Kamis, 19 Juni 2008

Tarmizi, Rumput Laut dari Pulau Lemukutan


C Wahyu Haryo PS
Pengabdian Tarmizi, pria berusia 34 tahun ini, sebagai pendidik tidak perlu diragukan lagi. Selama 16 tahun sejak menjadi guru berstatus pegawai negeri sipil atau PNS, dia ditempatkan di pulau terpencil yang terletak sekitar 35 kilometer sebelah barat pantai Kabupaten Bengkayang. Dia menjadi guru pada Sekolah Dasar Negeri 6 Pulau Lemukutan, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.

Meski demikian, bukan karena pengabdian Tarmizi sebagai guru yang membuat dia mendapatkan dua penghargaan dari pemerintah daerah. Tarmizi justru mendapatkan penghargaan karena kegigihannya membudidayakan rumput laut di Pulau Lemukutan.
Pada tahun 2002 tim dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Barat (Kalbar) mendatangi Pulau Lemukutan untuk memperkenalkan budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii).

Sosialisasi itu ternyata tidak begitu direspons oleh masyarakat karena mereka tidak tahu rumput laut itu gunanya untuk apa. Selain itu, mereka juga tidak tahu setelah dikembangkan rumput laut tersebut bisa dipasarkan ke mana.

Saat diujicobakan, bibit rumput laut yang dibagikan kepada warga dan ditebar di laut ternyata banyak yang mati.
”Berdasarkan pengalaman itu, warga pun lalu beranggapan kalau budidaya rumput laut itu sia-sia. Mereka tidak mau lagi membudidayakannya,” ujar Tarmizi.

Namun, berbeda dengan kebanyakan warga, Tarmizi justru tidak patah arang atas kegagalan tersebut. Apalagi, dia sempat pulang ke tanah kelahirannya di Natuna, Kepulauan Riau, dan melihat bagaimana orang di sini bisa sukses dengan membudidayakan rumput laut.
Bersama empat orang warga lainnya, setahun kemudian Tarmizi meminta lagi benih rumput laut kepada pemerintah daerah. Dia kemudian berupaya menemukan cara agar rumput laut itu tidak mati.

Sepulang mengajar di sekolah, pada sore hari Tarmizi tidak bosan-bosannya menceburkan diri ke laut untuk mencermati pertumbuhan bibit rumput laut yang dibudidayakannya.
”Setelah saya cermati, pembusukan bibit rumput laut ternyata terjadi secara perlahan, dimulai dari ujung tanaman. Saat bagian yang membusuk itu dipotong dan dibuang, ternyata pembusukan tidak menjalar ke bagian lainnya dan benih rumput laut pun bisa tetap hidup,” ceritanya.

Dari 100 kilogram bibit rumput laut yang diterima Tarmizi ketika itu, dalam waktu dua bulan kemudian bisa menghasilkan 700 kilogram rumput laut basah. Rumput laut dalam kondisi basah itu laku dijual dengan harga Rp 500 per kilogram. Sementara itu, dalam kondisi kering rumput laut bisa dijual seharga Rp 15.000 per kilogram.

Menuai hasil
Melihat keberhasilan Tarmizi membudidayakan rumput laut, warga di Pulau Lemukutan lainnya kembali bersemangat untuk mencoba membudidayakan rumput laut pula. Pada awalnya tak kurang dari 20 warga bersedia belajar bersama dalam sebuah kelompok untuk membudidayakan rumput laut.

Tarmizi yang sejak awal cukup rajin dan telaten memperjuangkan budidaya rumput laut ini langsung terpilih sebagai Ketua Kelompok Pembudidaya Rumput Laut Pulau Lemukutan.
Animo warga untuk membudidayakan rumput laut ini oleh Pemerintah Kabupaten Bengkayang kemudian ditangkap sebagai sebuah peluang untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan di Pulau Lemukutan. Pada tahun 2004 warga kemudian difasilitasi untuk mempelajari teknologi budidaya rumput laut yang sudah dikembangkan di Lampung. Selain itu, mereka juga diberi bibit rumput laut.

Hasilnya, pada tahun itu rata-rata setiap petani mampu menghasilkan 1 ton rumput laut basah. Total panenan seluruh petani bisa mencapai 50 ton rumput laut basah atau sekitar 5 ton rumput laut kering.

Ketika itu harga jual rumput laut sedikit meningkat, yakni sekitar Rp 700 hingga Rp 1.000 per kilogram rumput laut dalam kondisi basah dan Rp 20.000 per kilogram jika rumput laut itu sudah dikeringkan.

”Modal yang saya keluarkan ketika itu sekitar Rp 1 juta hingga 1,5 juta, sementara hasil panenan bulan Juni-Oktober yang saya peroleh sekitar Rp 500.000 setiap bulan. Tambahan penghasilan sejumlah itu tentu saja sungguh berarti bagi guru SD seperti saya. Waktu itu gaji yang saya terima setiap bulan Rp 1,2 juta,” katanya.

Pada tahun berikutnya pemerintah daerah memberikan bantuan modal bergulir sebesar Rp 50 juta untuk 34 petani rumput laut di pulau tersebut. Meski tidak tercatat, produksi rumput laut mereka diperkirakan meningkat.

Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah petani yang bisa menggunakan modal bergulir itu pun bertambah menjadi 56 orang pada 2006. Produksi rumput laut juga meningkat menjadi sekitar 8 ton kering. Tahun 2007 jumlahnya bertambah lagi menjadi 70 orang dari 305 keluarga yang tinggal di Pulau Lemukutan.

Buah dari kegigihan Tarmizi dalam membudidayakan rumput laut itu adalah penghargaan yang diterimanya. Pada peringatan hari jadi Kabupaten Bengkayang, Oktober 2006, ia mendapat penghargaan dari Bupati Bengkayang Jacobus Luna sebagai pengelola rumput laut terbaik.
Akhir tahun 2006 ia juga mendapat penghargaan dari Gubernur Kalbar pada Peringatan Hari Nusantara VII Se-Kalbar sebagai perintis budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii di Pulau Lemukutan.

Selain itu, Pulau Lemukutan juga sering menjadi tempat penelitian mahasiswa dan dosen yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai rumput laut.

Diolah
Sejak membudidayakan rumput laut, Tarmizi pun mulai mengembangkan pengolahan rumput laut agar memiliki nilai tambah. Selain digunakan untuk campuran es kelapa muda, rumput laut juga diolahnya menjadi manisan dan dodol.

Dia mengolah 1 ons rumput laut kering dengan 800 gram gula pasir. Tarmizi bisa menghasilkan manisan ataupun dodol seberat 1 kilogram dan dijualnya seharga Rp 20.000.

”Pemasarannya memang masih sebatas untuk orang atau pejabat yang berkunjung ke Pulau Lemukutan. Kami selalu menyampaikan kepada mereka jika belum merasakan es kelapa muda campur rumput laut dan membawa pulang manisan atau dodol rumput laut, bisa dikatakan mereka belum sepenuhnya sampai di Pulau Lemukutan,” tuturnya berpromosi.

Meski rumput laut sudah berhasil dibudidayakan di Pulau Lemukutan, hingga kini petani di pulau ini tetap saja kesulitan memasarkan hasilnya keluar Kalbar. Menurut Tarmizi, andai ada investor yang bersedia menjadi mitra petani, harga jual rumput laut mereka pasti akan turut membaik dan keberlanjutan pemasaran rumput laut pun dapat lebih terjaga.

Biodata
Nama: Tarmizi
Tempat dan Tanggal Lahir: Natuna, Kepulauan Riau, 28 September 1973
Istri: Tarsiani (29)
Anak: - Darma Febri (7) - Adma Trinadi (4)
Pendidikan: - SD Negeri VII Balai, Natuna, 1985 - SMP Negeri Midai, Natuna, 1988 - SPGN Singkawang, 1991 - D-2 Universitas Terbuka, 2006 - S1 Pendidikan Guru SD, Universitas Terbuka, 2007-sekarang
Pekerjaan: - Guru SD Negeri 6 Pulau Lemukutan, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, 1992-sekarang - Membudidayakan rumput laut, 2003-sekarang
Penghargaan: - Pengelola rumput laut terbaik dari Bupati Bengkayang pada hari jadi Kabupaten Bengkayang, 2006 - Perintis budidaya rumput laut jenis ”Eucheuma cottonii” dari Gubernur Kalimantan Barat pada Peringatan Hari Nusantara VII Se-Kalimantan Barat, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar