Kompas/Ichwan Susanto / Kompas Images
Salimin (47), petani di Kampung Prafi Mulya, Distrik Prafi, Manokwari, Papua Barat, Selasa (24/6), menunjukkan hama keong mas dan kumpulan telur keong yang telah menyerang tanaman padinya.
Salimin (47), petani di Kampung Prafi Mulya, Distrik Prafi, Manokwari, Papua Barat, Selasa (24/6), menunjukkan hama keong mas dan kumpulan telur keong yang telah menyerang tanaman padinya.
Rabu, 25 Juni 2008 | 03:00 WIB
MANOKWARI, KOMPAS - Para petani di Manokwari, Papua Barat, bingung menghadapi serangan keong mas yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Petani tidak mampu mengatasi hama itu karena harga obat kimia tidak terjangkau. Serangan keong mas tersebut menurunkan produktivitas gabah hingga 16 persen.
Di petak sawah Distrik Prafi, Manokwari, Selasa (24/6), serangan keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) tampak merata. Keong menempel di daun atau tanah. Telurnya yang berwarna merah muda terlihat di daun-daun padi dan rumput.
Salimin (47), petani di Kampung Prafi Mulya, Distrik Prafi, mengatakan, serangan keong mas menurunkan produktivitas gabah hingga 16 persen. Jika biasanya sawah seluas satu hektar menghasilkan 120 zak gabah, sejak ada keong mas tahun 2005, produktivitas turun menjadi 100 zak gabah per hektar.
”Baru musim tanam ini kami diperkenalkan dengan obat pembasmi keong mas. Harganya mahal jadi harus pikir dua kali,” ujar Salimin, transmigran asal Cilacap, Jawa Tengah, tahun 1981.
Obat pembasmi keong mas dijual Rp 27.000 per botol isi 250 mililiter. Untuk satu hektar sawah, dibutuhkan dua hingga tiga botol. Hal ini dirasa berat karena petani harus mengeluarkan biaya pupuk dan upah membajak.
Menurut Jamal (41), keong mas menggerogoti batang bibit padi usia sepekan. Jika disiasati dengan menanam bibit berusia lebih dari 20 hari, hasil panen berkurang. Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Manokwari Wayan A Nugroho mengatakan, pihaknya masih mencari solusi untuk membasmi keong mas agar hasil panen petani meningkat.
Waduk mengering
Kepala Subdinas Eksploitasi dan Pemeliharaan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jateng Agus Purwadi, Selasa, mengatakan, memasuki kemarau, beberapa waduk dengan debit air kurang dari 10 juta m3 mengering.
Waduk yang mengering adalah Waduk Tempuran di Kabupaten Blora, Waduk Butak di Kabupaten Grobogan, serta Waduk Gebyar dan Brambang di Sragen. Di Wonogiri, ada empat waduk yang kering, yaitu Waduk Plumbon, Parangjoho, Kedunguling, dan Nawangan.
Waduk besar berkapasitas di atas 10 juta meter kubik yang mulai menyusut volumenya di bawah 85 persen adalah Waduk Malahayu di Kabupaten Brebes, Waduk Cacaban di Kabupaten Tegal, dan Waduk Wonogiri. Adapun waduk yang kapasitasnya masih 85-100 persen adalah Rawapening di Salatiga, Waduk Sempor dan Waduk Wadaslintang di Kebumen, serta Waduk Sudirman di Banjarnegara.
Saat ini, 19.177 hektar lahan padi di Jateng kekeringan. Tanaman padi yang puso mencapai 3.589 hektar. Menurut Kepala Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Jateng Siti Narwanti, kekeringan terparah dialami Kabupaten Cilacap dengan luas mencapai 4.100 hektar.
Petani sawah tadah hujan di Kabupaten Purwakarta dan Subang, Jawa Barat, kembali kesulitan air karena hujan tidak turun sejak dua pekan lalu. Petani terpaksa kembali memompa air dari sumur bor atau sungai terdekat. (A08/WIE/GAL/MKN/ICH)
keong emas kan bisa dijadikan sumber protein yang tinggi caranya ada bagian tengah sebesar biji jagung yang harus di buang sebelum dikomsumsi supaya tidak mabuk saat di makan
BalasHapus