PUSING memikirkan harga bensin... pengeluaran membengkak? Beralasan memang, sebab dengan naiknya harga bensin premium dan pertamax belakangan ini cukup menguras kantong pemilik kendaraan. Tidak heran jika saat ini, banyak masyarakat yang mengupayakan cara-cara mengirit bensin pada kendaraannya.
Upaya itu sah-sah saja dilakukan, tetapi yang perlu diperhatikan bahwa penghematan bahan bakar minyak (BBM) dilakukan tidak akan bekerja optimal, bila kondisi mesin kendaraan tidak berada pada setelan ideal sesuai standar pabrik. Artinya, peralatan penghematan BBM itu bisa berfungsi optimal, jika kondisi mesin dikembalikan sesuai standar pabrik.
Hal ini perlu diingat, sebab setelan mesin bisa berubah dalam jangka waktu tertentu, sehingga membuat proses pembakaran campuran bensin dan udara menjadi tidak efisien lagi dan konsumsi BBM menjadi boros. Oleh karena itu, diperlukan perawatan untuk mengembalikan mesin pada kondisi ideal agar pemakaian BBM tetap efisien.
Kondisi kerja mesin kendaraan yang ideal, ditunjukkan dengan rasio campuran udara dan bahan bakar atau air fuel ratio (AFR) bernilai 14,7 : 1. Nilai AFR yang berada di atas angka itu, menunjukkan jumlah kandungan bensin yang lebih sedikit dari udara atau populer diistilahkan dengan kata miskin. Sebaliknya, nilai AFR di bawah angka ideal menandakan jumlah bensin yang lebih besar dari udara atau kaya bahan bakar.
Konsumsi bahan bakar yang paling hemat, berada pada kondisi AFR miskin. Namun, mesin tidak bisa dipatok pada kondisi AFR miskin terlalu lama, karena akan menyebabkan suhu dapur pacu meningkat panas. Sedangkan tenaga mesin paling besar, justru dihasilkan pada saat nilai AFR kaya.
Karena kondisi lalu lintas berbeda-beda, pabrikan mengatur kerja mesin untuk berada pada kondisi AFR bervariasi. Implikasinya, konsumsi BBM bisa diatur tetap hemat dan tenaga mesin tetap besar saat berakselerasi. Untuk mesin injeksi ada empat kondisi AFR yang disediakan komputer, yaitu putaran stasioner, rpm konstan, torsi maksimal, dan akselerasi.
Cara untuk mengetahui apakah mesin kendaraan masih bekerja pada kondisi ideal bisa dilakukan dengan dua metoda, yaitu analisis gas buang dan busi. Metode analisis gas buang dilakukan dengan memakai alat bantu bernama gas analyzer, yang bisa ditemui di bengkel. Alat ini dimasukkan ke dalam lubang knalpot untuk mengukur empat komponen, yaitu karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), nitrogen oksida (Nox), dan lambda.
Melalui nilai CO, pemilik kendaraan bisa mendapatkan keterangan tentang kondisi mesin. CO yang efisiensi pembakarannya baik berada pada nilai ideal 0,2% - 1,5% untuk mesin injeksi dan 1 - 3,5% mesin karburator. Angka di luar itu menunjukkan mesin kendaraan perlu disetel ulang dan dikembalikan ke kondisi standar.
Kondisi busi juga bisa dijadikan tolok ukur mengetahui nilai AFR. Ujung insulator busi yang berwarna putih atau cokelat muda, tidak ada endapan yang menonjol di tengah elektroda hingga insulator dan ujung elektroda tidak berubah, merupakan tanda-tanda mesin yang berada pada kondisi standar.
Sedangkan ujung insolator berwarna abu- abu gelap atau hitam, menunjukkan kondisi AFR terlalu kaya dan boros BBM. Sementara, insulator berwarna putih dot mirip kapur memperlihatkan AFR yang terlalu miskin, karena ruang bakar berada pada suhu sangat tinggi akibat pasokan BBM yang tidak sebanding dengan udara.
**
TERKAIT mahalnya harga Pertamax dan Pertamax plus, saat ini telah mendorong masyarakat untuk beralih ke premium. Pada prinsipnya, mesin masih bisa menerima penggantian bahan bakar itu bila tidak menunjukkan gejala ngelitik atau knocking. Untuk menghilangkan gejala ngelitik, bisa dilakukan dengan cara mengubah waktu pengapian. Namun, perlu diingat kalau ngelitik masih saja terjadi, artinya mesin kendaraan memang memerlukan bahan bakar beroktan tinggi.
Pada mesin konvensional yang berteknologi karburator, caranya adalah dengan memundurkan waktu pengapian atau crank angle sensor beberapa derajat. Patokan yang dipakai adalah timing light dengan batas 5 - 10 derajat sebelum TMA (titik mati atas).
Berbeda kasusnya dengan mesin injeksi modern, yang sudah dilengkapi perangkat timing pengapian otomatis. Peranti komputer ECU (electronic computer unit) akan memundurkan sendiri waktu pengapian, ketika terjadi gejala ngelitik. Hal ini, karena mobil injeksi sudah memakai knock sensor yang ditempatkan di sekitar ruang bakar untuk memantau gejala ngelitik.
Meski begitu, pada beberapa model yang tingkat rasio kompresinya sangat tinggi, ECU tidak dapat memundurkan waktu pengapian secara ekstrem. Sebab, knock sensor hanya berfungsi mengantisipasi tingkat knocking yang kecil. Artinya, knocking sensor hanya bekerja dalam batas toleransi tertentu saja.
Untuk mengakalinya, bisa memakai alat tambahan yang disebut piggyback ECU. Peranti ini bisa memanipulasi data dari sensor-sensor yang menuju ECU. Perbandingan bahar bakar udara dan juga waktu pengapian bisa diatur. Selain itu, penyesuaian nilai AFR bisa diatur seideal mungkin pada setiap tingkat putaran mesin. Di pasaran beredar berbagai macam merek piggyback ECU dengan kisaran harga Rp 3,5 juta. Piggyback ECU baru bekerja sempurna jika mesin berada pada kondisi sehat. (ovi)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar