengan struktur ekonomi dan tenaga kerjanya. Mayoritas daerah di Jawa Barat (12 kabupaten) masih merupakan wilayah pertanian. Artinya, sektor pertanian mendominasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan proporsi tenaga kerja terbesar di sektor pertanian. Termasuk di wilayah pertambangan (Kab. Indramayu,) wilayah perdagangan (Kota Banjar), dan wilayah industri pengolahan (Kabupaten Purwakarta).

Ternyata tidak selalu terjadi korelasi positif antara dominasi sektor ekonomi dengan tenaga kerjanya. Hal ini terjadi karena tingginya nilai tambah dari sektor bersangkutan namun daya serap tenaga kerjanya relatif kecil.

Penciptaan kesempatan kerja merupakan penambahan demand tenaga kerja baru karena adanya kegiatan ekonomi produktif atau pertumbuhan ekonomi naik. Pertanyaannya, seberapa besar respons kebutuhan tenaga kerja ketika terjadi pertumbuhan ekonomi? Berapa nilai elastisitas kesempatan kerja?

Angka elastisitas dapat dihitung secara agregat maupun sektoral. Berdasarkan data BPS, diperoleh angka elastisitas sebesar 0.19% (2005) dan meningkat 0.49% (2006). Artinya, pertumbuhan ekonomi 1% hanya menambah tenaga kerja sebesar 0.19% pada 2005 dan 0.49% pada 2006. Angka elastisitas di bawah 1 menunjukkan penyerapan tenaga kerja bersifat inelastis.

Hasil perhitungan lain, dengan menggunakan metode ekonometrik panel data 2004-2005 dan 9 sektor ekonomi menunjukkan pola pertumbuhan ekonomi Jabar yang bersifat lebih padat modal. Hal ini selaras dengan struktur PDRB Jawa Barat yang didominasi sektor industri pengolahan dan pangsa terbesar subsektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya.

Pada tahun 2006, ekonomi Jawa Barat tumbuh 6.01% sedangkan kesempatan kerja bertambah 2.87% yakni 430.637 orang dari total angkatan kerja 15.011.002 orang tahun 2005 menjadi 15.441.639 tahun 2006. Performa yang cukup baik dibandingkan dengan satu tahun sebelumnya. Kalkulasinya sederhana, jika kesempatan kerja 1 juta orang ingin tercipta atau tumbuh 6.57% dibandingkan dengan tahun 2006, ekonomi harus tumbuh 13.57%. Itu tentu pekerjaan rumah yang sangat berat, apalagi tekanan eksternal saat ini yang mengganggu kestabilan makroekonomi, sehingga harus dicari terobosan konstruktif untuk mendekati pencapaiannya.

Terobosan seperti apa yang dimungkinkan? Jika ingin terjadi utilisasi tenaga kerja domestik secara optimal, perlu ada reorientasi pendekatan perencanaan tenaga kerja dari pendekatan rekruitmen menjadi manpower utilization approach. Direktur Utama Global Job Market, Moedjiman menegaskan pentingnya pergeseran perencanaan tenaga kerja berdasarkan pendekatan ini pada acara dialog ketenagakerjaan di Bapeda Provinsi Jabar (16 April 2008). Artinya, tenaga kerja ditempatkan sebagai variabel independen, bukan sebagai variabel dependen, dan pertumbuhan ekonomi dirancang berbasis pada optimalisasi SDA dan SDM.

Untuk mengimplementasikan manpower utilization approach, beberapa hal mendasar harus dipertimbangkan. Pertama, pendekatan tersebut perlu dicermati secara seksama dalam konteks tingkat kemaslahatannya bagi masyarakat lokal, dan dinamika pembangunan daerah. Melalui manpower utilization approach, perencanaan pertumbuhan ekonomi berbasis SDA dan SDM lokal memerlukan arah yang jelas dalam memanfaatkan kedua sumber daya sesuai potensi dan kapasitasnya.

Perlu analisis potensi secara tajam dengan SDM yang tidak hanya menyangkut tingkat pendidikan namun keahlian. Sebagai gambaran, mayoritas tenaga kerja di Jabar yang petani, dengan skala usaha rumah tangga dan berpendidikan SD, memiliki energi dan kemampuan besar dalam pertanian. Artinya, kekuatan tenaga kerja sudah tersedia, tinggal bagaimana upaya peningkatan produktivitasnya mendorong pertumbuhan sektor pertanian, dan turunan agroindustrinya.

Lain halnya dengan wilayah perkotaan, yang memiliki SDM berpendidikan lebih tinggi dan keahlian manufaktur dan jasa, pola pemanfaatannya akan mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang berbasis knowledge yang dapat membentuk knowledge-based economy.

Dengan demikian, setiap pemerintah kabupaten/kota harus memiliki peta kekuatan SDM secara komplet, bahkan sampai pada seleksi kepemilikan kelompok entrepreneur, karena kelompok ini akan menjadi internal leader dalam gerakan inovasi pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah. Kedua, pencanangan visi dan misi manpower utilization approach harus jelas arah dan capaian pertumbuhan ekonomi sektoralnya. Hal ini akan menurunkan kebutuhan upgrading bagi tenaga kerja lokal melalui pendidikan praktis dan pelatihan yang berkesinambungan. Dalam proses tersebut, keterlibatan aktor luar lebih pada fasilitasi dan pendampingan.

Melalui mekanisme itu diharapkan penciptaan lapangan pekerjaan baru tidak bertumpu di lokasi tertentu seperti perkotaan atau kawasan industri. Namun, menyeluruh sampai di perdesaan. Angka elastisitas kesempatan kerja yang inelastis akan bergeser menjadi lebih baik. Dengan demikian, penciptaan satu juta lapangan kerja baru secara bersamaan diharapkan akan membawa perbaikan pendapatan masyarakat Jawa Barat.***

Penulis, dosen Ilmu Ekonomi Unisba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar