Selasa, 10 Juni 2008

pendidikan perhotelan

Kunci Penting Hospitalitas


KOMPAS/TONY D WIDIASTONO / Kompas Images
Fransiska Darmansjah, mahasiswa SHMS Caux, sedang menjalani praktik kerja di kafe milik kampus Caux. Fransiska adalah lulusan SMA Regina Pacis, Bogor.



Selasa, 10 Juni 2008 | 03:00 WIB

Ada dua hal penting yang perlu disiapkan oleh mereka yang akan menekuni dunia keramahtamahan (hospitalitas), yaitu jujur dan mampu berbahasa asing.

Tidak peduli besar atau kecil usaha yang ditangani, dua hal itu diteguhkan menjadi kunci keberhasilan hospitalitas. Pentingnya kejujuran bisa dimaklumi, mengingat dunia hospitalitas terkait kepercayaan dalam hubungan dengan orang lain. Sementara bahasa asing menjadi sarana untuk berkomunikasi.

Berbagai latihan untuk membantu mahasiswa mengasah dan mengembangkan kemampuan berbahasa dan kejujuran juga dilakukan lembaga-lembaga pendidikan perhotelan di Swiss, seperti di The Swiss Hotel Management School (SHMS) Caux dan Leysin serta Hotel Institute Montreux (HIM).

”Kepada mahasiswa di Caux, Leysin, dan HIM, mereka diharuskan menguasai satu bahasa asing lain selain bahasa Inggris. Bisa Perancis atau Jerman. Tetapi, karena Caux, Leysin, dan Montreux termasuk kawasan Swiss berbahasa Perancis dan masyarakat umumnya berbahasa Perancis, banyak mahasiswa mengambil Perancis sebagai bahasa asing kedua,” ujar Florent Rondez, Chief Operating Officer Swiss Education Group, lembaga yang ”menangani” SHMS Caux dan Leysin, HIM, serta School of Hotel Management IHTTI di Neuchâtel-Swiss.

Memang, kegiatan kuliah di lembaga pendidikan ini diselenggarakan dalam bahasa Inggris. ”Dengan menguasai bahasa Inggris dan Perancis atau Inggris dan Jerman, membuka peluang lebih besar bagi para mahasiswa untuk berkarya di mana pun juga,” lanjut Florent Rondez.

Kesulitan
Meski belajar bahasa asing dirasa penting, kesulitan masih sering dihadapi para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di SHMS Caux, Leysin, atau HIM. Braminto asal Medan, Ayu dari Surabaya, Adhisetya dari Balikpapan, dan beberapa mahasiswa Indonesia di SHMS Leysin mengungkap betapa sulitnya mempelajari bahasa asing.

”Bahkan, ketika mengikuti tes bahasa Inggris untuk masuk ke Leysin saya sampai harus empat kali mengulang. Saya jatuh pada tes esai bahasa Inggris. Hal yang sama juga banyak dialami oleh teman-teman dari Indonesia,” tambah Braminto, lulusan SMA St Thomas, Medan.

Apa yang dialami Braminto juga dialami Ayu, Adhisetya, Aura Nagara, dan yang lain. Persoalan bertambah saat penguasaan bahasa Inggris belum sempurna, para mahasiswa masih diharuskan untuk menguasai bahasa asing lain. Kebanyakan mahasiswa Indonesia mengambil bahasa Perancis sebagai bahasa asing kedua setelah bahasa Inggris.

”Memang, bahasa menjadi amat sangat penting. Dengan menguasai bahasa, kita bisa berkomunikasi dan mengetahui apa yang dimau orang yang diajak atau mengajak kita bicara. Saya juga sedang belajar bahasa Perancis karena semua orang di Leysin berbahasa Perancis,” tambah Aura Nagara, yang ibunya asal Bali, ayah dari Italia, tetapi berpaspor Italia.

”Kesulitan saya tidak hanya memahami bahasa Perancis sebagai bahasa baru, tetapi juga dalam mendalami marketing dan front office. Masalahnya, front office bukan hanya tata krama atau sopan santun menghadapi tamu, kebutuhan front office lebih dari itu,” tambah Braminto.

Lain lagi pengalaman Adhisetya dan Ayu. Selain kesulitan memahami bahasa Perancis, mereka juga sulit mendalami marketing, akunting, dan hal-hal pokok dalam kegiatan hospitalitas. ”Tetapi, saya ingin sekali bisa berbahasa Perancis. Ayah saya bilang, siapa yang menguasai bahasa asing akan bisa bekerja di bidang apa saja dan di mana pun juga. Maka, menjadi dorongan kuat dalam diri untuk bisa berbahasa Inggris dan Perancis dengan baik. Soal kesulitan memahami akunting, agaknya ini merupakan kesulitan saya sejak SMA,” tambah Adhisetya.

”Tak masalah kurang memahami marketing dan akunting, toh bisa sewa orang,” sela Kompas.

”Ya, tetapi di sekolah ini kita tidak bisa hire orang, harus dikerjakan sendiri,” sergah Aura Nagara disusul tawa yang lain.

Melihat pentingnya penguasaan bahasa asing, Paolo Raymond Tigor Siagian (lulusan Leysin), Karen Cammins (BA Programme Manager), dan Irene Sweeney (Academic Dean) menegaskan, bahasa menjadi amat penting. Jadi, amat dianjurkan kepada para calon mahasiswa untuk mempelajari bahasa dengan sebaik mungkin.

”Kelemahan umum mahasiswa dari Asia Tenggara, terutama dari Indonesia, Vietnam, dan Thailand, mereka sering menghadapi kesulitan dalam berbicara. Tidak sedikit dari mereka sering terlihat malu jika harus berbicara dalam kelompok atau di depan kelas. Padahal, hospitalitas menuntut kita lebih aktif dan mampu mengatasi diri sendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain,” lanjut Irene Sweeney

Kejujuran
Dalam hal kejujuran, para mahasiswa tidak diberi pelajaran khusus. Pelajaran akan keutamaan ini dirangkum dalam tugas-tugas yang biasa dikerjakan oleh para mahasiswa.

Seperti biasanya, mahasiswa SHMS Caux—baik yang akan mengambil spesialisasi event organizer, restoran, maupun hotel—selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan. Salah satu kegiatan yang menyita banyak perhatian adalah kegiatan bersama (group project) sebagai tugas akhir. Kegiatan ini umumnya dilakukan dengan penyelenggaraan banquet, sebuah perjamuan atau pesta makan. Untuk itu, dari empat kelas mahasiswa, dibagi dalam dua grup. Setiap grup lalu membagi tugas di antara mahasiswanya. Ada yang merancang acara, merancang makanan, mengumpulkan dana, dan sebagainya. Semua dilakukan oleh mahasiswa.

”Usai pesta, harus dibuat laporan. Bila laporan ditolak pembimbing, kami memperbaiki lagi. Jika tidak bisa, seluruh kelompok bisa tidak lulus. Dan, report itu harus dipublikasikan melalui jaringan www.turnitin.com. Dengan demikian, siapa yang membuat laporan hanya dengan mencontek pasti akan ketahuan karena semua orang membaca,” ujar Fransiska Darmansjah yang akrab dipanggil Ciska, lulusan SMA Regina Pacis Bogor yang kini menjalani tahun ketiga SHMS Caux.

Inti dari upaya ini adalah melatih kejujuran dan menuntun para mahasiswa menghindari plagiarisme. Harus diakui, kejujuran masih mendapat porsi pertama dan utama dalam semua jenis pendidikan, tidak terkecuali pendidikan perhotelan. Apalagi, bagi mereka yang nanti bergerak dalam bidang hospitalitas, kejujuran menjadi salah satu kunci penting keberhasilan. Jadi, mau tidak mau, sejak awal para mahasiswa sudah dibiasakan hidup dalam kejujuran, baik dalam kegiatan kuliah, praktik, maupun dalam membuat laporan. (ton)

1 komentar:

  1. aku mau nanya, apakah ada program bea siswa di ke tiga Universitas tersebut? (terutama HIM)
    Aaron

    BalasHapus