Selasa, 13 Mei 2008

Cikapundung, "Septic Tank" Terpanjang di Dunia!


                          www.esp.or.id                                       

PAK Irfan Anshari pernah mengirim SMS tatarucingan atau teka-teki, mengapa Cikapundung dinyatakan sebagai sungai terpanjang di dunia? Pada mulanya saya serius untuk menjawab teka-teki itu. Setahu saya Cikapundung itu panjang totalnya tidak lebih dari 28 km. Panjang lintasannya di Kota Bandung hanya 15,50 km. Akhirnya, saya menyatakan taluk. Lalu jawaban datang, "Karena Cikapundung melintasi Asia Afrika!"

Cikapundung membelah Kota Bandung melewati sembilan kecamatan yang mencakup 13 kelurahan. Kini bantaran sungai sepanjang 11 km. itu sudah disesaki lebih dari 1.100 bangunan yang dihuni lebih dari 75.000 jiwa sehingga terjadi penyempitan badan sungai. Kondisi permukiman padat ini, 90% limbah permukimannya langsung dibuang ke Cikapundung sehingga sungai ini menerima limbah lebih dari 2,5 juta liter/hari. Karena sungai masih dianggap sebagai septic tank, ditambah limbah pabrik, menyebabkan kondisi sungai ini semakin rusak. Kecuali yang tiada pilihan lain untuk menggunakan air sungai ini, warga kota, apalagi seorang wali kota, tak akan berani mandi di sungai ini walau di tahun 2010 nanti!

Karena Cikapundung sebagai sungai terpanjang di dunia yang melintasi Asia Afrika, bisa juga dibuat tatarucingan, di mana septic tank terpanjang di dunia?

Dalam sebuah perbincangan, Pak Guryama mengatakan, Cikapundung yang membelah Kota Bandung dengan kerucut-kerucut gunung yang mengelilinginya, ibarat Kota Paris yang dibelah sungai dengan menara-menara gedung yang tinggi. Berdasarkan beberapa sumber, itulah yang melahirkan julukan Bandung sebagai Parijs van Java.

Sungai ini pernah sangat populer karena lagu yang isinya antara lain, Cikapundung Cikapundung Cikapundung//walungan di Kota Bandung//kota kembang kota midang//kota pangbangbrang kabingung//.... (Cikapundung, sungai di Kota Bandung, Kota kembang yang selalu tampil gaya, kota yang bisa menghilangkan rasa bingung...).

Atau lagu lainnya, yang isinya antara lain: Akang Haji, sorban palid//palidna ka Cikapundung//... (Akang Haji, sorban hanyut//hanyutnya ke Cikapundung//...).

Dalam ilmu geologi di Indonesia, nama Cikapundung dijadikan nama formasi yang menggambarkan pemerian lapisan batuan, hubungan, dan kejadian batuan di alam dalam ruang dan waktu, yaitu Formasi Cikapundung yang menggambarkan batuan yang berupa breksi gunung api.

Seperti fungsi sungai lainnya, Cikapundung pun berfungsi sebagai drainase utama pusat kota, penggelontor kotoran kota, objek wisata, penyedia air baku PDAM, PLTA, yang saat ini debit bulanannya telah menurun hingga 30% dari debit normal. Ini merupakan salah satu ciri yang tampak bahwa bagian hulu-tengah-hilir sungai merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling berhubungan dan berkaitan. Kalau pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) sudah meninggalkan tata kesopansantunan ekologis, kekeringan, longsor, dan banjir merupakan bagian dari risiko yang harus ditanggung.


imagesfrombandung.blogspot.com

"Kapundung, minting atau bencoy"
Nama Cikapundung bukan diambil dari kata dalam bahasa Sunda pundung, perilaku yang karena mendapatkan hal yang tidak enak lalu pergi, tidak mau berbicara, tidak mau beraktivitas dengan orang yang membuat dia sakit hati, tetapi nama itu diambil dari nama buah yang rasanya masam-manis. Dr. C.G.G.J. van Steenis (1947, 1981) menyamakan antara kapundung, minting, dan bencoy (Baccaurea racemosa MA). Pada musim buah saat ini, masih banyak terdapat di pasar-pasar, namun umumnya berasal dari Lampung (disebut kitupa) dan Palembang.

Menurut van Steenis, kapundung (Baccaurea racemosa) tinggi pohonnya bisa mencapai 25 meter. Daunnya oval sampai bulat telur terbalik, tumpul, dan meruncing. Lebarnya 3-7,5 cm, panjangnya 7-20 cm. Bunganya kuning muda. Bentuk buah bulat eliptis dengan ukuran 2-2,5 cm, warna buah yang matang kekuningan, bertandan, dan menggantung. Tumbuh di hutan dan dibudidayakan di halaman sebagai peneduh atau untuk diambil buahnya. Tumbuh subur hingga ketinggian 1.000 m dpl.

Sedangkan K. Heyne (1927, 1987), sedikit membedakan antara minting dan kapundung (Baccaurea dulcis MUELL. ARG. (Pierardia dulcis JACK)) karena rasa kapundung jauh lebih disukai daripada minting. Alasan itulah yang membuat kapundung jauh lebih mendapat tempat di Pulau Jawa. Walau kayunya cukup awet sebagai bahan bangunan, tetapi jarang digunakan.

Perlu dibuat percontohan pengelolaan sungai di perkotaan yang ramah lingkungan. Di Cikapundung sepanjang 1,5 km, antara jalan Soekarno-Hatta hingga percabangan sungai ini di sekitar Jln. Pasirjaya 4-Jln. Wesel-Jln. Radio. Selain pohon cangkring dan loa, buah kapundung pun perlu kembali ditanam, selain masyarakat akan mengenal buah-buahan itu, juga secara ekologis akan tercipta lingkungan yang mengundang hewan untuk datang menikmati buahnya.

Air kotor ke sumur
DAS Cikapundung yang berada pada ketinggian 650-2.067 m dpl merupakan sub-DAS Citarum, luasnya 15.386,5 ha. Sungai ini hulunya di Bukit Tunggul dan bermuara di Citarum.

Dalam penelitian Deny Juanda Puradimaja (2006) -- Dept. Geologi ITB -- aliran sepanjang Cikapundung secara geologis dibagi menjadi tiga tipe utama, yaitu Tipe Cikapundung I, kawasan dari ketinggian 800 m dpl di sekitar Curug Dago ke arah Maribaya yang jenis batuannya terdiri atas lava basal dari Formasi Cibeureum, keadaan alirannya terisolasi, sungai, dan akifer tidak berhubungan. Di tengah ada Tipe Cukapundung II yang batuannya berupa breksi gunung api dari Formasi Cikapundung. Di kawasan yang ketinggiannya antara 800-725 m dpl alirannya efluen, aliran sungai diisi akifer, air merembes dari batuan di pinggir sungai ke sungai. Sedangkan Tipe Cikapundung III, batuannya berupa perselingan pasir lempung Formasi Kosambi, air dari sungai justru menyerap ke batuan di sepanjang Cikapundung.

Kawasan sepanjang Tipe Cikapundung III dari Banceuy dan Viaduck ke arah Citarum, harus mesapadai masuknya air sungai yang mengandung bakteri ke sumur-sumur, apalagi di musim kemarau, mengingat pencemaran di sungai ini sudah mengkhawatirkan. Dinas Kesehatan sebaiknya secara berkala mengecek kandungan bakteri sepanjang aliran Tipe Cikapundung III, khususnya, agar masyarakat tidak terkena penyakit akibat lingkungan yang kotor yang bersumber dari air.

"Haneut-hanet tai hayam"
Revitalisasi Cikapundung harus dijalankan secara berkelanjutan, tidak sekadar program haneut-haneut tai hayam. Penataan DAS Cikapundung harus menyeluruh, bagaimana menjaga kualitas fisik dan air Cikapundung, mulai dari hulu, tengah, hingga hilir.

Revitalisasi sungai pada dasarnya mengalamkan kembali sungai. Kenyataan saat ini sungai sekadar menjadi pipa raksasa yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya air dari gunung ke muara. Fungsi ekologisnya menghilang karena sungai dibiarkan dibangun secara liar.

Perundang-undangan dan peraturan daerah sudah lebih dari cukup untuk dijadikan payung hukum revitalisasi, normalisasi, refungsionalisasi tata ruang, penataan badan, dan bantaran sungai sepanjang Cikapundung seperti Keppres No. 55 Tahun 1993, Perda Kota Bandung No. 6 Tahun 2002, UU No. 18 Tahun 1999, Perda No. 14 Tahun 1998, PP No. 20 Tahun 1990, PP No. 82 Tahun 2001, serta SK Gubernur Jabar No. 39 Tahun 2000.

Kebijakan pemkot mengadakan Program Kali Bersih (Prokasih), secara sosial mendapatkan dukungan dari masyarakat secara luas karena masyarakat menginginkan citra Kota Bandung menjadi lebih baik. Warga Kota Bandung memiliki pengetahuan dan kesadaran yang baik untuk terciptanya lingkungan yang sehat, bersih, tertata, nyaman, dan tertib.

Sayangnya, potensi masyarakat yang positif itu tidak diimbangi ketersediaan fasilitas pendukung yang memadai, seperti tempat pembuangan limbah domestik dan kurangnya penegakan hukum pembangunan di bantaran sungai. Ketika baru satu dua bangunan dibiarkan, setelah berjejal padat kewalahan. Bahkan tidak mustahil ada bangunan di bantaran sungai yang bersertifikat!***

T. Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar